Setiap jenis kain pasti memiliki sifat atau karakteristik yang berbeda dari kain yang lain. Hal ini akan mempengaruhi proses akan kain tersbut selanjutnya, baik dalam fungsional dan komersial. Sebelum kain dibuat menjadi garmen pada umumnya telah mengalami proses finishing sehingga memiliki sifat-sifat tertentu yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas garmen.
Sebagai contohnya dengan pemutihan (bleaching), mercerisasi (mercerizing-luster tinggi), pencelupan (dyeing) untuk mendapatlan kain berwana solid dan warna 2 tone maupun dengan cara pencapan (printing) untuk mendapatkan desain tertentu.
Misalnya dengan memberikan pelumas seperti perbaikan drape, kekakuan/stiffness, anti slip, resin finishing misalnya anti kusut maupun penyempurnaan dengan cara mekanik seperti sanforisasi.
Seperti penyempurnaan dengan resin untuk mendapatkan kain wash and wear, ketahanan, dan stabilitas dimensi.
Misalnya penggunaan resin finishing seperti tahan api, anti air, dan ketahanan jamur.
Untuk mendapatkan sifat/karakteristik dari kain tersebut diperlukan pengujian. Berikut jenis-jenis pengujian pada kain:
Pengukuran kilau (luster) dapat dilakukan dengan cara membandingkan kilau kain katun yang sudah mengalami proses merserisasi yaitu kilau akan lebih tinggi daripada yang belum mengalami proses merserisasi.
Untuk lebih meyakinkan adanya peningkatan kilau kain, secara tidak langsung dapat dilakukan uji laboratorium yang relevan yaitu uji Deconvolution dan Microscopik dan uji Barium Activity Number (BAN). Makin tinggi nilainya, maka lusternya makin tinggi.
Pengujian ini dilakukan dengan cara mengamati dibawah mikroskop terhadap pembukaan puntiran fiber yang diuraikan dari mercerized fabric dibandingkan dengan fiber yang unmercerized dinyatakan dalam persen.
Uji microscopy
Pengujian dilakukan dengan mengamati penampang melintang serat yang belum di merser (bentuk kacang) dibandingkan dengan kain yang telah dimerser (bentuk bulat).
Pengujian dilakukan dengan cara memasukan katun yang telah dimerser ke dalam larutan barium hidroksida. Banyaknya larutan yang terserap dihitung dengan cara menitrasi larutan barium hidroksida yang tertinggal dalam larutan (tidak terserap) dengan asam klorida. Nilai BAN mercerized cotton 115-130.
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur cahaya yang dipantulkan dari white fabric dengan menggunakan Whiteness Meter (Spectrophotometer). Makin tinggi whiteness fabric, maka makin banyak cahaya yang dinaikan.
Pengujian dilakukan dengan cara menghitung A E warna hasil pengukuran cahaya yang dipantulkan oleh kain berwarna pada panjang gelombang tertentu menggunakan spectrophotometer dibanding dengan cahaya yang dipantulkan oleh standart kain berwarna.
Pengujian dilakukan dengan cara pengamatan langsung (visual) terhadap ketidaktepatan batas desain (menjorok kedalam atau keluar dari batas desain seharusnya).
Pengujian dapat dilakukan dengan metode yang dikembangkan oleh Thr Fabric Research Laboratories of USA yaitu menggabungkan karakteristik lusi dan pakan yang akan memberikan”tekukan” apabila kain digantung dalam gantungan berbentuk lingkaran (cincin) atau dapat juga dilakukan dengan menggunakan metode Drape Tester.
Pengujian dilakukan dengan cara mengamati drape yang terjadi apabila fabric (test specimen) berdiameter 25 cm disangga oleh cakra berdiameter 12,5 cm. nilainya dapat ditentukan sebagai perbandingan antara selisih luas proyeksi dengan luas cakram terhadap selisih luas test specimen dengan luas cakram. Makin tinggi nilai perbandingan, maka makin baik drapenya.
Pengujian dilakukan dengan cara melakukan test specimen berdiameter 25 cm pada landasan uji sehingga titik pusatnya berada pada titik tengah landasan uji.
Setelah Draper Tester dijalankan, maka nilai drape dapat dibaca pada layarnya. Makin besar nilai drape, berarti makin jelek drapenya.
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur test specimen dengan ukuran tertentu, baik untuk yang megalami treatment maupun yang tidak melakukan treatment dengan larutan jamur dalam waktu tertentu. Langkah selanjutnya diambil dan diukur kekuatannya.
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan perubahan kekuatan terhadap test specimen yang tidak mengalami treatment dalam larutan jamur.
Pengujian dilakukan dengan meletakan test specimen berukuran 2,5 x 50 cmarah warp maupun arah pakan pada bidang datar. Kemudian digeser melampaui bidang datar tersebut sampai ujungnya tepat menyentuh bidang dengan kemiringan 41,50 terhadap bidang sebelumnya.
Penilaian dilakukan dengan mengukur panjangnya test specimen yang menjulur, makin pendek makin kaku.
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur sudut dari kain yang dilipat setelah diberi beban dengan berat tertentu menggunakan Wrinkle Recovery Tester.
Hasil yang baik minimal bernilai 1250.
Pengujian dilakukan dengan cara mengukur perbandingan selisih panjang (lebar) sebelum dan sesudah proses 5 kali pencucian, terhadap panjang atau lebar kain sebelum pencucian yang dinyatakan dalam persen.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan Diagonal Flameability Tester (450). Hal ini dilakukan dengan cara mengukur waktu saat mulai terbakar dan laju pembakarannya yang dinyatakan dalam detik.
Makin lambat laju pembakaranya maka makin baik flame resistancenya.
Pengujian dilakukan dengan cara meletakan test specimen yang telah mengalami 5 kali pencucian pada permukaan yang rata, kemudian diamati tentang perubahan bentuk permukaannya (texture). Kemudian dinilai dengan cara membandingkannya dengan Standart Pembanding. Nilai terjelek dari jenis pengujian iniadalah 1 dan terbaik 5.