Sebagai
satu-satunya provinsi yang memegang Hak Keistimewaan, budaya dan tradisi masih
begitu hidup dalam keseharian masyarakat Jogja. Selain memiliki keraton aktif
dan dipimpin oleh seorang Sultan, upaya pelestarian budaya Yogyakarta masih terus
dilakukan. Salah satunya melalui kebijakan penggunaan busana tradisional setiap Hari Kamis Pon bagi pelajar dan Aparatur
Sipil Negara (ASN).
Jauh
sebelum penetapan tersebut, Pemerintah DIY sempat menginstruksikan penggunaan
kebaya pada hari kamis Pahiing. Namun selang beberapa tahun, akhirnya kebijakan
ini diubah sesuai sejarah kelahiran provinsi Yogyakarta. Bagaimana faktanya?
Simak ulasan berikut ini, yuk!
Sebelum beralih ke Kamis Pon, Kamis Pahing lebih dulu dipilih sebagai hari wajib mengenakan pakaian tradisional di Yogyakarta. Walaupun sempat diubah namun kedua hari tersebut sama-sama menyimpan nilai filosofis dan historis yang kuat.
Sumber: https://smkn1gedangsari.sch.id/
Kebijakan penggunaan baju adat di Yogyakarta dimulai sejak tahun 2014. Tepatnya setelah terbitnya Keputusan Wali Kota Yogyakarta nomor 173 tahun 2014 bahwa setiap Kamis Pahing diperingati dengan penggunaan pakaian tradisional Gagrak Yogyakarta. Peraturan tersebut berlaku untuk pelajar dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajaran Pemerintah Kota Yogyakarta.
Dalam
tradisi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kamis Pahing merupakan hari keramat dan penuh makna. Karena hari tersebut
diyakini sebagai weton atau hari
kelahiran Sri Sultan Hamengkubuwono X, pemimpin sekaligus simbol budaya
adat Jogja. Kamis Pahing pun dimaknai sebagai hari istimewa dan sangat
dihormati, terutama di lingkungan keraton dan masyarakat yang menjunjung
nilai-nilai budaya Jawa.
Secara
spiritual, Kamis Pahing dalam penanggalan Jawa dianggap menyimpan aura khusus.
Pemilihan hari berpakaian adat di Yogyakarta pada tersebut dimaksudkan untuk:
Awal
tahun 2024 menjadi titik balik penggunaan busana tradisional Yogyakarta dari
kamis pahing ke kamis pon. Hal tersebut didasarkan pada Surat Edaran Gubernur
Daerah Istimewa Yogyakarta No. 400.5.9.1/40 tanggal 8 Januari 2024. Berisi ketentuan
penggunaan pakaian gagrak kini diberlakukan setiap Kamis Pon, bukan lagi Kamis
Pahing.
Pemilihan Kamis Pon sebagai Hari Berbusana Adat Yogyakarta didasarkan pada peristiwa bersejarah yang terjadi tanggal 13 Maret 1755. Hari dimana Pangeran Mangkubumi mendeklarasikan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat setelah Perjanjian Giyanti, yang membagi wilayah Mataram Islam menjadi dua: Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Deklarasi ini menandai lahirnya Yogyakarta sebagai entitas politik dan budaya yang mandiri. Dalam penanggalan Jawa, 13 Maret 1755 bertepatan dengan hari Kamis Pon.
Atas dasar itulah akhirnya, hari berpakaian adat Jogja diganti dari kamis pahing ke kamis pon. Tujuan utama peralihan tersebut, diantaranya yaitu:
Dalam
praktiknya, penggunaan pakaian adat gagrak Jogja ini tidak hanya diikuti oleh
kalangan pegawai dan pelajar. Ada beberapa pasar tradisional di Jogja yang
mewajibkan para pedagangnya untuk ikut serta mengenakan baju tradisional.
Pakaian
yang dikenakan adalah pakaian tradisional gagrak Jogja. Siapapun harus
menggunakan pakaian sesuai aturan, diantaranya yaitu:
·
Kaum pria wajib memakai surjan sedangkan wanita
harus berkebaya.
·
Tidak boleh menggunakan jarit motif parang besar
·
Atasannya juga tidak boleh bermotif bunga karena
identik dengan pakaian keluarga Kraton.
·
Sebagai alternatif, masyarakat bisa mengenakan
baju lurik dengan beragam pilihan warna.
Dengan
mengenakan busana adat setiap Kamis Pon, pelajar dan ASN tidak hanya menunjukkan
kepatuhan terhadap kebijakan daerah, tetapi juga berpartisipasi aktif menjaga kekayaan
Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Cintai Negerimu, Cintai Budayamu!