Berdasarkan rekap data Badan
Kesehatan Dunia atau WHO pada tahun 2004, penyakit Parkinson telah menyerang
sejumlah 876.665 orang Indonesia. Angka kematian pasien Parkinson Indonesia
menduduki posisi ke-12 dunia dan ke-5 Asia dengan prevalensi mencapai 1100
kematian di tahun 2002.
Menurut studi analisis sistematik
tahun 2016, jumlah penderita penyakit tersebut mencapai 6,1 juta jiwa di seluruh
dunia. Lantas apa itu penyakit Parkinson?
Parkinson adalah penyakit gangguan neurodegeneratif yang membuat penderitanya kehilangan progresif sel-sel otak penghasil dopamin. Penyakit ini menyerang sistem saraf pusat sehingga mengganggu kemampuan tubuh dalam mengontrol gerakan dan keseimbangan.
Seseorang yang menderita Parkinson
akan mengalami gejala-gejala motorik diantaranya yaitu:
1.
Kekakuan karena peningkatan tonus otot mengakibatkan
resistensi gerakan pasif di seluruh rentang gerak
2.
Tremor yaitu osilasi ritmik involunter, selang
seling otot agonis dan entagonis pada satu atau lebih bagian tubuh
3.
Bradikinesia yaitu keterlambatan gerak
4.
Hipokinesia atau penurunan amplitudo gerak.
Levodopa dan prekursor dopamin,
merupakan salah satu obat yang dapat digunakan pada proses pengobatan Parkinson.
Salah satu alternatif pengobatan penyakit Parkinson yaitu terapi simulasi otak dengan metode kelistrikan. Perawatan tersebut diharapkan mampu mengurangi ketergantungan pasien terhadap obat-obatan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sayangnya, terapi kelistrikan sangat
bergantung ketepatan pencitraan otak dan penilaian dari respon motorik guna
menguji rangsangan selama pengobatan. Dapat disimpulkan bahwa gerakan reflek pasien
saat perawatan merupakan reaksi motoric tubuh pasien. Pergerakan tersebut harus
diamati secara detail agar pasien bisa memperoleh perawatan yang sesuai. Disamping
itu, frekuensi tremor di tangan, jari, dan/atau bagian tubuh lain juga harus diobservasi.
Akan lebih mudah jika frekuensi
tremor pasien diukur menggunakan alat ukur khusus. Peralatan tersebut sangat
diperlukan dalam rangkaian proses pengobatan, penyembuhan, serta tolak ukur
keberhasilan terapi pada pasien.
Perkembangan teknologi di bidang tekstil pun berhasil membuat sebuh evolusi besar dalam pengobatan pasien Parkinson. Tepatnya tahun 2019, Professor Kunal Mankodiya dari Universitas Rhode Island Amerika Serikat sukses mengembangkan sepasang sarung tangan pintar yang diklaim dapat membantu pengobatan, penyembuhan, serta pengukuran keberhasilan terapi Parkinson.
Proses pengukuran dilakukan dengan mengumpulkan data pergerakan pasien dan gangguan pergerakan lain ketika pasien memakain sarung tangan pintar tersebut. Sarung tangan pintar akan menghasilkan rangkaian data yang bisa membantu dokter untuk membuat keputusan mengenai jenis terapi latihan yang harus dilakukan pada pasien dan resep obat.
Sarung tangan pintar tersebut
dapat dikatakan sebagai sebuah purwarupa dari sebuah tekstil cerdas. Hal
tersebut mengacu pada karakteristik dari sebuah tekstil cerdas, yaitu sebuah
kategori bagi bahan tekstil yang dapat merasakan rangsangan dari lingkungan (able
to sense) serta dapat memberikan respons terhadap rangsangan yang telah
diperolehnya (able to respond).
Dalam hal ini, sarung tangan tersebut akan merasakan gerakan, getaran, serta rangsangan lainnya dari tangan pasien. Hal tersebut dapat dirasakan secara aktif oleh sarung tangan melalui sebuah bahan sensor yang menterjemahkan rangsangan ke dalam sebuah bentuk sinyal elektrik (berupa data) untuk dapat direkam, dianalisis dan difahami sebagai bentuk ukuran keberhasilan pengobatan.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 22