Bahankain.com – Dalam peradaban
manusia, bahan tekstil dikenal sebagai material dasar dalam pembuatan pakaian
dan kebutuhan sandang lainnya. Hal tersebut sudah dikenal oleh umat manusia
sejak ratusan tahun yang lalu dari mulai ditemukannya fungsi dasar pakaian
dalam kehidupan sosial manusia.
Seiring modernisasi, kebutuhan aspek
fungsional dasar tekstil mengalami banyak perkembangan. Hal tersebut dibuktikan
dengan peningkatan kebutuhan pasar akan functional apparel maupun technical
textile. Salah satu contoh dari functional apparel adalah tekstil
fotokromik yang telah dipelajari oleh para peneliti sejak tahun 1900-an.
Layaknya lensa photochromic, tekstil
fotokromik adalah bahan tekstil yang bisa mengalami perubahan warna akibat
terkena foton atau cahaya ultra violet (UV).
Penambahan pewarna fotokromik dilakukan melalui penerapan zat warna celup atau pigmen pewarna printing pada permukaan kain. Sehingga tekstil fotokromik memiliki nilai fungsional lebih tinggi daripada kain-kain pada umumnya.
Tekstil fotokromik dapat
dikategorikan sebagai material tekstil cerdas karena memiliki dua karakteristik
dimana ia mampu bereaksi setelah rangsangan dari lingkungan (able to sense)
dan dapat merespon fenomena di lingkungan (able to respond).
Bahan tersebut dapat merespon
paparan sinar/foton (able to sense light) dengan menunjukkan perubahan
warna pada kain (able to respond with color). Ketika berada di dalam
ruangan, bahan cerdas fotokromik tidak memiliki warna atau “Colorless”, lalu menjadi
“colourfull” saat terpapar cahaya ultra violet di luar ruangan.
Salah satu bahan senyawa
fotokromik yaitu naphthopyran yang akan memunculkan reaksi penutupan dan
pembukaan struktur cincin pyran dalam molekulnya. Proses tersebut menghasilkan delokalisasi
elektron dan mengubahnya jadi berwarna begitu pula sebaliknya.
Senyawa fotokromik naphthopyran dan reaksinya saat terkena stimulus UV atau panas dari lingkungan, sehingga akan mengalami perubahan kenampakan warna.
Ada pula senyawa Spiropyran yang dilengkapi cincin piran dan berikatan dengan cincin heterosiklik melalui gugus spiro. Molekul-molekul ini tidak berwarna tetapi memiliki struktur non planer yang menghambat delokalisasi elektron dalam molekul.
Paparan sinar UV dari lingkungan menyebabkan penyerapan energi foton sehingga terjadi pemutusan ikatan –C-O- pada cincin piran dan membentuk molekul struktur planar berwarna. Planaritas molekul memungkinkan delokalisasi elektron dan molekul berubah kenampakannya menjadi berwarna. Senyawa fotokromik Spiropyran yang terkena UV atau panas akan mengalami perubahan warna.
Selain naphthopyran dan
Spiropyran, terdapat beberapa contoh jenis pewarna fotokromik lainnya seperti
spirooxazine, diarylethene dan fulgide. Zat-zat tersebut bekerja dengan prinsip
yang sama, yaitu adanya perubahan atau reaksi ketika terkena paparan sinar UV.
Para peneliti dari Universitas
Donghua, Cina telah berhasil mengembangkan metode pencangkokan material
fotokromik berupa senyawa spiropyran pada bahan kapas dengan ketahanan luntur
warna yang baik. Dalam metodenya para peneliti telah memberikan pra-perlakuan
awal pada bahan kapas dengan menggunakan 3-Mercaptopropyltriethoxysilane
(MPTES) untuk mendapatkan gugus reaktif thiol.
Gugus reaktif tersebut akan bereaksi dengan gugus pada zat warna fotokromik sehingga terbentuklah ikatan kovalen antara bahan kapas terhadap zat fotokromik. Hasilnya, warna kain katun berubah warna ungu saat terpapar sinar UV dan kembali ke warna awal saat tidak lagi terkena Ultra Violet.
Mekanisme persiapan bahan kain
kapas dengan menggunakan MPTES dan kemudian direaksikan dengan zat fotokromik
Peneliti juga menemukan bahwa
perubahan warna ungu tersebut dapat terjadi pada paparan UV dengan durasi relatif
singkat. Hasil pengamatan menunjukkan pergantian warna kain mulai terlihat setelah
3 menit dibawah UV. Kemudian warna kain akan kembali dalam durasi sama tanpa
paparan sinar ultra violet. Jadi, kain katun secara responsif berubah warna usai
terpapar sinar ultra violet.
Selain parameter kecepatan
respons sifat photochromic kain yang cukup baik. Para peneliti juga menemukan
bahwa ketahanan luntur warna fotokromik juga sangat baik meskipun telah
mengalami beberapa kali siklus pencucian.
Kain katun berlapis zat
fotokromik spiropyran masih menunjukan skala perbedaan warna yang tidak signifikan
meskipun sudah dicuci sebanyak 5 kali. Hal ini menunjukan potensi bahwa kain
tersebut masih memiliki fungsional sangat baik setelah pencucian.
Perubahan Warna Pada Kain Setelah
Terpapar Sinar UV dengan Variasi Nilai Durasi Pajanan (a) hingga 8 menit dan
(b) hingga 90 menit
Hasil uji ketahanan luntur warna
fotokromik kain setelah beberapa kali siklus pencucian
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 22