Felting adalah proses
penggabungan serat menjadi lembaran kain yang utuh. Hasilnya berupa kain kempa,
flannel atau felt yang seringkali digunakan dalam produksi kerajinan tangan.
Proses ini telah dipraktekkan di berbagai belahan dunia selama ribuan tahun lamanya,
Teknik ini banyak digunakan dalam
pengolahan serat wol dari domba merino, alpaca hingga domba-domba penghasil
serat berkualitas rendah.
Lantas, darimana sejarah felting?
Bagaimana alur prosesnya? Simak ulasan berikut ini yuk!
Felting bukanlah inovasi baru, karena fakta sejarah sudah memvalidasi jika kain felt sudah ada sejak zaman dulu. Konon kain kempa atau felt merupakan jenis tekstil tertua di dunia, bahkan lebih tua dibandingkan kain tenun dan rajut.
Bekas penggunaan kain felt yang ditemukan di daratan Turki diperkirakan berasal dari tahun 6500 SM. Sedangkan jenis felt paling rumit berhasil diawetkan di Siberia pada tahun 600 M. Legenda Sumeria, mencatat bahwa kain felt pertama kali dibuat oleh Urnamman.
Sumber: https://www.shaydacampbell.com/
Bukti arkeologis menunjukkan
bahwa manusia menggunakan teknik felting sejak zaman Neolitikum. Suku-suku
nomaden di Asia Tengah mengandalkan felting untuk membuat tenda, pakaian, dan
barang-barang rumah tangga lain agar tahan terhadap cuaca ekstrem.
Teknik pembuatan kain dengan
menyatukan serat wol ini menjadi bagian penting dalam tradisi budaya di Eropa. Penyebarannya
sangat menyeluruh hingga menyentuh wilayah Amerika Latin dan Timur Tengah. Tiap
budaya mengembangkan teknik dan gaya felting yang unik, sehingga menciptakan
motif serta desain khas.
Felting tidak hanya menjadi
bagian dari kehidupan sehari-hari, tetapi juga ekspresi seni dan kebudayaan.
Berikut beberapa kreasi felting:
·
Di Mongolia, felting digunakan untuk membuat yurt,
tenda tradisional yang dipakai oleh suku-suku nomaden.
·
Orang Tibet menerapkan teknik kempa dalam pembuatan
topi dan pakaian tradisional yang dikenal sebagai "chuba".
·
Teknik nuno felting juga diaplikasikan pada
pembuatan kimono dan kain-kain indah.
Dalam mekanismenya, rambut atau serat dibuat saling bertautan agar bisa menghasilkan kain kusut. Prosesnya bisa dilakukan dengan menggunakan air, pengadukan atau mengikat wol secara fisik atau menggunakan jarum felting khusus.
Sumber: https://gsmgoodssk.life/
Terdapat beberapa metode yang
umum digunakan dalam felting, masing-masing dengan karakteristik dan tekniknya
sendiri. Berikut adalah penjelasan tentang masing-masing metode felting:
1. Wet Felting (Felting Basah)
Wet felting adalah metode tempah yang paling umum digunakan dan
telah dipraktekkan sedari awal perkembangannya. Proses itu melibatkan
penggunaan air, sabun, dan gesekan dalam proses pembentukan kain. Berikut langkah-langkah
umum wet felting:
Pertama-tama,
serat wol diletakkan pada permukaan yang rata dan berlapis-lapis, sesuai desain
yang sudah dibuat.
Setelah itu,
serat dibasahi dengan air dan sabun. Larutan sabun dan air membantu memecahkan
lapisan lilin alami yang terdapat di antara serat wol dan memungkinkan mereka
saling melekat antara satu dan lainnya.
Pada proses
felting, serat wol digerakkan dan digosok bersama hingga membentuk kain. Langkah
ini bisa dilakukan menggunakan tangan atau peralatan khusus yang bentuknya
mirip mesin cuci. Panas, gesekan, dan kelembaban bekerja bersama untuk membuat
serat wol mengecil dan saling merekat.
Selama felting
berlangsung, perlahan serat wol akan mengecil dan berpindah tempat dan membentuk
lembaran kain padat. Itulah saat yang tepat untuk memadatkan kain dan mengolahnya
sesuai keinginan atay kebutuhan.
2. Needle Felting (Felting
dengan Jarum):
Sesuai namanya, needle felting adalah
proses penempahan yang mengandalkan penggunaan jarum khusus guna memadatkan
serat wol. Berikut langkah-langkah umum dalam needle felting:
Serat wol
diletakkan di atas permukaan yang rata dan berlapis-lapis, dan serat tersebut
kemudian ditempelkan pada bahan dasar menggunakan jarum khusus.
Jarum yang digunakan pada proses felting merupakan jenis jarum khusus
dengan ujung tajam guna menembus dan memadatkan serat wol.
Jarum tersebut ditempelkan ke serat wol dan kemudian digerakkan naik-turun
secara berulang-ulang sampai membentuk kain.
Needle felting
memungkinkan untuk menciptakan detail yang rumit dan mengubah bentuk serat wol
menjadi berbagai bentuk dan ukuran.
3. Nuno Felting (Felting
dengan Sutra):
Terakhir ada nuno felting, yaitu metode
felting yang melibatkan mekanisme penyatuan serat wol dan kain tipis untuk
menciptakan kain yang lebih ringan serta berlapis. Jenis kain tipis tersebut
bisa berupa sutra atau bahan lain.
Nuno felting menghasilkan kain dengan
tekstur unik, pola menarik, serta efek transparan yang menarik. Teknik ini memberikan fleksibilitas dalam
desain maupun aplikasi kain dalam pembuatan syal, selendang, atau pakaian. Proses
nano felting sendiri terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:
Sekumpulan serat
wol diletakkan di atas kain tipis sesuai dengan desain yang diinginkan.
Serat wol dan
kain tipis direndam dalam air dan sabun, kemudian digosok bersamaaan hingga
membentuk kain. Campuran tersebut akan membantu memecahkan lapisan lilin alami
yang ada di antara serat wol. Sehingga memungkinkan mereka untuk melekat satu
sama lain.
Seperti pada
wet felting, panas, gesekan, dan kelembaban digunakan untuk membantu serat wol
dan kain tipis melekat satu sama lain.
Setelah
felting selesai, kain nuno dapat dikreasikan dan dipadatkan sesuai desain yang
diinginkan.
Setiap metode felting memiliki
keunikan dan aplikasi yang berbeda, dan pilihan metode tergantung jenis proyek
dan hasil yang hendak dicapai.