Saku adalah bagian kecil dari pakaian yang sering kita anggap
sepele. Padahal, sejarahnya panjang dan sarat makna. Saku bukan hanya soal
fungsi menyimpan barang, tapi juga merefleksikan perbedaan sosial, budaya,
hingga gender. Dalam artikel ini, kita akan menelusuri bagaimana saku
berkembang: dari kantong sederhana yang diikat di pinggang hingga menjadi
elemen mode yang kita kenal sekarang.
Awal Mula:
Kantong Pinggang di Zaman Kuno
Sebelum saku dijahit langsung ke pakaian, manusia kuno
menggunakan kantong atau pouch yang diikatkan pada ikat pinggang. Penemuan
arkeologis seperti “Ötzi the Iceman” menunjukkan bahwa manusia purba membawa
pouch berisi benda penting untuk bertahan hidup. Kata "pocket"
sendiri berasal dari bahasa Prancis Kuno pouque,
yang berarti kantong kecil.
Abad ke-17:
Saku Masuk ke Pakaian Pria
Perubahan besar terjadi di Eropa abad ke-17 ketika desainer
mulai menjahit saku ke dalam pakaian pria seperti coat, rompi, dan celana.
Dengan cara ini, saku menjadi bagian permanen dari pakaian, tidak lagi berupa
kantong terpisah. Inovasi ini menandai lahirnya saku modern.
Wanita dan
Tie-On Pockets
Berbeda dengan pria, pakaian wanita pada periode yang sama
masih menggunakan tie-on pockets, yaitu kantong terpisah yang diikat di
pinggang dan tersembunyi di balik rok. Untuk mengambil sesuatu, wanita harus
merogoh lewat celah pada gaunnya. Ketika siluet rok semakin ramping di abad
ke-18 dan ke-19, kantong ini sulit disembunyikan. Akhirnya, tie-on pockets
digantikan oleh reticule, tas tangan kecil yang lebih sesuai dengan mode saat
itu.
Abad ke-19
hingga Awal Abad ke-20: Hilangnya Saku Wanita
Dengan berkembangnya mode yang menekankan siluet ramping dan
feminin, saku fungsional semakin jarang ditemui pada pakaian wanita. Christian
Dior bahkan pernah berkata, “Men have
pockets to keep things in, women for decoration.” Pernyataan ini
mencerminkan realitas bahwa saku pada pakaian wanita sering dianggap hanya
ornamen, bukan fungsi.
Namun, gerakan feminis dan Rational Dress Movement mulai
menuntut pakaian wanita yang lebih praktis, termasuk keberadaan saku. Perubahan
ini makin nyata saat Perang Dunia I dan II, ketika wanita bekerja dan
membutuhkan pakaian fungsional dengan saku yang sesungguhnya.
Era Modern:
Gender Pocket Gap
Hingga kini, ada fenomena yang dikenal sebagai gender pocket gap—perbedaan ukuran dan
fungsi saku pada pakaian pria dan wanita. Penelitian menunjukkan saku wanita
umumnya lebih kecil atau bahkan hanya sekadar hiasan, sementara pakaian pria
memiliki saku yang luas dan praktis. Hal ini sering dikritik sebagai bentuk
ketidaksetaraan dalam mode.
Beberapa brand kontemporer kini mulai merespons kritik
tersebut dengan menghadirkan pakaian wanita yang memiliki saku besar dan
fungsional, tanpa mengorbankan estetika. Saku pun kini dipandang bukan hanya
sebagai elemen praktis, tapi juga simbol kebebasan dan kontrol diri.
Perjalanan sejarah saku menunjukkan bahwa detail kecil pada pakaian ternyata memiliki cerita besar. Dari kantong pinggang manusia purba hingga pocket gap di era modern, saku selalu lebih dari sekadar tempat menyimpan barang. Ia adalah cermin perubahan sosial, budaya, dan bahkan perjuangan gender dalam dunia fashion.
Asal Usul Saku pada Pakaian: Dari Kantong Pinggang hingga Fashion Modern
Indonesia Menuju Kiblat Modest Fashion Dunia: Peluang dan Tantangan
Mengenal Multi Chanel Marketing, Strategi Kunci Bisnis Masa Kini
Kain Emboss: Tekstur Unik yang Bikin Tampil Berbeda
Sejarah dan Fakta YKK, Bukan Merk Resleting Biasa
Mini Bag, Micro Bag, dan Nano Bag — Serupa Tapi Tak Sama
Cultural Couture, Ketika Keberagaman Budaya Jadi Identitas Fashion Global
Avant-Garde: Seni, Fashion, dan Pemikiran di Luar Batas
Indonesia Menuju “Future Perfect”, Apa yang Harus Kita Lakukan?