Adakah diantara kamu yang suka berburu baju bekas layak pakai alias nge-thrift? Beberapa tahun belakangan, budaya thrifting cukup menghebohkan pasar fashion lokal. Nggak cuma murah, banyak pakaian thrifting dari merk-merk ternama yang masih sangat layak pakai dijual dengan harga jauh dari pasaran.
Padahal namanya 'bekas' itu pasti adaa saja cacatnya. Entah noda, bekas keringat hingga hal yang paling berbahaya yaitu bakteri dan mikroorganisme penyebab penyakit.
Sudah tahukah kamu akah risiko tersebut? Coba simak ulasan berikut ini!
Menggunakan kembali barang bekas, termasuk pakaian, sudah menjadi tren global yang dikenal dengan istilah thrifting. Banyak orang terobsesi untuk membeli baju thrift alias baju bekas karena harganya yang terjangkau dan seringkali unik.
Namun, faktanya tumpukan baju yang menggiurkan itu bisa menjadi sarang bakteri serta mikroorganisme penyebab penyakit. Pakaian yang seharusnya melindungi tubuh, justru bisa menjadi ancaman sekaligus sumber dari berbagai jenis penyakit jika tidak ditangani dengan benar. Apalagi kalau baju hasil thrifting langsung dipakai tanpa dicuci terlebih dahulu.
Berikut beberapa risiko penyakit kulit yang mengintaimu:
1.
Kudis (Scabies)
Kudis
disebabkan oleh tungau kecil bernama Sarcoptes Scabiei yang dapat bertahan
hidup pada pakaian dan kain selama beberapa hari. Penularannya bisa terjadi
melalui kulit yang terinfeksi maupun pakaian yang terkontaminasi. Gejala kudis
berupa rasa gatal hebat, terutama pada malam hari, ruam, dan benjolan kecil.
2.
Dermatofitosis (Tinea atau Kurap)
Infeksi jamur ini menyerang kulit, rambut, serta kuku. Jamur dermatofit mampu bertahan lama pada kain, terutama dalam kondisi lembap. Penularan dapat terjadi melalui pakaian bekas atau pakaian yang dicoba orang lain di toko. Gejalanya berupa bercak merah yang gatal dan bersisik, dan bisa menyebar jika tidak diobati.
Baca Juga: |
3.
Herpes Simpleks
Meskipun
penularan utamanya melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, virus herpes
simpleks (HSV) bisa saja tertinggal di kain dan menular lewat
pakaian. Infeksi ini menyebabkan luka pada kulit atau area mulut dan alat
kelamin, tergantung jenis virusnya.
4.
Moluskum Kontagiosum
Penyakit kulit
ini dapat menimbulkan bintil-bintil kecil yang keras dan berbentuk seperti
kubah di kulit. Virus dapat menyebar melalui kontak langsung maupun lewat benda
dan pakaian yang terkontaminasi.
5.
Infeksi Bakteri (Impetigo)
Pakaian yang
terkontaminasi bakteri seperti Staphylococcus aureus atau Streptococcus
pyogenes bisa menularkan infeksi kulit seperti impetigo. Penyakit ini
ditandai dengan luka berisi cairan yang kemudian membentuk kerak. Bakteri
tersebut dapat hidup pada pakaian dan menular saat bersentuhan dengan luka
terbuka di kulit.
6.
Pedikulosis (Kutu)
Kutu kepala
dan kutu badan bisa menempel pada pakaian atau barang pribadi seperti topi dan
sisir. Kutu badan hidup di pakaian dan berpindah ke kulit untuk menghisap
darah. Gejalanya meliputi rasa gatal hebat dan luka akibat garukan. Infestasi
kutu sangat mudah menyebar dalam lingkungan yang padat dan lembap.
7.
Iritasi Kulit dan Alergi
Selain mikroba, pakaian baru seringkali mengandung bahan kimia seperti formaldehida yang digunakan untuk menjaga pakaian tetap bebas kerutan dan jamur selama pengiriman. Zat ini bisa menyebabkan iritasi atau reaksi alergi, terutama bagi mereka yang memiliki kulit sensitif.
Mencuci baju thrifting itu
wajib, loh. Walaupun terlihat bersih, namun kita tak pernah tahu siapa pemakainya
dan apa yang tersembunyi di balik seratnya. Baju tersebut berpotensi membawa
kuman, jamur, dan bahkan tungau dari pemilik sebelumnya atau baju lain.
Oleh sebab itu, mencuci adalah
cara paling efektif untuk menghilangkan debu dan bau apek, serta memastikan
pakaian tersebut benar-benar aman saat digunakan. Berikut cara mencuci baju
thrift yang benar:
·
Sortir
Pakaian dan lakukan pre treatment
Sebelum mencuci, sortirlah pakaian berdasarkan warna,
jenis bahan dan perhatikan label perawatannya. Pakaian berbahan wol, sutra,
atau rayon butuh perlakuan khusus agar tidak rusak atau menyusut.
Periksa juga tiap bagian pakaian apakah ada noda atau
area yang sangat kotor. Jika ada, oleskan cairan penghilang noda atau sedikit
sabun cuci piring dan tunggu selama 15 hingga 30 menit. Ini akan membantu
melonggarkan kotoran dari serat pakaian.
·
Rendam dengan disinfektan
Perendaman adalah kunci utama membunuh mikroorganisme
yang tidak terlihat. Isi baskom dengan air panas, lalu tambahkan cairan disinfektan
sebagai penghilang bau apek. Disini kamu bisa mengandalkan cuka putih atau
boraks (natrium tetraboarat). Detergen
yang mengandung antiseptik atau disinfektan juga bisa menjadi pilihan terbaik.
Rendam pakaian selama kurang lebih 30 menit untuk
meluruhkan kotoran, menghilangkan bau, serta membasmi jamur, bakteri, dan
tungau yang mungkin menempel di serat kain.
·
Cuci dengan Air Panas
Air panas adalah salah satu cara paling efektif untuk
membunuh bakteri, kuman, dan tungau. Periksa label pakaian dan pastikan bahan
bisa dicuci menggunakan air panas dengan suhu di atas 60°C. Jika jenis kainnya
tidak mendukung pencucian tersebut, gunakan siklus air dingin dan tambahkan disinfektan cair.
·
Jemur dan setrika
Sinar ultraviolet (UV) dari matahari adalah
disinfektan alami. Jadi, setelah mencuci, jemur pakaian di luar ruangan di
bawah sinar matahari langsung hingga benar-benar kering.
Langkah terakhir yang tak kalah penting yaitu menyetrika
pakaian. Panas dari setrika dapat membantu membasmi kuman yang mungkin masih
bertahan.
Meski thrifting memberikan
banyak keuntungan, seperti harga yang bersahabat dan pilihan busana yang unik,
ada risiko kesehatan yang tak bisa diabaikan jika tidak ditangani dengan benar.
Akan lebih baik kalau kamu mengurangi
rutinitas thrifting. Dan pertimbangkan
untuk membeli baju dan produk baru dari brand-brand lokal yang lebih terjamin
kebersihan serta keamanannya. Yuk, beli produk lokal!