Bahankain.com - Perkembangan dunia digital berjalan
begitu cepat di berbagai negara dunia. Bahkan ketika Indonesia sedang mulai beradaptasi
dengan teknologi 5G, beberapa negara seperti China dan Korea sudah berkeinginan
menguasai 6G. Pertumbuhan pesat teknologi digital ini juga diiringi perubahan dari
hasil adaptasi aktivitas manusia terhadap teknologi. Mulai dari cara
berkomunikasi, melakukan transaksi, hingga ketersediaan lapangan kerja.
Pemerintah pun turut memberikan respon yang disampaikannya melalui Bappenas berupa Strategi Pembangunan Transformasi Digital tahun 2020-2024. Tujuan dari pengembangan ekonomi kreatif dan digital tahun 2025 yaitu menjadikan ekonomi kreatif dan digital sebagai sumber pertumbuhan negara. Kemajuan teknologi berakar pada digitalisasi menyuguhkan berbagai kemudahan. Teknologi pengalihan informasi dari bentuk analog ke digital ini pun menjadi sumber pertumbuhan negara. Sayangnya perkembangan dunia digital dihadapkan dengan beragam hambatan.
Menurut Graham setidaknya ada
empat potensi permasalahan yang kemungkinan akan muncul di pasar tenaga kerja
digital. Keempat potensi masalah tersebut diantaranya yaitu kekuatan tawar
pekerja, eksklusi ekonomi, intermediasi antarpekerja, dan upgrading.
Tentunya hal ini menjadi
tantangan pemerintah dalam upaya memaksimalkan dunia digital. Tidak berhenti
disitu saja, dalam seri laporan Flourish yang berjudul The Digital. Hustle:
Gig Worker Financial Lives Under Pressure pihaknya menemukan fakta bahwa
selama pandemi terdapat lonjakan besar jumlah pekerja independent atau gig
worker yang berpenghasilan kurang dari Rp1 juta (USD70). Dari 8 persen di bulan
Maret 2020 ke 55 persen pada bulan Juni/Juli 2020.
Berdasarkan permasalahan di atas
kemudian muncullah sebuah pertanyaan, apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk
menyikapi perubahan struktural perekonomian saat ini? Seiring berjalannya waktu
muncul sebutan ‘gig worker’ yang erat kaitannya dengan dunia digital. Seorang gig
worker bisa mendapatkan pekerjaan lepasnya melalui internet dan aplikasi
digital.
Gig merupakan istilah untuk
menyebut suatu proyek yang sedang dikerjakan, nominal bayarannya tergantung
pada jumlah proyek yang diselesaikan. Sementara gig worker adalah pekerja independen
sesuai kontrak atau pekerja lepas (freelancer) yang melakukan pekerjaan jangka
pendek.
Mereka bisa bekerja sesuai proyek
atau perjanjian tertentu, dengan sistem perhitungan jam, part-time, maupun bekerja
pada posisi yang tidak tetap (Ushamber.com). Pesatnya perkembangan internet membuat
gig-worker makin diminati. Jika dilihat dari data organisasi buruh dunia atau ILO,
jumlah platform digital dunia tahun 2020 meningkat 77 kali lipat dibandingan
tahun 2000. Sebagian besar platform ini tersebar di Amerika Selatan, Asia, dan
Eropa. Ditemukan pula sebuah fakta bahwa gig worker dengan digital base didominasi
oleh pekerja usia 35 tahun ke bawah.
Setidaknya 32 persen perempuan
dan 29 persen laki-laki menjadikan gig work sebagai sumber penghasilan utama
mereka. Data ini mengindikasikan bahwa di masa yang mendatang, gig worker berpotensi
menjadi sektor pekerjaan yang umum dimiliki layaknya bidang pekerjaan dengan penghasilan
tetap.
Melihat tren perkembangan gig worker
dengan digital based, beberapa industri baru tersebut juga akan mendorong
digitalisasi di sektor lainnya. E-commerce akan mendorong digitalisasi retail,
UMKM, logistik dan fintech (financial technologies). Sedangkan fintech sendiri
akan mendorong perubahan transaksi di UMKM, dan teknologi kesehatan akan
mempengaruhi logistik, penyediaan jasa kesehatan, dan kimia.