Sumatera Utara merupakan salah satu wilayah Indonesia yang didiami lebih dari satu suku bangsa. Mulai dari suku karo, batak toba, Nias, Mandailing, Melayu, Simalungun, dan pakpak. Banyak juga masyarakat pendatang keturunan Tionghoa, Arab dan India.
Masing-masing suku membawa
kerawagam budaya mereka sehingga percampuran tradisi pun tak bisa dihindari. Meski
demikian tiap suku tetap berusaha mempertahankan ciri khas masing-masing. Salah
satunya dalam hal pemakaian busana adat yang terus dilestarikan
hingga saat ini.
Berikut beberapa pakaian adat suku-suku
di sumatera utara:
1.
Baju adat suku batak toba
Sesuai namanya, masyarakat suku batak toba bermukim di
sekitaran Danau Toba. Suku ini memiliki pakaian adat hasil tenunan tradisional bernama
kain ulos yang biasa digunakan pada acara pernikahan atau upacara-upacara keagamaan.
Kain tersebut ditenun secara manual menggunakan peralatan tradisional dan bahan baku benang sutra. Biasanya penenun ulos memakai benang berwarna putih, hitam, emas, merah atau perak.
Dalam penggunaannya, kain ulos dipakai sebagai busana
atasan maupun bawahan. Atasan dalam pakaian adat pria disebut hande-hande
dan bawahannya diberi nama singkot. Mereka juga memakai penutup kepala
berupa bulang-bulang.
Sementara kaum wanita suku batak toba memakai atasan bernama
hoba-hoba dan kain bawahnya bernama hean. Sebagai aksesoris, mereka
memakai ikat kepala atau tali-tali serta selendang ulos. Selendang ini dibuat
dari kain ulos Jogja ragidup, ukia, sadum, ragi hotang dan runjut.
Masyarakat Batak Toba meyakini bahwa tiap jenis kain ulos menyimpan makna
khusus. Ulos ragi hotang untuk pesat sukacita, ulos sibolang saat berduka, dan
masih banyak lagi.
2.
Pakaian adat suku batak karo
Jika batak toba punya kain ulos, batak karo juga punya kain tenun tradisional yang disebut Uis Gara. Uis berarti ‘kain’ dan gara artinya ‘merah’. Hal itu dikarenakan proses pembuatan kain ini memang menggunakan benang berwarna merah. Agar lebih menarik, benang tersebut dipadukan dengan benang berwarna perak atau emas.
Meskipun dominan dengan warna merah, tapi kain uis gara juga ada yang berwarna putih dan hitam. Masyarakat suku Karo mengenakan kain uis gara dalam upacara adat resmi maupun kegiatan sehari-hari. Jenis dan cara penggunaannya pun disesuaikan dengan acara yang hendak dihadiri.
Hal tersebut karena tiap kain mempunyai simbol dan makna
yang berbeda. Contohnya, kain uis beka buluh yang menyimbolkan kebesaran, busana
uis gatip jongkit sebagai lambang kekuatan dan masih banyak lagi.
Umumnya, pria Karo memakai setelan jas, lengkap dengan
dasi kemudian ditambahkan kain uis gara yang dililitkan di sekitar badan. Kain
ini juga digunakan sebagai penutup kepala berbentuk menjulang sebagai tanda
akan tingginya akhlak masyarakat suku Karo.
3.
Pakaian adat suku mandailing
Masyarakat suku Mandailing tinggal di kawasan Mandailing, kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas. Bentuk atau rupa pakaian adat Mandailing tak jauh berbeda dengan suku Batak Toba, karena sama-sama menggunakan kain ulos. Hanya saja mereka menambahkan beberapa aksesoris unik dan khas.
Saat upacara adat, perempuan keturunan Mandailing memakai
hiasan kepala yang menjuntai hingga kening dan rantai logam melingkari bagian mata.
Aksesoris ini terbuat dari logam atau sepuhan emas. Bagi masyarakat Batak
Mandailing, bulang merupakan lambang kebesaran atau kemuliaan.
Sedangkan laki-laki suku Batak Mandailing mengenakan hiasan
kepala bernama Ampu. Dahulu, ampu hanya boleh dipakai oleh raja Mandailing dan raja
Angkola. Penutup kepala ini memiliki bentuk khas, warnanya hitam dengan hiasan emas
yang menyimbolkan kebesaran.
4.
Pakaian adat suku nias
Nias adalah gugusan pulau yang berada di sebelah barat dari Pulau Sumatera dan termasuk wilayah Sumatera Utara. Karena letaknya terpisah, tradisi masyarakat Nias cukup berbeda dengan suku-suku di Sumatera Utara lain. Termasuk dalam hal berpakaian.
Busana adat suku Nias didominasi warna merah, kuning dan emas. Diantaranya adalah pakaian adat bernama oroba si oli yang dibuat dari kulit kayu atau blacu berwarna hitam dan baru oholu dari kain beludru warna merah dengan aksen keemasan.
Perempuan Nias akan mengenakan gelang kuningan bernama
aja kola yang beratnya bisa mencapai 100 kg. Mereka juga memakai saro delinga,
sejenis anting logam yang berukuran cukup besar. Guna menyempurnakan penampilan,
rambut perempuan nias disanggul tanpa disasak terlebih dulu. Tak lupa juga hiasan
kepala sederhana.
Sementara laki-laki Nias memiliki pakaian adat bernama
baru oholu berbahan dasar kulit kayu. Bentuknya seperti rompi tapi tidak dilengkapi
kancing atau penutup baju lain.
Baru oholu hanya tersedia dalam dua warna yakni hitam
dan coklat. Aksen hiasnya berupa ornamen warna kuning, merah dan hitam. Pria Nias
juga mengenakan aksesoris kalabubu atau sejenis kalung yang terbuat dari
kuningan.
5.
Pakaian adat suku melayu
Selain etnis batak, Provinsi Sumatera Utara juga dihuni oleh suku Melayu dimana mereka masih mempertahankan tradisi berbusananya. Pakaian adat Melayu untuk wanita berupa baju kurung atau kebaya panjang. Kebaya tersebut dibuat dari kain brokat atau sutra dengan detail berwarna emas dan kain songket.
Sedangkan pria Melayu memakai baju adat Teluk Belanga berupa
atasan berkerah dengan corak musang dan bawahan celana bermotif sama. Tak lupa,
penutup kepala dari kain songket bernama tengkuluok yang menjadi simbol
kebesaran serta kegagahan pria Melayu.
Itulah macam-macam pakaian adat
Sumatera Utara yang harus Sobat Bahankain ketahui. Untuk ikut berperan dalam
melestarikan kebudayaan bangsa dengan terus mempelajari kebudayaan dari daerah
lain.