Limbah cair industri masih
menjadi permasalahan serius di era industrial ini. Pembuangan limbah yang tidak
sesuai baku mutu secara langsung ke saluran air memunculkan berbagai pengaruh
buruk bagi lingkungan. Salah satunya yaitu pencemaran limbah pewarna tekstil
yang kian bertambah karena mengikuti tren fashionyang terus berubah.
Dalam hal tersebut, industri tekstil
menghasilkan limbah cair dalam volume besar. Terutama dari proses penyempurnaan
tekstil yang mengandung bahan pelepasan serat dan sisa bahan kimia. Dan kebanyakan
produsen langsung membuangnya ke sungai maupun selokan. Pencemaran air pun
menjadi satu ancaman yang paling dikhawatirkan masyarakat, karena air merupakan
sumber kehidupan.
Kandungan Limbah Cair Industri Tekstil
Pewarna tekstil merupakan gabungan senyawa organik tak jenuh, kromofor (gugus pembawa warna) dan auksoskrom yang berfungsi sebagai kalatalisator untuk mengoptimalkan pengikatan zat warna dengan serat tesktil. Limbah cair dari proses pewarnaa tekstil mempunyai kekuatan pencemar kuat karena tingginya nilai COD (Chemical oxygen demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand).
Sebanyak 80% proses pewarnaan dalam
industri tekstil menggunakan pewarna jenis azo karena hasil warnanya lebih jelas
dan cerah. Tak kurang dari 3000 jenis pewarna azo yang umum digunakan dalam pengolahan
tekstil juga dipakai oleh produsen kulit, kosmetik, makanan dan kertas. Buangan
dari pemrosesan jenis pewarna ini sulit didegradasi, bahkan pada kadar tertentu
bisa bersifat toksik dan karsinogenik.
Limbah pewarna azo yang dibuang
ke sungai akan mempengaruhi transparansi warna air dan menghalangi sinar
matahari masuk ke dasar sungai. Juga bersifat toksik, mengurangi kadar oksigen,
dan mutagenik terhadap organisme air. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa zat
warna azo dapat mengurangi efisiensi germinasi benih dan pertumbuhan tanaman.
Silika merupakan bahan adsorben
yang penyusun utamanya berupa silicon dioksida (SiO2). Dimana silikon (Si) dan
oksigen (O2) adalah unsur yang paling banyak ditemukan di alam. Diperkirakan
sebanyak 60% kerak bumi tersusu dari silika berbentuk silikat.
Silika dapat dimanfaatkan sebagai adsorben karena mengandung gugus silannol yang lebih hydrous dan mempunyai luas permukaan lebih tinggi. Bersifat non konduktor, tahan terhadap oksidasi dan degresi termal serta bisa diperoleh dari alam dengan metode ekstraksi.
Struktur berpori, sifat kimia
pada permukaan silika dapat dimodifikasi. Gugus silanol (Si-OH) dan gugus
siloksan (Si-0-Si) menyebabkan silika dapat digunakan sebagai adsorben. Dan
dimanfaatkan dalam proses pengolahan limbah cair di beberapa industri. Seperti
halnya batik, laundry, pembuatan tahu dan beberapa sektor lain.
Dengan mekanisme tertentu, ion
logam akan terikat karena keberadaan gugus silanol dan siloksan. Penelitian
terdahulu dilakukan menggunakan kitosan-silika untuk mengurangi kadar ion logam
Pb. Adsorbsi dioptimalkan sebagai metode pengolahan limbah batik, dimana
terjadi penurunan kadar logam, timbal (Pb) dan besi (Fe).
Limbah cair dari proses pewarnaan
batik mengandung zat warna yang perlu diolah sebelum dibuang ke air. Dalam hal
ini, zeolit sering dimanfaatkan sebagai material filtrasi karena
mampu memisahkan molekul berdasarkan ukuran, bentuk, popularitas dan
derajat ketidakjenuhan.
Zeolit juga bisa menjadi adsorben
(penyerap) dengan mekanisme pengikatan senyawa dan molekul tertentu yang hanya terjadi
di permukaan. Pemanfaatan zeolit dan silika sebagai material membran filtrasi
dapat menurunkan kadar warna limbah cair batik. Pola aliran crossflow digunakan
pada proses filtrasi untuk meminimalkan biaya reactor crossflow saat
pengujian membran. Membrane filtrasi zeolit makin kuat eiring penambahan jumlah
silika. Semakin besar kecepatan sentrifuge maka material zeolit dan silika akan
tercampur sempurna.
Sumber:
Buletin Tekstil Edisi 33