BULETIN TEKSTIL.COM/
JAKARTA –
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita memberitakan kabar gembira di
tengah pandemi bahwa kinerja pembangunan sektor industri pada triwulan dua
tahun 2021 memperlihatkan kenaikan sebesar 6,91%, sejalan dengan pertumbuhan
ekonomi nasional sebesar 7,07%. Sayangnya, di antara berbagai sektor, industri
Tekstil dan Produk Tekstil atau TPT justru menjadi sektor yang paling terpuruk.
Sektor tekstil sendiri merupakan
salah satu sektor yang sangat penting di Indonesia. Bappenas pada pertengahan
tahun ini juga meluncurkan hasil studi mengenai potensi manfaat ekonomi, sosial
dan lingkungan dari penerapan ekonomi sirkular di Indonesia yang dilaporkan
sangat menjanjikan, salah satunya di sektor tekstil.
Sebagai contoh, penerapan ekonomi
sirkular di sektor ini dilaporkan dapat membantu menciptakan dampak ekonomi
sebesar 24 triliun rupiah, 200,000 lapangan pekerjaan, mengurangi emisi CO2
sebesar 16 juta ton dan penghematan air sebesar 1,3 miliar kubik sampai 2030.
Di sisi lain, konsumen juga diuntungkan dengan adanya produk yang awer, tahan
lama dan inovatif serta dapat meningkatkan quality of life karena dapat
menciptakan lingkungan yang minim sampah dan rendah polusi.
“Kami di Kementerian Perindustrian
terus mendukung pengembangan sustainable fashion sebagai komitmen dalam
mendukung circular economy dan pemenuhan terhadap produk serta proses produksi
yang ramah lingkungan. Sustainable fashion sebagai bagian dari industri hijau
telah dituangkan dalam peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2021 tentang
penyelenggaraan bidang perindustrian serta telah diterapkan atau dituangkan
dalam roadmap making Indonesia 4.0 dalam RIPIN dan KIN 2020-2024 dengan fokus
pada industri recycle polyester, staple fiber, yang berasal dari plastik botol
bekas serta pengembangan renewable dan sustainable fiber rayon, dengan tracable
woods, sustainable forestry dan eco-friendly production,” ujar menteri
perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Sejalan dengan itu, Presiden IBCSD
Shinta Kamdani berujar bahwa sektor tekstil memainkan peran penting dalam
perekonomian Indonesia. Dari data kajian ILO, sekitar 4,2 juta orang bekerja di
sektor industri ini dan 78 persen di antarannya adalah perempuan.
“Menurut data dari Kementerian
Perindustrian, terdapat 323 perusahaan garmen yang terdaftar di Kementerian
Perindustrian, sehingga Indonesia termasuk salah satu negara penghasil tekstil
terbesar serta eksportir tekstil dan pakaian jadi terbesar di dunia serta menyumbang
PDB dari sektor industri pengolahan non migas sebaesar 6,93%,” katanya.
Selain Shinta Kamdani, dalam
diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Indonesia Business Council for
Sustainable Development (IBCSD), yang bertajuk “National Dialogue: Assessing
the Readiness for Circularity in Indonesia Textile and Garment Industry” itu
hadir pula Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah,
dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Vivien menjabarkan bahwa sampah tekstil adalah masalah sekaligus
potensi yang dapat didayagunakan. Data Agustus 2021 dari 292 kabupaten
menunjukkan bahwa ada 1,7 juta ton sampah tekstil pertahun. Pendekatan circular
economy dapat menjadi kunci mengentaskan permasalahan ini.
“Konsep dasarnya adalah persoalan
sampah dapat diselesaikan sebagai sumber daya tetapi pertumbuhan ekonomi dapat
tumbuh dengan baik. Ini sejalan dengan Pak Menteri Perindustrian tadi.
Perubahan perilaku menjadi hal yang paling penting. Kemudian teknologinya daur
ulang atau guna ulang,” sebut Vivien.
Deretan panelis lain yang
merupakan ahli dalam bidang sirkulariti juga hadir dalam diskusi tersebut,
antara lain: Amalia Adininggar Widiasanti, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber
Daya Alam, Kementerian PPN/BAPPENAS; Elis Masitoh, Direktur Industri Tekstil,
Kulit, dan Alas Kaki, Kementerian Perindustrian; serta Gabriela Constantinou,
Project and Research Danish Lifestyle & Design Cluster. Dimoderatori oleh
Subkhan J. Hakim, Editor in Chief DEWI Magazine, acara yang dihadiri oleh
ratusan peserta tersebut juga dihadiri tiga penanggap yang tidak kalah menarik,
yaitu: Aryenda Atma, Founder Pable; Anya Sapphira, Program, Stakeholder
Engagement and Public Affair Manager Production Office Indonesia; serta Basrie Kamba,
Direktur Asia Pacific Rayon.
“The whole textile industry ini
akan berubah dan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Seperti
digambarkan juga oleh Ellen Mc Arthur Foundation dengan analisis dari McKinsey,
circular economy is the new textile economy. Kami di industri paling hulu dan
sepanjang supply chain saya kira sangat komitmen untuk gerakan ini,” ujar
Basrie Kamba saat merangkum dan menanggapi diskusi nasional pertama terkait
sirkulariti di industri fashion itu.
Diharapkan melalui diskusi seperti ini, kesadaran pelaku industri garmen dan tekstil di Indonesia atas penerapan prinsip-prinsip berkelanjutan dapat semakin meningkat. Dengan begitu, aksi kolaborasi dari sektor industri, pemerintah, masyarakat dan lainnya dapat terbentuk hingga Indonesia pada akhirnya dapat memiliki industri fashion yang berkelanjutan.
Sumber Berita: buletintekstil.com