Pernah lihat orang pakai baju yang “robek-robek tapi mahal”, atau atasan dengan potongan aneh di sana-sini? Mungkin itu bukan kebetulan atau kesalahan penjahit, melainkan bagian dari tren yang disebut Subversive Style. Gaya ini sebenarnya bukan sekadar tentang pakaian aneh, tapi lebih ke arah pernyataan, pemberontakan dan ekspresi diri yang menantang norma-norma fashion yang sudah ada. Intinya, kalau fashion pada umumnya bikin kita kelihatan rapi dan “sesuai”, gaya subversive ini justru ingin “mengacaukan” dan “membalikkan” ekspektasi itu.
Apa Sih Subversive Style Itu?
Kata “subversive” sendiri artinya adalah upaya untuk
mneggoyahkan atau menantang sistem yang sudah mapan. Nah, dalam dunia fashion,
ini diterjemahkan lewat pakaian yang sengaja didesain untuk melanggar aturan. Bayangkan saja: kalau
fashion biasanya tentang esempurnaan, kerapian, dan estetika yang mulus subversive style justru merayakan
ketidaksempurnaan, dekontruksi, dan hal-hal yang tidak lazim.
Beberapa elemen kunci yang sering muncul dalam gaya ini
meliputi:
·
Dekontruksi: Ini
semacam “membongkar” pakaian. Jahitan yang terbuka, kain yang sengaja dirobek
atau digunting, tapi yang tidak di-finishing,
atau bahkan potongan yang tidak simetris. Tujuannya bukan untuk membuat pakaian
itu jelek, tapi justru untuk memperlihatkan proses pembuatannya atau menantang
ide tentang “pakaian yang selesai”.
·
Siluet yang
Tidak Konvensional: Lupakan siluet yang mengikuti bentuk tubuh. Subversive style sering bermain dengan
proporsi yang ekstrem: bisa super kebesaran (oversized) hingga “tenggelam”, atau super ketat dengan potongan
yang mengekspos bagian tubuh secara tak terduga (bukan sekadar seksi, tapi
lebih ke arah artistik atau provokatif).
·
Material Tak
Lazim & Manipulasi Tekstil: Yang ini bukan cuma tentang katun
atau sutra. Bisa jadi ada penggunaan material industrial, kain yang diolah cara
kasar (dicuci luntur, diremas), atau kombinasi tekstur yang kontras. Tujuannya
menciptakan sensasi visual dan taktil yang berbeda.
·
DIY (Do It
Yourself) & Sentuhan Raw: Banyak
gaya subversive yang punya nuansa
buatan tangan, seolah-olah kamu sendiri yang memodifikasi pakaian itu. Yang
berarti menekankan individualitas dan menolak konsumsi fashion massal yang
seragam. Makanya seringkali ada elemen cut-out
atau ikatan tali yang terkesan “mentah”.
·
Estetika
Gelap & Dystopian: Seringkali
ada aura gelap, suram, atau seperti dari dunia pasca-apokaliptik. Warna-warna
netral yang kusam, monokrom, atau sedikit sentuhan gotik sering jadi pilihan,
memberikan kesan misterius dan memberontak.
Kenapa Ada
Gaya “Pemberontak “ di Fashion?
Gaya subversive ini
bukan Cuma soal tampil beda. Di baliknya ada beberapa alasan kuat:
1. Menantang Normal Sosial: Fashion
selalu menjadi cerminan masyarakan. Ketika ada gaya subversive, itu bisa menjadi bentuk kritik terhadap standar
kecantikan, kesopanan, atau bahkan system politik yang dianggap menindas.
2. Ekspresi Diri yang Autetik: Bagi
sebagian orang, subversive style
adalah cara untuk menunjukkan siapa mereka sebenarnya tanpa perlu mengikuti
tren umum. Ini adalah pernyataan bahwa mereka adalah individu yang unik dan
tidak mau terikat aturan.
3. Kritik terhadap Konsumerisme: Dengan
tampilan yang seringkali “rusak” atau “belum jadi”, gaya ini bisa jadi semacam
sindiran terhadap industri fashion cepat (fast
fashion) yang terus menerus memproduksi pakaian baru.
4. Seni dan Konseptual: Bagi desainer, ini adalah
ajang untuk bereksperimen, berpikir di luar kotak, dan menjadikan pakaian
sebagai medium seni yang bergerak.
Ikon dan Jejak Sejarahnya
Gaya subversive
bukanlah hal baru. Sepanjang sejarah fashion, selalu ada desainer dan gerakan
yang berani mendobrak.
·
Vivienne
Westwood dan Era Punk (1970-an): Ini mungkin contoh paling ikonik.
Pakaian punk dengan safety pins,
sobekan, rantai, dan aksesoris provokatif lainnya adalah bentuk penolakan
terhadap kemapanan dan kemewahan. Vivienne Westwood adalah maestro di baliknya.
·
Desainer
Avant-Garde Jepang (1980-an): Nama-nama seperti Rei Kawakubo (Comme de Garçons) dan Yohji Yamamoto mengubah pandnagan dunia
terhadap fashion dengan koleksi yang deconstructed,
asimetris, dan jauh dari siluet tubuh ideal yang lazim. Mereka mempopulerkan
estetika “anti-fashion” yang radikal.
·
Martin
Margiela (1990-an): Dikenal dengan deconstructed
yang ekstrem, Margiela sering membiarkan jahitan terbuka, menggunakan bahan
daur ulang, dan menantang definisi kemewahan dengan cara yang tak terduga.
·
Balenciaga
(Era Modern): Lebih spesifiknya di bawah arahan Demna Gvasalia, Balenciaga menjadi salah satu pionir gaya subversive kontemporer. Demna terkenal
dengan dekonstruksi ekstrem, proporsi yang absurd (misalnya hoodie super oversized), dan pengangkatan elemen “low-brow” (seperti tas belanja
IKEA atau kantong sampah) ke ranah high
fashion, seringkali dengan sentuhan ironi dan estetika dystopian. Ini adalah cara Balenciaga menantang definisi kemewahan
dan memprovokasi pemikiran tentang nilai dalam fashion.
Pada akhirnya, subversive
style adalah tentang keberanian
untuk berbeda. Ini adalah fashion bagi mereka yang melihat pakaian bukan
hanya sebagai penutup tubuh, tetapi sebagai kanvas untuk pernyataan pribadi,
kritik sosial, dan eksplorasi artistik. Kalau kamu bosan dengan yang itu-itu
saja, mungkin ini saatnya sedikit “memberontakan” lewat pilihan busanamu!