Kain tenun songket merupakan kriya
tekstil tradisional yang sangat mudah ditemukan di beberapa wilayah Indonesia. Tiap
daerah mempunyai ciri tersendiri dalam hal teknik pembuatan maupun detail motif.
Salah satu yang paling tersohor yaitu sentra pengrajin kain songket Pandai Sikek
di Provinsi Sumatera Barat.
Saking populernya, kain songket Pandai
Sikek pernah menjadi gambar ilustrasi pada uang kertas pecahan Rp. 5000,00
edisi 2001. Pandai Sikek adalah nama desa atau nagari yang terletak di Kecamatan
Sepuluh Koto, Tanan Datar, Sumatera Barat.
Sejak jaman dulu, kain songket dari nagari ini terkenal indah dan mewah karena dibuat menggunakan benang
emas. Masyarakat Minang meyakini bahwa kain tenun Sikek adalah peninggalan dari
Kerajaan Sriwijaya sebagai pralambang masyarakat kelas atas. Atas dasar itulah songket Pandai Sikek dijadikan simbol kemewahan dan penanda status sosial seseorang.
Kain tenun Pandai Sikek mempunyai ciri khas benang emas dan perak, motif, serta penggarapan yang halus. Kekhasan, keindahan dan kemewahan itu mengantarkannya sebagai kain songket terbaik dan dijuluki “ratunya kain songket”.
Produksi kain tenun di Pandai Sikek diperkirakan sudah dimulai sekitar tahun 1850-an. Penenun yang awalnya memproduksi kain untuk baju harian beralih berevolusi membuat kain-kain mahal berbahan dasar benang sutera dan benang emas.
Tradisi menenun diturunkan dari generasi
ke generasi. Konon, pewarisan hanya boleh dilakukan dalam satu garis keturunan.
Masyarakat Minang yakin bahwa melanggar aturan tersebut akan membuat hidup
mereka sengsara. Tujuan aturan tersebut tak lain adalah menjaga kelestarian tradisi
menenun di Pandai Sikek.
Kaum wanita di desa Pandai Sikek
dituntut untuk menguasai teknik dan ahli dalam hal menenun. Lain cerita dengan hari ini, semua orang bebas
mempelajari keahlian menenun di sanggar-sanggar Pandai Sikek.
Kain songket Pandai Sikek dibuat secara manual menggunakan alat tenun tradisional. Lamanya proses penenunan sangat tergantung ukuran, jenis dan kehalusan kain, serta kerumitan motif. Atas dasar itulah kain songket Pandai Sikek juga dikenal mahal.
Para saudagar pun mengelola usaha tersebut dengan mempekerjakan gadis-gadis setempat sebagai ahli tenun. Nagari Pandai Sikek pun tumbuh menjadi pusat kerajinan tenun songket di Minangkabau.
Pengrajin tenun di nagari Pandai
Sikek memproduksi kain songket balapak dan songket batabua. Perbedaan paling
mencolok antara keduanya terletak pada hiasan emasnya.
· Kain songket balapak atau kain sarek memiliki
hiasan benang emas atau perak yang memenuhi seluruh bidang. Kebanyakan orang
menyulapnya jadi selendang, sarung dan tikuluak atau penutup kepala.
·
Sedangkan benang emas pada kain songket batabua
(bertabur) atau babintang (bintang) hanya dibubuhkan pada bagian-bagian
tertentu saja.
Kain tenun songket Pandai Sikek mempunyai
banyak motif khas seperti tampuak manggih, saik kalamai, buah palo, barantai
putiah, simasam, dan salapah.
Ragam hias tenunan pandai sikek berupa cukie dan sungayang. Cukie ialah pola yang mengisi badan, kepala, pinggir kain dan biteh sebagai pembatas antar motif. Sementara sungayang merupakan corak pada keseluruhan kain tenun atau songket.
Ada tiga aksen motif yang wajib
ada dan menjadi ciri khas kain tenun songket Pandai Sikek, yakni:
·
Batang pinang atau pohon pinang
·
Bijo bayam atau biji bayam
·
Saluak laka yaitu alas periuk yang terbuat dari
jalinan lidi enau atau lidi kelapa.
Tanpa ketiga motif tersebut, selembar
kain tenun songket dianggap bukan hasil karya perajin Pandai Sikek. Umumnya kain
Sikek menggunakan warna dasar merah, hitam, dan kuning dengan ragam hias keemasan.
Tiap warna tersebut juga menyimpan makna tersendiri:
·
Warna hitam melambangkan keabadian
·
Merah sebagai simbol keberanian dan kesanggupan menghadapi
cobaan hidup
· Kuning bermakna ketenaran, keagungan, tutur kata
yang benar, dan menempuh jalan benar. Warna kuning identic dengan kaum adat,
cendikiawan, dan ulama.
Sebenarnya tidak ada aturan khusus terkait penggunaan kain songket khas Desa Pandai Sikek, Sumatera Barat. Tetapi mayoritas orang kaya atau golongan bangsawan akan memilih kain songket balapak yang dibuat dengan teknik dua agar benang emas pada ragam hias terlihat padat dan rapat. Tampilan kainnya begitu mewah dan harganya juga tak main-main.
Sedangkan rakyat biasa lebih suka
kain tenun songket balapak teknik empat dan enam dengan warna keemasan yang tak
terlalu dominan. Pertimbangannya tentu dari sudut pandang harga.
Kain tenun dari Pandai Sikek dibuat
menjadi aneka busana harian atau acara-acara tertentu dan kelengkapan upacara
adat. Sebut saja baju kurung dan destar, kodek songket, saruang (sarung),
selendang, tingkuluak tanduak (tutup kepala perempuan), dan sisampiang
(salempang penghulu).
Itu dia sekilas tentang kain tenun
pandai sikek yang begitu mewah. Perpaduan apik benang emas dan teknik tenunan
halus para pengrajin di Pandai Sikek melahirkan sebuah mahakarya indah nan
menawan.
Jangan heran kalau Anda mendapati
harga selembar kain tenun khas sumatera barat ini ada yang mencapai jutaan
rupiah. Karena nilai itu akan sebanding dengan kualitas dan keelitan yang dimilikinya.