Shibori atau shiborizome merupakan salah satu teknik atau cara mewarnai kain yang terkenal di negara Jepang. Proses pembuatan kain shibori dilakukan dengan cara mencelup kain yang sudah diikat, dijahit atau dilipat sesuai dengan pola tertentu ke dalam larutan pewarna.
Dilihat dari sejarahnya, kain shibori sudah ada sejak abad ke-8 dan terus berkembang hingga saat ini. Di negara-negara barat, teknik shibori sering disebut dengan istilah ‘Tie Dye’. Sementara di Indonesia sendiri, shibori lebih akrab dengan nama ‘Jumputan’.
Pada dasarnya proses pewarnaan kain dengan teknik shibori sama dengan pembuatan kain batik yaitu dengan menerapkan teknik perintangan warna.
Jenis bahan pewarna yang sering digunakan untuk membuat shibori yaitu pewarna naptol, remasol, indigosol dan pewarna alami. Sementara bahan kain yang dapat digunakan adalah kategori serat alami seperti kain katun, sutra ataupun rayon, tergantung kreatifitas dari pengrajin.
Satu hal yang perlu diingat bahwa tidak semua jenis kain dapat menyerap warna dengan baik. Beda jenis kain beda pula tingkat ketebalan warna yang dihasilkan. Jadi, intensitas dan ketajaman warna kain sangat dipengaruhi oleh sifat dasar kain dan kemampuan bahan kain dalam menyerap zat pewarna. Kain katun merupakan salah satu bahan kain yang kerap dipilih karena untuk shibori karena daya serap pewarna yang baik.
Dahulu, pewarna yang digunakan untuk membuat shibori adalah pewarna alami indigo. Jenis pewarna ini berasal dari tanaman Indigofera yaitu sejenis tanaman yang diambil bagian daun dan rantingnya untuk menghasilkan warna biru tua pekat atau biru dongker.
Selain itu, jenis zat pewarna alami yang dapat digunakan dalam proses pembuatan kain shibori, yaitu berupa kayu secang, kayu tingi, kayu tegeran dan kulit buah jolawe. Disamping itu, ada juga yang memanfaatkan kulit kayu manggis, kulit soga jambal dan kulit kayu mahoni.
Baca Juga: |
Berikut ini warna-warna yang dihasilkan dari penggunaan bahan-bahan pewarna tersebut:
1. Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) menghasilkan pewarna merah dan orange. Namun ketika diaplikasikan pada kain warnanya menjadi tipis, soft dan cenderung berwarna merah muda.
2. Kayu tingi (Ceriops tagal) menghasilkan warna cokelat.
3. Kayu tegeran (Cudrania javanensis) menghasilkan warna kuning.
4. Kulit buah jolawe (Terminalia Bellirica) menghasilkan warna cokelat kemerahan.
5. Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) menghasilkan warna merah, ungu dan biru.
6. Kulit batang soga jambal (Peltophorum pterocarpum) menghasilkan warna cokelat kekuningan.
7. Kulit kayu mahoni (Swietenia mahagoni) menghasilkan warna merah kecoklatan.
Tidak jauh berbeda dengan kain batik, umumnya harga kain shibori dengan pewarna alami juga terbilang mahal karena sifatnya sangat ramah lingkungan. Bahkan harga dari kain shibori bisa mencapai jutaan rupiah mengingat proses pembuatannya yang cukup panjang. Selain itu, motif yang dihasilkan juga tidak akan sama antara satu dengan yang lainnya sehingga terkesan lebih eksklusif.
Kain shibori yang dibuat dengan pewarna alami akan menghasilkan kain yang cantik dan menarik. Tak heran jika motif shibori ini disukai oleh banyak anak muda karena shibori memiliki motif yang lebih ceria dan santai sehingga banyak digunakan untuk membuat produk-produk pakaian.
Baca Juga: |