Sudah banyak yang tau jika rayon merupakan
jenis material tekstil berbasis selulosa regenerasi. Umumnya bahan
baku selulosa diperoleh melalui ekstraksi selulosa dari kayu
maupun bambu. Selanjutnya, pulp dimasak dalam larutan natrium sulfida (Na2S)
dan natrium hidroksida (NaOH) untuk membuang zat lignin.
Pembuangan lignin disertai proses
lanjutan seperti screening, washing, bleaching, pressing dan
drying. Pemasakan termasuk tahapan esensial yang harus dikerjakan pada
rantai produksi selulosa. Karena zat lignin memang sudah ada secara alami dalam
kayu atau bambu sebagai bahan baku selulosa.
Saat ini, perusahaan asal Australia bernama Nanollose sedang mengembangkan teknologi inovatif guna mengembangkan selulosa yang dihasilkan oleh bakteri. Atau yang lebih dikenal sebagai microbial cellulose.
Alih-alih menggunakan bahan kimia,
proses ekstraksi selulosa dari kayu atau bambu di perusahaan Nanollose mengandalkan
bakteri Acetobacter Xylinum. Bakteri tersebut memakan limbah pertanian cair
organik berkandungan gula dan mengubahnya jadi selulosa.
Hasilnya didapatkan serat selulosa
yang bebas dari kandungan hemi-selulosa dan lignin. Mekanisme tersebut dinilai
lebih ramah lingkungan karena tidak lagi memerlukan proses pemasakan. Perusahaan
Nanollose pun berhasil mengembangkan serat lyocell tanpa-pohon dan 100%
terbuat dari microbial cellulose. Serat Nullarbor dipintal menjadi benang untuk
membuat kain dan digunakan sebagai bahan baku garmen.
Teknologi microbial cellulose ini
sebenarnya sudah ditemukan sejak lebih dari dua dekade lalu oleh ilmuwan Gary
Cass. Berawal dari ketidaksengajaan, Gary Cass kini menjadi salah satu direktur
non-eksekutif perusahaan Nanollose. Ketika itu ia tak sengaja mengisi tong
anggur dengan oksigen sehingga menghasilkan lapisan selulosa pada cairan
setelah bakteri Acetobacter memakan anggur.
Cass menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk merenungkan kemungkinan aplikasi selulosa temuannya dalam ranah fashion. Kemudian pada tahun 2006 ia bekerjasama dengan seorang perancang busana Australia bernama Donna Franklin. Akhirnya mereka meluncurkan gaun pertama di dunia yang terbuat dari serat selulosa anggur.
Tahun 2014, Gary Cass memamerkan
gaun lain yang dibuat dengan metode serupa di World Expo Milan sebagai upaya
pemasaran. Pengembangan pun berlanjut ke pemanfaatan limbah pertanian cair
organik yang mengandung gula guna menciptakan selulosa dengan bantuan bakteri
Acetobacter Xylinum.
Peneliti menemukan bahwa cara
tersebut memiliki nilai keberlanjutan lebih tinggi dibanding menggunakan anggur
seperti yang telah mereka kerjakan saat awal penemuan. Perusahaan pun mengklaim
telah membuat pakaian rayon pertama di dunia dari bahan dasar limbah.
Serat Nullarbor tidak membutuhkan
pohon sebagai bahan baku pada proses pembuatannya. Sehingga produksi serat
Nullarbor tidak tergantung pada ketersediaan pohon, iklim, sinar matahari ataupun
lahan perhutanan.
Microbial cellulose sebagai bahan baku serat Nullarbor hanya membutuhkan limbah pertanian cair organik yang mengandung gula. Untuk menghasilkan selulosa dengan bantuan bakteri Acetobacter Xylinum.
Berikut hasil studi banding yang
dipaparkan oleh perusahaan Nanollose terkait luas lahan yang diperlukan untuk
menghasilkan sejumlah pulp selulosa:
§ Perkebunan
kapas seukuran lapangan sepak bola (70meter x 100meter) akan menghasilkan setengah
ton pulp selulosa dengan siklus pemanenan 6 – 8 bulan.
§ Jika
ukuran lahan yang sama dialokasikan untuk pohon, maka akan diperoleh 3,5ton
pulp selulosa dengan waktu tumbuh selama 12 – 18 tahun.
§ Bambu
dapat dipanen pada kurun waktu lebih cepat yaitu dalam 3 – 7 tahun.
Menghasilkan sekitar 12ton pulp selulosa pertahun
§ Selulosa
mikroba memiliki nilai yang jauh lebih unggul dibandingkan dengan sumber
selulosa lainnya, yang dapat menghasilkan 115ton pulp selulosa (pertahun) pada
ukuran lahan yang sama dengan silklus panen setiap 10 – 15 har
Bisa disimpulkan bahwa Microbial
cellulose memiliki potensi feasibility sangat baik untuk diterapkan pada skala
industrial. Microbial cellulose menghasilkan pulp selulosa 32x lebih banyak
dibandingkan pohon dan 9x lebih dari bambu.
Pembuatan pulp microbial
cellulose bisa dilakukan dalam sebuah bejana sederhana sehingga kecepatan
prosesnya bisa ditingkatkan hingga berkali-kali lipat menggunakan fasilitas
lantai produksi bertingkat.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 26