Jangankan barang bekas, tumpukan
sampah sekalipun bisa menjadi ladang cuan di tangan seseorang yang kreatif. Ungkapan
yang sangat menggambarkana sosok Nina Yaroh, penggiat ecoprint asal Kota Blitar,
Jawa Timur.
Kenapa? Yaps, jika biasanya para
pengrajin ecoprint memanfaatkan bagian-bagian tumbuhan dari lingkungan sekitar untuk
mewarnai produk ecoprint mereka. Perempuan berusia 34 tahun ini justru memanfaatkan
serbuk kayu sebagai bahan pewarna kriya-kriya yang dibuatnya.
Nina mulai menekuni kerajinan
ecoprint sejak awal pandemic COVID-19. Sebelum terjun ke dunia eco printing,
ibu muda ini sempat membuat talenan hiasan dinding. Kondisi pandemi memaksanya berhenti
karena permintaan talenan hias menurun drastis.
Tak mau berdiam diri, ia pun mencari usaha yang bahan-bahannya murah dan proses pembuatannya juga mudah. Sebagai upaya mengurangi limbah, Nina memanfaatkan limbah serbuk kayu atau grajen dari para pengrajin kendang sebagai pewarna ecoprint
Kota Blitar memang dikenal sebagai sentra kerajinan kayu bermutu tinggi dan mampu bersaing di pasar internasional. Sehingga limbah grajen sangat mudah ditemukan dan ketersediaannya sangat melimpah. Mulai dari serbuk kayu Nangka, secang, hingga kayu mahoni. Ia juga mengandalkan zat warna lain seperti secang dan jolawe.
Baca Juga: |
Nina sendiri mendapatkan serbuk
kayu secara cuma-cuma dari pengrajin kendang di Kelurahan Sentul dan Kelurahan Tanggung. Diketahui kedua wilayah ini merupakan pusatnya
perajin kendang sehingga limbah grajen disana sangat melimpah.
Serbuk tersebut direbus sampai
berubah warna dan air rebusannya bisa langsung digunakan dalam proses ecoprinting.
Sedangkan untuk membuat corak ecoprint, Nina menggunakan dedaunan di sekitar
rumahnya. Seperti daun jati, eucalyptus, tabebuya, jarak wuluh dan masih banyak
lagi.
Menurut Nina pembuatan ecoprint memang cukup mudah tapi membutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Sebab beberapa tahapan prosesnya memakan waktu lama.
Contohnya yaitu saat pengukusan
selama hampir dua jam supaya warnanya lebih meresap dan tidak cepat luntur. Ditambah
lagi proses pengeringan produk ecoprint yang dilakukan selama tiga hari dengan
cara diangin-anginkan.
Ia menyulap rumahnya di Jalan Kelud,
Kepanjen Kidul, Kota Blitar sebagai tempat produksi sekaligus toko. Nina tak
hanya membuat lembaran kain bermotif dedaunan, tetapi juga tas, clutch, jilbab,
kaos dan syal. Harganya pun bervariasi, mulai dari 75 ribu hingga ratusan ribu
rupiah.
Koleksi ecoprint Nina kerap
dilirik pelanggan dari luar kota, organisasi pemda maupun pemprov. Banyak pula
instansi perbankan dan perhotelan yang tertarik dan memesan produk ecoprintnya.
Itulah kisah sukses Nina Yaroh,
pengrajin ecoprint Blitar yang memanfaatkan limbah serbuk kayu sebagai bahan pewarnaan.
Sangat inovatif bukan? Bisa nih jadi inspirasi untuk mengatasi sisa grajen di lingkunganmu.
Kamu sedang mencari kain untuk membuat
ecoprint? Beli di Bahankain.com aja. Kami menyediakan berbagai jenis kain dan kebutuhan
tekstil bermutu tinggi dengan harga bersaing. Spesialnya lagi, Bahankain.com siap
melayani pengiriman kain ke seluruh Indonesia lho.
Mau beli ecer maupun grosir juga
bisa ya, Sob. Akan lebih murah jika Anda membeli kain putihan rfd/rfp (ready
for dye/ready for print) minimal satu roll. Untuk ecoprint sendiri, Sahabat bisa memilih
kain berbahan dasar serat alami seperti mori katun, linen, shantung, dan serat
sutra.
Kira-kira Sahabat pengen membuat produk apa nih? Langsung cek koleksi kain di Kategori Produk kami yuk.
Untuk spesifikasi lengkap dan
pemesanan, silahkan hubungi Customer Service kami.
Atau belanja langsung via Shopee dan Tokopedia di toko Mekar Jaya Tekstil.