Industri tekstil saat ini harus
berkembang menjadi lebih efektif, efisien, biaya produksi rendah dengan menerapkan
teknologi berkelanjutan untuk menghasilkan produk tekstil yang lebih higienis
dan “eco-friendly”. Enzim sering digunakan pada proses tekstil seperti
enzim amilase pada proses desizing serat kapas dan proses biopolising pada
pencucian denim.
Bagian pertama tulisan ini
membahas tentang penerapan metode enzimatik pada pembuatan kain berbahan dasar
serat kapas. Metode ini diterapkan pada proses desizing dengan enzim amilase
dan proses scouring menggunakan enzim pectinase, kutinase, selulase, protease,
xylanase, lipase atau kombinasi dari semuanya. Di bagian kedua mengulas tentang
pemanfaatan enzim sebagai alternatif pada proses biostoning dan biopolishing
kain denim.
Bagian ketiga pada tulisan ini
akan memberikan gambaran penggunaan enzim pada Bast Fiber atau serat kulit
pohon dan pada proses degumming.
Serat kulit pohon ialah serat
yang terkait dengan jaringan floem pada tanaman flax, hemp, rami, kenaf, jute,
goni, dll. Dikutip dari Encyclopedia Britannica, floem adalah jaringan pembuluh
tapis yang bertugas mengangkut makanan yang dibuat di daun selama fotosintesis
dan didistribusikan ke bagian tumbuhan lainnya.
Serat floem diekstraksi dari
batang melalui proses retting yang melibatkan fermentasi kimia maupun biologis.
Tujuan dari retting yaitu memisahkan serat yang ada di floem dari inti xilem
berkayu dan epidermis.
Pada dasarnya, proses retting
dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu “dew retting” dan “anaerobic
retting”. “Dew retting” dilakukan dengan meletakkan batang pohon di
tanah selama beberapa minggu untuk mempermudah degradasi mikroba pektin.
Sedangkan “anaerobic retting” adalah teknik merendam serat kulit pohon
di tangki air atau air yang mengalir.
Prinsip yang mendasari proses
retting terletak pada aktivitas pektinolitik enzim oleh mikroba alami yang
memecah lapisan pektin antara serat kulit pohon dan inti serat. Kemudian
berlanjut ke proses pemisahan bundel serat dari inti serat. Pertumbuhan mikroba
sangat tergantung pada faktor lingkungan sehingga proses retting berjalan tidak
terkendali sehingga kualitas hasil seratnya tidak bisa konsisten. Bisa
under-retting atau justru over-retting.
Kedua hal ini bisa terjadi karena
mikroorganisme mendegradasi bundel serat secara berlebihan dan berakibat pada
penurunan kekuatan serat. Salah satu upaya mengatasi hambatan ini dilakukan melalui
pengembangan proses retting dengan bantuan mikroba dan enzim tertentu. Retting
mikroba pada serat kulit pohon adalah proses bioteknologi pertama yang telah digunakan
sebelum masehi.
Retting dengan kultur mikroba dan
enzim mampu memberikan kebebasan yang lebih banyak dalam proses dan kontrol
kualitas serat. Untuk menerapkan metode ini, pengetahuan dan pemahaman tentang
flora mikroba menjadi satu persyaratan mendasar dalam pemilihan kultur kerja
cepat dan pengenalannya ke penggunaan praktis guna meningkatkan kualitas serat.
Persyaratan lainnya yaitu bagaimana mencegah polusi yang kemungkinann akan ditimbulkan
oleh aktivitas mikroba selama proses retting.
Inokulasi selektif mikroba membuat
proses retting lebih efisien karena aktivitas pektinolitik tinggi dalam tangki
air. Langkah ini terbukti mampu mempercepat proses dan meningkatkan kualitas
berbagai serat kulit pohon seperti rami dan kenaf.
Retting biokimia dengan preparat
enzim pectinase yang dimurnikan adalah cara yang relatif baru dan cukup menjanjikan
untuk memaksimalkan proses retting tradisional. Hal ini karena kontrol yang
lebih besar selama pemrosesan seperti rasio enzim terhadap serat, suhu, pH, dan
variabel lain yang memengaruhi retting. Sebagian besar penelitian tentang
retting enzimatik berfokus pada serat rami, meskipun laporan tentang retting
enzimatik dari serat kulit kayu lainnya juga tersedia.
Enzim yang diekstraksi dari flora mikroba berbeda dengan enzim komersial seperti Flaxzyme, Ultrazym, Viscozyme, Texazym dll yang telah diuji dan berhasil digunakan dalam proses retting serat kulit kayu. Pra-perendaman rami sebelum aplikasi enzimatik dan penambahan chelators seperti EDTA untuk campuran enzim terbukti mampu meningkatkan efisiensi retting enzimatik.
Metode penyemprotan-enzim-retting yang dikombinasikan dengan gangguan mekanis pada tanaman, inklusi chelators dan campuran enzim pectinase. Proses ini diuji pada skala laboratorium dan ditemukan bahwa retting akan lebih efektif ketika menggunakan konsentrasi enzim yang lebih rendah.
Selain retting serat kulit pohon,
reaksi enzimatik juga terbukti bermanfaat dalam proses degumming serat rami. Degumming
merupakan proses penghilangan gum pada helaian serat rami kasar dengan bantuan
bahan kimia. Rami dianggap sebagai serat tumbuhan terpanjang, terkuat dan
paling halus, tetapi sangat sulit mendapatkan serat berkualitas tinggi melalui
proses retting tradisional.
Pada dasarnya bahan rami ini sangat
bergetah, disamping itu sisa getah antar serat sulit dihilangkan pada proses
fermentasi alami. Serat rami diperoleh dengan pemisahan kulit pohon rami dari
tangkainya yang dilakukan secara mekanis (dekortikasi). Hasil dekortikasi serat
rami mengandung 20-35% gum yang sebagian besar terdiri dari pektin dan
hemiselulosa.
Bahan bergetah ini bisa dihilangkan
dengan proses degumming kimia menggunakan larutan alkali panas dengan atau
tanpa penerapan tekanan. Proses tersebut membutuhkan energi yang tinggi,
menghasilkan limbah berbahaya dan terkadang mengakibatkan kerusakan serat.
Biodegumming dengan mikroba dan
enzim dapat menjadi alternatif potensial yang menawarkan penghematan energi, aman
untuk lingkungan dan tidak menyebabkan kerusakan pada serat. Beberapa
mikroorganisme berguna dalam biodegumming rami. Namun, efisiensi degumming yang
rendah dari proses enzimatik dan biaya pemrosesan yang tinggi menjadi faktor penghambat
penerapannya dalam skala industri.
Sebuah penelitian menunjukkan
bahwa efisiensi biodegumming dapat ditingkatkan dengan pra-perawatan serat secara
kimia dan mekanis dengan alkali dan/atau nanopartikel.
Belum lama ini, dilakukan
pengembangan pada proses biodegumming dengan bantuan plasma oksigen menggunakan
enzim pectinase. Hasilnya menunjukkan peningkatan yang signifikan pada penurunan
berat kain dan keputihan kain rami menggunakan setengah dosis enzim,
dibandingkan percobaan biodegumming konvensional.
Beberapa penelitian menggambarkan strategi sukses dalam skala percobaan laboratorium penggunaan gabungan pektinase dan lipase pada pra-perawatan kain rami. Prosedur ini mengurangi kerusakan serat secara signifikan sehingga menghasilkan sifat fisik yang lebih baik. Hal ini ditandai dengan derajat polimerisasi yang lebih tinggi dan meningkatnya kekuatan tarik serat. (Agung H)
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 18