Perkembangan industri Tekstil dan
Produk Tekstil tradisional Afrika dapat dilacak dari jejak sejarah. Salah
satunya yaitu penemuan tekstil berbahan wool dan kulit binatang di situs
arkeologi Kissi, bagian utara Burkina Faso dan Benin, Nigeria. Temuan tersebut
menunjukkan bahwa bahan-bahan tersebut dulunya popular sebagai alat tukar
pengganti mata uang.
Sekian abad lalu, penduduk Mande
dan Telem dari Afrika Barat tercatat sebagai pengrajin kain strip. Seperti penemuan
di situs gua Tebing Bandiagara, Mali. Kerajinan tekstil itu tersebar ke Afrika
Tengah, dan negara-negara padang rumput lain seperti Kamerun, Ghana, Nigeria
dan Kongo. Bahan dasar yang digunakan meliputi serat palem raphia, serat kapuk,
sutera liar, kain kulit kayu ara, hingga serat kapas.
Alat tenun yang digunakan
·
Mesin Tenun Harizontal
Digunakan oleh penenun kapas di Ewe dan Kamerun, penenun
Djerma di Niger dan Burkina Faso, serta Amhara. Sementara penenun sutera Asante
menggunakan gun tunggal atau gun ganda.
·
Mesin Tenun Vertikal
Digunakan pengrajin tenun di Berber, Afrika Utara dan Yoruba
di Nigeria. Banyak juga dipakai di Kamerun, Kongo, Sierra Leone dan Liberia.
Tekstil Tradisional Afrika
·
Asante Kente dipakai kalangan atas di Gold Coast,
Afrika Barat dan Ghana.
·
Ewe Kente milik suku Ewe di Kerajaan Asante di
Ghana dan Togo pada abad ke delapan belas.
·
Dagbon atau sejenis baju luaran (smock) di Ghana
atau kain tradisonal Ghana yang banyak digunakan hingga sampai sekarang. Dahulu
hanya dipakai oleh Ratu dan putri bangsawan.
·
Aso Oke Nigeria adalah jenis kain tenun paling
bergengsi dari Yoruba Nigeria yang pembuatannya butuh keahlian tingkat tinggi. Kombinasi
warna indigo tradisional memerlukan 14 kali pencelupan. Bahan baku Aso Oke berupa
sutera mentah disebut Sanyan.
·
Faso Dan Fani diproduksi di Burkina Faso oleh
suku Marka. Benangnya dipintal tangan, diwarnai dan ditenun menjadi kain strip.
Secara historis industri TPT Afrika cukup dinamis dan mempunyai daya tarik tersendiri di pasar dunia. Banyak brand internasional yang memindahkan sumber produksi mereka ke Afrika, tepatnya ke Ethiopia. Nilai produksi di Sub Sahara untuk kategori pakaian jadi dan alas kaki sebesar US$ 31 Miliar bertumbuh dengan CAGR 5% dalam selang waktu 2019 – 2024.
Permintaan produk tekstil Afrika kian
meningkat, baik di pasar lokal maupun luar wilayah Afrika. Hal itu dipengaruhi
perubahan jumlah penduduk dan kenaikan pendapatan masyarakat setempat. Beberapa
negara seperti Rwanda dan Afrika Selatan berencana merevitalisasi industri tekstil
dan produk tekstil mereka.
Namun di tengah perjalanan,
mereka dihadapkan dengan berbagai tantangan dan hambatan:
1.
Proses produksi yang kurang standar
Pelaksanaan proses produksi berlangsung dalam kondisi
yang tidak sebagaimana mestinya. Mulai dari pelanggaran hak buruh, kondisi
kerja yang tidak mengutamakan safety, kurangnya efisiensi dalam
penggunaan sumber daya air, energi dan bahan baku.
2.
Pengolaha limbah masih minim
Tingkat polusi lingkungan kian meninggi karena limbah
produksi dan pakaian bekas tidak diproses dengan baik. Banyak yang dibakar dan menimbulkan
polusi asap, lalu sebagian dikubur sehingga berpotensi memperbesar dampak rumah
kaca. Sisa dyestuff, bahan kimia dan serat mikro yang masuk ke sungai mengakibatkan
gangguan lingkungan hidup, kesehatan masyarakat dan hilangnya keanekaragaman
hayati.
Meski demikian, perkembangan industri
TPT memberikan keuntungan besar bagi Afrika. Penciptaan lapangan kerja besar
yang memang dibutuhkan diwilayah ini guna meningkatkan keterampilan warganya.
Afrika menghasilkan sekitar 11% dari
skala kapas dunia dan hanya 2% saja yang dikonsumsi untuk kebutuhan lokal sedangkan
sisanya diekspor. Sejak tahun 2018 Benin menduduki posisi teratas sebagai
produsen kapas dimana 95% nya dijual ke pasar dunia. Di urutan berikutnya ada
Mali dan Pantai Gading.
Maroko, Tunisia, Ethiopia dan
Afrika Selatan menjadi ujung tombak pertumbuhan industri manufaktur tekstil di
Benua Afrika.
1.
Maroko menempatkan TPT pada barisan ketiga dalam
industri pengolahan. Sektor ini menyumbang 3% pada pendapatan negara dan
membuka lapangan kerja bagi warganya sebesar 7%. Lebih dari 1.900 perusahaan beroperasi
di Tunisia, 70% garment dan 10%
pengolahan tekstil.
2.
Biasanya Ethiopia hanya mengekspor tekstil
sebesar $115 juta. Tetapi belakangan ini mereka mencoba menarik investor luar
negeri untuk menanam modal di industri dalam negari. Dengan menawarkan beberapa
fasilitas seperti insentif pajak, pembebasan pajak penghasilan, bea masuk dan
pajak impor.
3.
Nigeria memiliki retetan industri tekstil yang
lengkap dari sektor hulu ke hilir. Mereka berpeluang untuk tumbuh kuat mengingat
ketersediaan bahan baku dalam jumlah besar dan pasar lokal yang mendukung (jumlah
penduduk 170 juta jiwa).
4.
Industri TPT Afrika Selatan menyumbang
perekonomian negaranya sebesar 6,5 miliar Euro pada tahun 2014 dan bertumbuh
pada tingkat 8,8% dalam satu dekade ini.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 31