Sempat ramai gara-gara seseorang
memberi baju batik pada Ishowspeed dan mengatakan bahwa batik berasal dari Malaysia.
Padahal, batik jelas-jelas sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda
milik Indonesia. Motif dan warnanya pun bervariasi seperti pada batik pedalaman
serta batik pesisiran.
Namun sangat disayangkan ketika
melihat fakta bahwa banyak orang Indonesia bingung ketika ditanya, ‘apa sih
bedanya batik pedalaman dan batik pesisiran?’. Hal itu karena gambaran ‘kain
batik’ dalam benak masyarakat Indonesia hanyalah lembaran kain yang motifnya
didapat dari menorehkan malam (lilin batik). Bisa menggunakan canting tulis (batik
tulis) dan canting cap (batik cap).
Padahal ada dua gaya desain yang
dibedakan berdasarkan keragaman tata warna, motif dan filosofisnya yaitu batik
pesisir dan batik pedalaman atau batik klasik. Nah, berikut beberapa perbedaan
batik pesisir dan batik pedalaman yang perlu kamu tahu!
Perbedaan paling mendasar antara dua
jenis batik ini terlihat pada pengertiananya. Batik pedalaman dikenal juga
batik klasik adalah batik yang motif dan cara pembuatannya masih berpedoman
pada aturan atau pakem. Beda dengan batik pesisiran yang merupakan jenis batik
yang proses pembuatannya lebih bebas, tidak terikat pada pakem apapun.
Selain itu, berikut beberapa hal
yang membedakan antara batik pedalaman dan batik pesisiran:
Batik pedalaman dibuat oleh para pembatik dari pulau
Jawa seperti Solo dan Yogyakarta. Awalnya, batik ini hanya dikenakan oleh kaum
bangsawan yang tinggal di lingkungan keraton. Sehingga kerap disebut sebagai
batik keraton.
Sesuai namanya, batik ini berkembang di daerah-daerah
pesisiran di luar Yogyakarta dan Solo seperti halnya Cierbon, Indramayu,
Pekalongan, Pemalang, dan Rembang. Disini pengrajin bebas menuangkan ide-ide
kreatif sehingga motif dan warnanya lebih variatif. Jangkauan pasarnya pun
lebih luas.
Perbedaan batik pesisiran dan batik pedalaman juga
bisa dilihat dari segi sejarah serta nilai-nilai filosofisnya. Batik pedalaman tumbuh
dan berkembang atas dasar filsafat kebudayaan Jawa yang mengacu pada
nilai-nilai spiritual. Terdapat harmonisasi antara alam semesta yang tertib,
serasi dan seimbang sehingga sifatnya sangat tradisional dan melokal.
Di sisi lain, batik pesisiran mendapat pengaruh budaya
Cina, India serta kepercayaan Hindu dan Buddha. Akulturasi tersebut menjadi
landasan utama gaya dan motif batik pesisiran yang jauh berbeda dari batik
pedalaman.
Pada batik pedalaman, pembatik hanya bisa dijumpai di
lingkungan keraton dan nggak sembarang orang bisa melakukan proses pembatikan
yang melibatkan ritual-ritual tertentu. Memproses batik keraton diibaratkan
sebagai ibadah, suatu aktivitas seni tinggi yang patuh pada aturan serta arahan
aristokrat Jawa. Istilah-istilah batik pun mulai dikenal sejak zaman ini dan
hampir semuanya menggunakan bahasa Jawa.
Berbeda dengan para pembatik di daerah pesisir yang
merupakan rakyat jelata. Membatik bagi mereka adalah pekerjaan sambilan yang
bebas aturan, tanpa patokan teknis dan religio-magis. Para pembatik pesisir
lebih menyukai cara-cara yang bisa mengeksplorasi batik seluas-luasnya.
Setiap motif yang terukir pada kain batik pedalaman menyimpan
makna filosofi tersendiri. Ragam hiasnya ciptakan pun bernuansa kontemplatif
dengan motif-motif geometris. Akibat pengaruh budaya Jawa-Hindu, seperti
ornamen candi yang ada di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Sedangkan corak-corak
hewan hanya digambarkan bagian tertentu tidak ditorehkan secara utuh.
Sedangkan motif pada batik pesisiran umumnya lebih bebas,
spontan, dan kasar cenderung imajinatif dan terlihat abstrak. Biasanya
terinspirasi flora dan fauna yang digambarkan secara lengkap, seperti bunga
atau kupu-kupu dengan kepala dan kaki. Maknanya sesuai budaya dari masing-masing
daerah.
Batik pedalaman umumnya menggunakan tiga warna dasar
yaitu indigo blue/wedelan (biru gelap), soga (cokelat seperti pohon soga), dan
putih atau putih kecokelatan (cream). Penggunaan warna-warna alam yang kalem
dan nggak mencolok sudah menjadi suatu keunikan tersendiri dalam pembuatan
batik pedalaman.
Pada batik pesisiran, warna-warna yang digunakan
mengikuti selera masyarakat luas yang bersifat dinamis dan cerah seperti merah,
biru, hijau, kuning, bahkan ada pula yang oranye, ungu, dan warna-warna muda
lainnya.
Batik pedalaman umumnya dikenakan sebagai nyamping
atau jarit (kain batik panjang) untuk acara resmi yang tetap mempertahankan
ukuran aslinya sekitar 2,5 x 1,1 meter. Penggunaannya bisa diwiru atau bisa
juga digunakan untuk kemben. Meski terkadang kita menemukan batik pedalaman
yang dijahit sebagai pakaian, namun penggunaannya lebih untuk acara pernikahan
atau acara resmi lainnya.
Sedangkan penggunaan pada batik pesisiran lebih sebagai
model pakaian dan busana modern. Dengan variasi yang begitu banyak seperti
gamis, dress, sampai pakaian model terbaru yang menggunakan motif batik.
Itu dia beberapa hal yang membedakan antara batik klasik dan pesisiran. Intinya, cara paling mudah untuk mengidentifitkasi apakah itu batik pedalaman dan batik pesisir adalah melihat variasi warna. Kalau
kombinasi warnanya cenderung gelap, bisa dipastikan kalau itu batik pedalaman.
Namun jika didominasi warna-warna cerah dan terang, berarti itu adalah batik
pesisiran.