Keputusan pemerintah menaikan
harga BBM Pertalite dan Solar langsung membawa dampak besar di berbagai sektor produksi, terutama
industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Sejumlah pengusaha tekstil pun khawatir
naiknya harga bahan bakar minyak (BBM), jenis Pertalite dan Solar hingga lebih
dari 30% akan menurunkan daya beli masyarakat. Bahkan mengancam keberlangsungan
industri tekstil maupun garmen.
Redma Wirawasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen (APSyFI) mengatakan bahwa kenaikan harga BBM ini sangat mempengaruhi logistik perusahaan yang operasionalnya mengandalkan Solar dan Pertalite. Harga barang pun semakin mahal dan kalau sudah seperti itu pasti daya beli masyarakat akan ikut menurun.
“Cuman yang jadi masalah bukan
hanya itu saja, yang lebih kami risaukan adalah daya beli masyarakat, karena
logistik semua naik, semua harga jadi naik, terutama harga pangan,” ungkapnya.
Sebagai kebutuhan pokok harian,
masyarakat pasti akan lebih banyak dan fokus mengeluarkan uang yang dimiliki
untuk membeli pangan ketimbang hal lainnya, seperti produk dari serat maupun benang.
“Pelemahan daya beli ini yang
kami khawatir, karena mereka pasti bakal fokus ke pangan. Akhirnya konsumsi tekstil
bisa menurun,” lanjutnya.
Redma mengungkapkan bahwa sebelum adanya kenaikan BBM, minat pasar tekstil sudah mengalami penurunan selama Agustus 2022 karena pasar yang dikuasai oleh barang-barang impor. Dia juga menyampaikan, beberapa pengusaha telah melakukan stop produksi. Akibat stok yang biasanya habis dalam dua minggu kini sudah menumpuk hingga cukup untuk satu bulan.
“Ya kalau sudah cukup untuk stok
satu bulan, kita nggak ada cadangan cash flow beli bahan baku, kalau yang di
hulu nggak bisa terjual,ya terpaksa kita stop produksi,” paparnya.
Dengan demikian, adanya keputusan
pemerintah yang menaikkan BBM, sudah pasti semakin mengancam industri tekstil
yang telah lebih dahulu tertekan oleh produk impor. Sekretaris Jenderal
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rahman juga khawatir akan
ancaman penurunan daya beli TPT. Rizal pun berharap harga BBM terutama solar bisa
kembali seperti sebelumnya.
“Kenaikan harga BBM pasti berdampak, terutama soal logistiknya, karena harga Solar naik. Berharap sebenarnya jangan naik karena kondisi belum sepenuhnya membaik,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, per 3
September 2022 tepatnya pukul 14.30 harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000/liter. Lalu
dibarengi kenaikan harga solar subsidi yang awalnya Rp 5.150 jadi Rp
6.800/liter. Pertamax juga ikut naik dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500/liter.
Menanggapi kenaikan harga BBM tersebut, Wakil Ketua III Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan bahwa dampaknya
akan bersifat universal untuk semua sektor dan usaha, tergantung skala usahanya.
“Dampak kenaikan BBM bersifat
universal untuk semua sektor dan skala usaha. Kalaupun tidak terpengaruh secara
langsung di overhead cost seperti pada komponen beban logistik/transportasi,
hampir semua pelaku usaha akan terkena dampak dari sisi penyesuaian/penurunan
daya beli masyarakat,” jelasnya,
Sebagai contoh, di sektor jasa,
kemungkinan besar yang terkena dampak besar hanya sektor transportasi,
logistik, jasa perjalanan/pariwisata, atau sektor perdagangan. Terlepas dari
semua itu, dampak kenaikan harga BBM ini akan mulai terlihat dalam satu hingga
dua bulan ke depan sekaligus memantau kondisi inflasi akibat keputusan
pemerintah ini.
“Perusahaan juga banyak yang perlu test the water baik untuk menahan kenaikan harga jual maupun menaikkan harga jual guna memastikan efeknya terhadap kinerja perusahaan dapat dimitigasi,” pungkasnya.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 21