BahanKain.com - Tanggal 3 Maret lalu merupakan sebuah hari bersejarah dalam perkembangan sarung Indonesia. Sebagaimana tanggal 2 Oktober yang diperingati sebagai hari Batik Nasional, tanggal 3 Maret dikenal dengan hari Sarung Nasional. Namun bedanya hingga saat ini sarung khas Indonesia masih belum di klaim sebagai milik Indonesia yang seutuhnya.
Padahal jika ditelisik lebih jauh, sarung Indonesia merupakan warisan budaya yang digunakan secara turun-temurun oleh mayoritas suku yang mendiami bumi nusantara ini. Bahkan mereka menganggap sarung sebagai busana adat, identitas dan jati diri yang juga menyimpan nilai-nilai dan filosofi. Mulai dari Sarung Bali, Sarung Jawa, Sarung Sumatra, Sarung Bugis, Sarung Maluku dan masih banyak lagi. Salah satu jenis kain sarung yang tak kalah populer karena keunikannya adalah sarung Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan, lebih tepatnya kota Makassar.
Bagi masyarakat Bugis, sarung Bugis tak hanya sekedar busana adat daerah, namun juga merupakan sarana penyelesaian masalah diantara dua orang yang sedang berselisih. Orang bugis menamai tradisi ini dengan sebutan Sigajang Laleng Lipa. Untuk menyelesaikan sebuah perkara dengan tradisi ini, dua orang yang berselisih akan saling berhadapan dan beradu otot dalam balutan satu sarung. Karena keunikannya, budaya Sigajang Laleng Lipa ini sempat diangkat dalam sebuah film layar lebar dengan judul Tarung Sarung pada tahun 2020. Bagi masyarakat Bugis, sarung merupakan salah satu Simbol Perdamaian dan Persaudaraan.
Baca Juga: 13 Kain Tradisional Indonesia Yang Terkenal Luar Biasa Indah |
Menurut buku karya Adi Kusrianto, yang berjudul “Sarung Tenun Indonesia”, budaya menenun kain di Sulawesi mulai berkembang pada tahun 1400 dengan corak garis vertikal dan horisontal. Hingga pada tahun 1600 berkembanglah corak kotak-kotak seiring dengan masa kejayaan Islam di Sulawesi Selatan. Meski begitu, masyarakat Suku Bugis memiliki Sarung Tenun yang berbeda dengan Sarung tenun Jawa.
Tradisi membuat tenunan hand loom dengan benang yang berasal dari material yang ada di alam sekitar mereka, membuat masing-masing daerah di pulau ini memiliki selera corak serta warna-warni yang khas.
Sarung bahkan menjadi sebuah busana adat sejak bayi yang baru lahir, bantal dan alas tidur yang berlapiskan kain sarung. Pada upacara pernikahan mempelai wanita mengenakan baju bodo dan kain sarung, sedangkan pengantin pria mengenakan jas dan sarung. Hingga saat seseorang dari Suku Bugis meninggal, maka sebagai tradisi kerandanya pun ditutup menggunkan kain sarung.
Penggunaan sarung pada pakaian tradisional Bugis merupakan sebuah tradisi secara tradisi turun temurun. Awalnya, benang yang akan ditenun dibentangkan diatas tikar lalu ditaburi pasir dan diasapi dengan dupa sembari dibacakan do’a. Sesaat sebelum ditenun, benang tersebut dimasukkan ke dalam periuk nasi agar memperoleh berkah.
Baca Juga: |
Selain itu, dalam ketentuan adat Bugis sebuah rumah tangga wajib ada beberapa lembar sarung yang digunakan dalam kegiatan di lingkungan keluarga maupun pergaulan luar. Jika dilihat dari fungsinya, kain sarung bugis dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Kain Sarung Lipa Tinro (untuk digunakan di rumah)
Lipa Tinro merupakan jenis sarung yang wajib dan menjadi prioritas utama untuk disodorkan oleh tuan rumah. Sarung Lipa tinro ini terbuat dari benang katun sehingga memiliki karakteristik kain yang luwes dan sangat mudah melekat pada badan pemakainya. Jenis sarung satu ini digunakan saat berada di lingkungan rumah.
Penggunaan sarung untuk berinteraksi dengan orang-orang serumah maupun di luar rumah membuat mayoritas masyarakat Bugis memilih corak-corak yang menarik. Sarung ini dipergunakan layaknya sebuah baju. Desain sarung lipa tinro ini berupa kombinasi dari berbagai permainan warna, corak serta motif tumbuhan.
Meski termasuk kain tradisional yang dengan nilai seni yang sangat tinggi, proses pembuatan kain Lipa Tinro ini tak lepas dari pengaruh modernisasi tekstil. Sarung lipa tinro kini yang kini tak lagi berasal dari tenunan tangan melainkan buatan mesin-mesin tenun di pabrik tekstil.
Salah satu alasannya adalah harga sarung tenun tangan yang cenderung lebih mahal, sementara itu kebutuhan sarung untuk di rumah atau di luar rumah ini lebih banyak dan bervariasi. Tak heran jika saat ini sarung Lipa Tinro banyak yang dihasilkan dari teknik cap maupun printing dengan meniru motif-motif sarung tradisional.
2. Sarung Mandi Lipa Cemme (pengganti handuk)
Sarung Mandi Lipa Cemme merupakan jenis sarung bugis yang berfungsi sebagai peralatan mandi pengganti handuk. Jika kebanyakan dari kita lebih suka mengeringkan badan dengan handuk sehabis mandi, maka berbeda dengan mayoritas masyarakat Suku Bugis. Orang-orang Bugis merasa lebih nyaman ketika selesai mandi dan langsung membungkus badan dengan sarung berbahan katun (tenunan benang kapas) yang mempunyai daya serap tinggi.
Sarung ini membuat kesegaran air mandi tidak serta merta lenyap seperti saat menggunakan handuk. Bahkan para wanita Bugis juga suka mandi dengan berbalutkan sarung meskipun mandi kamar mandi pribadi.
3. Lipa Sempajang atau Lipa Sob’be Are (Sarung Shalat)
Lipa Sempajang atau Lipa Sob’be Are adalah satu-satunya sarung yang terbuat dari bahan, corak dan motif yang berbeda dengan 2 jenis sarung sebelumnya. Sarung Lipa Sempajang ini terbuat dari kombinasi antara benang katun dengan benang sintetis yang berwarna. Benang sintetis warna ini berfungsi untuk memunculkan corak dan motif pada sarung.
Ada pula sarung shalat yang terbuat dari bahan benang sutera. Meskipun penggunaan bahan sutera ini masih menjadi sebuah perdebatan di ruang lingkup masyarakat Bugis.
Ajaran Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Bugis masih menempatkan keberadaan sarung sutera dalam persoalan mutasyabihat (hukum yang tidak jelas). Ada yang menganggapnya haram, ada yang menghalalkan, adapula yang memberi hukum jaiz (mungkin).
Bagi tuan rumah yang mampu, biasanya sarung shalat yang disodorkan adalah hasil tenunan tradisional. Sedangkan untuk masyarakat lainnya lebih sering menggunakan sarung pabrikan yang masih baru atau relatif baru.
4. Sarung Senggama (Khusus untuk pasangan suami istri)
Sarung Senggama hanya boleh digunakan oleh pasangan suami isteri saja. Seperti jenis-jenis sarung Bugis lainnya, sarung senggama juga sering digunakan untuk keperluan upacara ritual. Tak hanya itu, jenis sarung satu ini juga kerap menjadi sebuah hadiah perkawinan untuk mempelai wanita dari mempelai pria.
Begitulah keunikan sarung Bugis dengan berbagai corak dan fungsinya masing-masing. Indonesia memang benar-benar kaya akan budaya dan adat istiadat yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Nah, jika Sahabat Bahankain sedang mencari supplier benang untuk kebutuhan tenun, atau berbagai jenis bahan kain serta perlengkapan hotel, BahanKain.com Textile Wholesale Indonesia bisa menjadi pilihan terbaik untuk Anda.
Kami menjual benang tenun yang terbuat dari berbagai material seperti katun, TC, sutra dan rayon. Kami juga menjual kain mori, linen, sutra, Bemberg, bahan busana muslim, serta kain mentah atau greige (kain blacu). Untuk kategori perlengkapan hotel (home textile), kami menyediakan sprei dan handuk dengan ukuran yang bervariasi.
Cek produk-produk kami klik Disini.