Dalam dunia fashion, wool dikenal
sebagai salah satu jenis kain yang paling berharga. Tak heran jika bahan ini
kerap dimanfaatkan dalam produksi beragam model busana. Khususnya baju hangat
seperti turtle neck, sweater, hoodie, jas, blazer, sarung tangan, beanie har
serta keperluan lain.
Meski lebih populer di negara-negara beriklim sub-tropis, busana berbahan kain wol tetap fleksibel untuk berbagai musim karena kemampuan penyesuaian termalnya. Yuk, mengenal lebih dekat mengenai sejarah perkembangan wool serta kelebihan dan kekurangannya!
Wool adalah serat alami yang
diperoleh dari pengolahan bulu hewan. Ia termasuk kelompok protein yang dikenal sebagai keratin. Bahan dasar protein membuat sifat
kimiawi serat wol berbeda dari kapas maupun serat tumbuhan lain, yang berbasis
selulosa. Struktur fisik dan kimiawi
wol yang sangat kompleks telah berevolusi selama jutaan tahun untuk melindungi
domba dari cuaca ekstrem.
Serat wol memiliki komposisi heterogen yang terdiri dari asam amino dan gugus karboksil asam. Kombinasi tersebut bertanggung jawab atas sifat fleksibilitas, elastisitas, ketahanan dan sifat pemulihan kerut yang baik. Hal ini juga memungkinkannya penyerapan kelembapan dan bahan pewarna secara maksimal.
Sumber: https://www.gschneider.com/
Kain wool pertama kali ditemukan di sebuah rawa yang ada di Denmark, dan diperkirakan berasal dari tahun 1500 SM. Meskipun domba telah didomestikasi (dari hewan liar jadi peliharaan/budidaya) sejak 11.000 SM. Akan tetapi, pemanenan dan pengolahan serat wol baru terdeteksi sekitar 1900 SM, saat Inggris mengembangkan teknologi pemintalan dan pertenunan.
Pemanfaatan kain wol sebagai bahan pakaian diprakarsai oleh bangsa Romawi pada tahun 50 M. Mereka mendirikan pusat produksi wol di kawasan yang sekarang bernama Winchester, Inggris. Selang 10 tahun kemudian, kain wol mulai mendominasi industri. Pameran wol di kota-kota di seluruh Eropa menjadikannya sebagai komoditas ekspor utama serta penggerak ekonomi Inggris dan Kerajaan Castile.
Perang dan invasi negara-negara tetangga membuat penenun wol berbakat pindah atau diperbudak. Penenun Flemish bermigrasi ke Inggris karena invasi Spanyol. Sedangkan penenun Yunani dikirim ke Italia secara paksa setelah wilayahnya dikuasai Norman. Hal itu memunculkan sentra baru produksi kain wol.
Babak baru peradaban ekonomi serat wol dimulai saat Kerajaan Inggris membangun peternakan domba di Australia. Dimana untuk pertama kalinya (setelah larangan ekspor domba dihapuskan), domba Merino dibiakkan secara selektif guna memproduksi wol terbaik. Hamparan lahan penggembalaan yang begitu luas membuat populasi domba di Australia meledak dalam beberapa dekade. Hingga akhirnyam negara ini didapuk sebagai ibukota wol dunia.
Produksi wol menjadi industri tekstil paling penting dari segi volume maupun nilai hingga penemuan serat sintetis di pertengahan abad ke-20. Kemunculan tekstil yang lebih murah, mudah dicuci, dan terasa lembut di kulit mengakibatkan penurunan produksi wol secara besar-besaran.
Industri wol di seluruh dunia mengalami penurunan hingga lebih dari 50% sejak tahun 1960. Salah satunya karena banyaknya alih fungsi lahan menjadi peternakan sapi dan penanaman kapas. Dengan serat yang lebih murah dan meningkatnya biaya dalam industri, wol bertransformasi menjadi bahan eksklusif untuk pasar barang mewah.
1. Halus
dan lembut
Serat wol terkenal
sangat halus, memungkinkannya melengkung secara dramatis dan terasa lembut saat
bersentuhan dengan kulit.
2. Elastis
dan tidak mudah berkerut
Elastisitas
alami serat wol membantu pakaian meregang saat digunakan, namun dapat kembali
ke bentuk aslinya. Tiap helai serat wol seperti pegas melingkar yang akan mengalami
restorasi setelah dilipat maupun ditekuk. Ini memberikan ketahanan baik baju
wol terhadap kerutan atau kusut.
3. Breathable
Serat dari
bulu hewan ini dapat menyerap cairan dalam jumlah besar dan menguapkannya ke
udara. Itulah kenapa pakaian wol tetap nyaman digunakan saat cuaca panas maupun
dingin yang ekstrem.
4.
Termoregulasi
Tak seperti kain sintetis, wool adalah serat aktif yang
bereaksi terhadap perubahan suhu tubuh. Sehingga pemakainya tetap merasa hangat
ketika cuaca dingin dan sejuk saat cuaca panas.
5. Anti-statis
Karena
kemampuan menyerap cairan yang dimilikinya, serat wol cenderung tidak
menciptakan listrik statis. Sehingga kecil kemungkinannya untuk melekat secara
tidak nyaman pada tubuh dibandingkan kain sintetis serta bahan lain.
1. Terasa berat
Karena kemampuannya menyerap air cukup tinggi, wol
bisa menjadi berat ketika basah dan butuh waktu lama untuk mengeringkannya. Selain
cepat bereaksi pada cairan, wool juga mudah menyerap bau. Sehinggga harus
disimpan di tempat yang kering dan bersih.
2. Rentan susut
Wol sangat rentan terhadap penyusutan, terutama jika
dicuci menggunakan air panas atau mesin cuci. Perputaran dan suhu panas menyebabkan
serat saling mengunci dan mengecil (disebut felting).
3. Butuh Perawatan Khusus
Wol tidak bisa dicuci sembarangan. Penggunaan deterjen
biasa atau mesin cuci bisa merusak strukturnya. Sehingga kain wol harus dicuci manual
menggunakan deterjen berformulasi lembut atau dry clean.
Serat wool juga juga tidak tahan terhadap sinar
matahari langsung dalam waktu lama karena bisa membuat warnanya memudar dan
serat menjadi rapuh.
4. Harga Relatif Mahal
Di pasaran, harga benang, kain, ataupun pakaian berbahan dasar wool cenderung lebih mahal. Terutama jenis wol berkualitas tinggi seperti merino atau cashmere (kashmir).