Kain ecoprint merupakan salah satu jenis kriya tekstil yang tergolong baru dan mulai populer sejak tahun 2016 lalu. Kemunculan polemik-polemik yang berikaitan dengan dunia ecoprint di tahun 2021 pun justru membuatnya menjadi sangat populer dan menjadi bahan perbincangan penggemar serta penggiat ecoprint Indonesia. Polemic ini berhubungan dengan penggunaan istilah “Batik Ecoprint” oleh para editor media online dan golongan orang-orang yang baru kenal dengan ecoprint yang dinilai salah kaprah.
Pada dasarnya produk ecoprint ini sangat berbeda dengan batik. Batik dibuat dengan teknik perintang warna berupa lilin dengan sebuah alat yang dinamakan canting, sedangkan ecoprint tidak. Kata “Eco” berasal dari kata ecology (bahasa Inggris) yang dalam bahasa Indonesia berarti ilmu ekologi. Ekologi adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Sedangkan “print” sendiri berarti sebuah teknik untuk mencetak “jejak”. Nah, jejak ini bisa dicetak pada berbagai media seperti kertas, kulit domba, kulit sapi, kain atau bahan-bahan lainnya. Jadi makna dari kata EcoPrint adalah mencetak suatu objek alami pada sebuah benda atau media.
Dalam hal ini media yang digunakan yaitu berupa kain dan objek alami yang dimaksud adalah unsur-unsur pada sebuah tumbuhan seperti daun, bunga, ranting dan lain sebagainya. Tidak terbatas dari tumbuhan aja, unsur-unsur kreatif juga bisa dihasilkan dari jejak logam, bebatuan, tanah bahkan serangga juga memiliki bentuk artistik yang bisa digunakan sebagai elemen dari sebuah desain.
Guna mengantisipasi hal tersebut, alangkah lebih baik jika kita mengenali terlebih dahulu apa itu EcoPrint dan darimana asalnya? Hal ini untuk menghindari deklarasi kain ecoprint sebagai budaya asli Indonesia layaknya Batik.
Jika kita menjelajah dunia internet mungkin yang akan muncul adalah istilah “Botanical Printing” yang tercatat sejak abad pertengahan, yaitu abad ke 5 sampai 15 masehi. Pada zaman itu, banyak seniman Eropa yang memanfaatkan unsur bentuk dan warna bagian-bagian tumbuhan seperti daun atau bunga dan ranting sebagai sebuah objek dekorasi interior. Barulah di beberapa waktu belakangan ini, objek-objek tersebut digunakan sebagai bahan untuk menghias kain.
Melewati periode sangat panjang yang tidak teridentifikasi ataupun tercatat dalam sejarah, secara tiba-tiba tahun 2016 seorang seniman asal Australia Selatan yang bernama India Flint mengembangkan sebuah teknik menghias kain menggunakan bahan berupa bagian-bagian tumbuhan. Teknik itu pun kini lebih dikenal dengan istilah Eco Printing atau EcoPrint. Di Indonesaia sendiri, istilah Ecoprint didefinisikan sebagai sebuah seni kriya mengolah kain menggunakan bahan-bahan yang berasal dari alam. Sebagian besar penggiat kerajinan eco print memilih objek berupa dedaunan, bunga, ranting dan akar-akar tumbuhan sebahagi penghias wastra (lembaran kain). Namun ada juga yang menggunakan objek-objek yang lebih ekstrim seperti tanah, bebatuan atau benda-benda lainnya yang dianggap lebih mencerminkan sebuah gambaran alam.
Berkat apresiasi dan pemakaian kain ecoprint secara eksklusif sebagai busana di beberapa fashion show, Renu Gupta, seorang seniman yang berasal dari India juga meninspirasi para pengrajin untuk membuat karya ecoprint. Sedangkan tokoh ecoprinting Indonesia yang karyanya mampu menembus kaum sosialita papan atas salah satunya adalah Ulupy Hastuty dengan kreasi Ecoprint The House of Pipie.
Bagi sebagian orang, Ecoprint dikenal sebagai sebuah seni menghias atau mewarnai kain yang bersifat instan. Bahkan beberapa diantara mereka juga menyebutnya sebagai sebuah karya yang hasilnya misterius dan untung-untungan. Ya kalau dipikir-pikir memang semua pernyataan itu memang ada benarnya karena banyak sekali unsur yang harus dipelajari dalam pewarna alam dan ecoprint. Unsur-unsur tersebut merupakan komponen yang menjadi salah satu alasan kenapa hasil ecoprint di tiap helaian kain selalu berbeda.
Selain perbedaan secara visual, hal lain yang menjadikan kualitas kain ecoprint tidak dapat langsung dilihat adalah ketahanan kain tersebut terhadap pencucian. Dan apakah warna akan luntur atau tidak setelah dilakukan pencucian beberapa kali. Atau berapa lama hasil ecoprint akan pudar setelah terpapar sinar matahari saat dipakai.
Tidak hanya keindahan visual saja, penilaian kualitas sebuah produk EcoPrint akan meliputi beberapa komponen yaitu:
1. Hal paling utama dalam penilaian kualitas ecoprint adalah jenis dan kualitas kain yang digunakan sebagai media ecoprint. Selain itu, kesesuaian jenis kain dengan peruntukannya juga menjadi salah satu komponen penilaian.
2. Unsur kedua yaitu tampilan visual yang meliputi kecerahan warna dan estetika desainnya. Keindahan visual dapat diperoleh dari bright atau kecerahan dan doff atau kesuraman dan keharimonisan warna-warna yang digunakan, serta peletakan, penataan dan komposisi elemen/bahan yang digunakan.
3. Penilaian selanjutnya yaitu terkait kesesuaian tampilan kain dasar dengan desain yang ditimbulkan oleh efek ecoprinting. Estetika dalam mengisi ruangan apakah sudah serasi atau hanya sebuah susunan yang berantakan tanpa konsep yang menarik.
4. Keindahan sebuah kriya Ecoprint juga ditentukan saat digunakan untuk membuat sebuah produk. Contohnya bahan ecoprint untuk produk busana wanita seperi blouse, rok, kain bawahan, busana pria, selendang, bahan tas, dan berbagai perlengkapan rumah tangga seperti sarung bantal, tirai dan lain sebagainya.
5. Ketahanan dan keawetan warna yang dihasilkan. Unsur ini baru dapat diketahui setelah hasil karya ini mengalami pencucian beberapa kali. Tingkat pemudaran warna dapat dipengaruhi oleh lepasnya warna dari kain, atau memudarnya warna karena ketidaktahannannya terhadap dinar matahari serta daya tahan kain terhadap gesekan.
Kehadiran teknik ini mampu memberikan penyegaran dalam dunia kriya busana dari bahan-bahan yang dibuat dengan motif, teknik membatik, tye die atau berbagai teknik printing lainnya. Sudah lebih kenal dengan teknik ecoprint kan? Jadi jangan salah sebut lagi ya. Ecoprint adalah sebuah teknik pewarnaan dan tidak ada hubungan apapun dengan kain batik.
Mencari bahan kain yang berkualitas untuk membuat kain ecoprint? Bahankaincom tempatnya. Kami menjual jenis kain mori yang terbuat dari serat alami dan sangat cocok untuk membuat ecoprint. Untuk bahan ecoprint Anda bisa memilih jenis kain mori batu, mori biru, mori primis ataupun kain sutra.
Jika Sahabat BahanKain ingin menggunakan jenis kain yang berkualitas medium, Sahabat bisa memilih kain mori prima sanforis yang sudah melalui tahap sanforizing. Sehingga permukaan kain
Dapatkan tips, rekomendasi jenis kain dan berbagai info seputar dunia tekstil hanya di Bahankaincom. Untuk pemesanan dan detail produk, Sahabat bisa menghubungi CS kami ya. Sahabat juga bisa mengecek dulu koleksi produk kami disini ya.
Atau belanja lebih praktis melalui toko online kami di:

