Masa pandemi menyisakan banyak
cerita terutama di dunia usaha bidang tekstil terkena imbasnya. Para pebisnis
tekstil bak berlayar ditengah terjangan gelombang pasang samudra. Ada yang
karam dan membuat ribuan karyawan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sedangkan yang selamat mencapai dermaga lalu kembali bergelut dengan
rutinitasnya.
Hampir seluruh penduduk dunia merasakan
dampaknya. Belum sempat bernafas lega, masyarakat dunia kembali dihadapkan
dengan konflik Rusia-Ukraina. Permasalahan tersebut mengakibatkan inflasi serta
lonjakan harga komoditi dan energi yang menyebabkan penurunan persentase ekspor.
Tatanan ekonomi pun menjadi carut marut dan membuSat ‘nafas’ sektor industri semakin
kembang kempis.
Dari sekian banyak kisah
perjuangan “perahu” perusahaan tekstil mengarungi gelombang pandemi, Sarung
Gajah Duduk berhasil mencapai dermaga bersama sang “nahkoda”, Lukas Prawoto. Meski
sempat terombang ambing, perusahaan ini tak sampai mengambil jalan PHK pada
karyawannya.
Berkat kerja sama dan loyalitas
awaknya yang tinggi, mereka akhirnya selamat dari tantangan pandemi. Lukas
Lestyana Prawoto, SE. MM, selaku Managing Director PT Gajah Duduk pun menceritakan
pengalamannya mengarungi kondisi pandemi.
Seperti halnya perusahaan tekstil
lain, Lukas menyatakan bahwa pandemi benar-benar memberikan pengalaman luar
biasa. Angka penjualan merosot, mall ditutup hingga kebijakan menjalani segala aktivitas
di rumah membuat konsumen tak berani keluar, apa lagi belanja. Itu menjadi salah
satu faktor penyebab merosotnya omzet para pengusaha.
Menurut pengamatannya, penutupan
pusat perbelanjaan modern telah mengubah gaya berbelanja konsumen. Jika banyak konsumen yang suka belanja dan
berjalan-jalan ke mall, kini berubah lewat belanja online.
“Dari situ kemudian kami
memotivasi agen-agen untuk berjualan secara online. Dan ternyata berhasil,
penjualan tetap berjalan seperti biasa. Meskipun turun, tidak sampai terjadi
PHK,” kata Lukas.
Selama pandemi, permintaan sarung
masih tinggi karena adanya perubahan fungsi. Sarung yang awalnya hanya sebatas keperluan
ibadah dan life style, beralih menjadi barang merchandise. Sarung dikombinasikan
dengan produk perusahaan lain yang memiliki penetrasi pasar dimana pasar Sarung
Gajah Duduk cukup kuat disana.
Misalnya produk cat yang akan
memasarkan di Makasar dimana didaerah tersebut brand Sarung Gajah Duduk cukup
terkenal. Jadi orang tertarik membeli cat untuk mendapatkan hadiah sarung.Tingginya
permintaan sarung juga terjadi karena saat hari Raya Idul Fitri masyarakat tetap
ingin menjaga tali silaturahmi namun tidak bisa keluar rumah. Mereka pun
menjadikan sarung Gajah Duduk sebagai penyambung tali silaturahmi.
Kondisi pandemi memaksa perusahaan
untuk lebih kreatif dan beradaptasi dengan keadaan. Salah satunya yaitu
memproduksi yang berkaitan isue-isue kesehatan. Melalui kerja sama dengan
perusahaan chemical Swiss, Sarung Gajah Duduk merilis sarung dan masker anti
bacteria. Produk-produk tersebut dilengkapi barcode sehingga bisa ditelusuri
bila terjadi penyimpangan.
Dari situ omset perusahaan kembali
terangkat.
“Memang ada produk yang
penjualannya menurun, tetapi digantikan dengan hadirnya produk baru yang
ternyata juga diminati masyarakat,” ujarnya.
Aspek yang tak kalah penting dalam
upaya mempertahankan bisnisnya yaitu faktor internal, seperti cara pendekatan
kepada karyawannya agar tetap loyal pada perusahaan. Tentang bagaimana
memberikan pengertian kepada mereka supaya bersedia bekerja bergiliran selama
pandemi. Hingga akhirnya, kesulitan demi kesulitan itu bisa teratasi.
Berdasarkan program pengembangan
perusahaan MDP (Management Development Progeam) angkatan ke 65 yang berlangsung
di AIM Philipina yang diikuti Lukas, sarung sudah mulai beralih fungsi. Kini
sarung bukan hanya perlengkapan ibadah tetapi juga busana yang menggambarkan kebudayaan
nasional.
Pihaknya juga terus mengkampanyekan
sarung sebagai simbol New Denim. Tujuannya tak lain ialah memotivasi para
kawula muda Indonesia untuk lebih gemar memakai sarung. Saat ini, perusahaan
sedang berupaya memenuhi permintaan pasar dalam negeri serta melakukan ekspor
ke Malaysia, Thailand dan Midle East.
Lebih jauh berbicara mengenai
perkembangan teknologi yang mengarah pada teknologi Robotik. Lukas menjelaskan
bahwa timnya sedang berbenah dan mempersiapkan diri menyambut hadirnya otomatisasi
di perusahaannya. Salah satunya yakni merancang teknologi rekayasa mesin pelipat
sarung.
Kendati demikian, keberadaan
mesin tersebut tidak akan membuatnya mengurangi karyawan karena pekerja yang
tergantikan oleh mesin akan dialihkan ke bagian lain. Menurutnya keberadaan
mesin pelipat sangatlah penting.
“Dalam bidang packaging, lipatan
sarung membutuhkan standar dan kecepatan. Kalau mengandalkan skill pekerja tidak
akan bisa mencapai standar karena manusia memiliki keterbatasan. Selain itu mesin
ini juga menghemat biaya,” ungkap Lukas.
Sekedar informasi, Sarung Gajah
Duduk merupakan brand bentukan PT Pismatex yang sudah berkiprah sejak tahun
1972. Pabriknya berlokasi di Pekalongan, tepatnya di Jln. H. Agus Salim, No. 5,
Pekalongan, Poncol, Pekalongan Timur.
Perjalanan karir Lukas Lestyana
Prawoto terbilang panjang. Sebelumnya ia telah menjabat sebagai Vice President
Director di PT Apac Inti Corpora, Wakil Direktur Utama Pisma Grup lalu
terhitung sejak bulan Maret 2021, Lukas menduduki posisi Managing Director PT
Gajah Duduk.
Sekali layar terkembang, pantang
mundur kebelakang. Karena harapan masih selalu ada terbentang seluas Samudra. Kiat
sukses seorang Lukas Lestyana dalam mengarungi liak liuk “lautan” tekstil
adalah menjaga 2 hal penting, yakni
profit dan cashflow.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 24