Bentuk dan ukuran tubuh tiap
orang yang berbeda. Itulah kenapa baju maupun celana dibuat dalam berbagai size agar orang bebas memilih mana
yang paling pas dan nyaman di tubuh mereka. Mulai dari pakaian anak kecil hingga orang dewasa, semua dibuat sesuai standar rata-rata ukuran tubuh manusia.
Kode size S, M, L, dan XL adalah beberapa ukuran pakaian yang sudah
akrab di telinga banyak orang. Beberapa produsen meringkasnya dengan cara membuat
produk baju dalam satu ukuran standar atau yang lebih sering disebut all size.
Beberapa merk mungkin punya
standar ukuran yang sama dan menuangkannya dalam bentu Alpha Sizing atau Letter
Sizing dan Numeric Sizing. Namun
ada juga brand yang menentukan standar ukurannya sendiri sehingga ukuran S dari
sebuah pakaian bisa saja lebih besar atau justru lebih kecil dibandingkan size
S yang dimiliki merk lain.
Cara membuat pakaian orang zaman dulu sangat berbeda dengan saat ini. Dahulu penjahit membuat pakaian sesuai ukuran tubuh setiap orang, satu pakaian untuk satu orang saja. Jadi, mereka akan mengukur tubuh sang pengguna sebelum menjahitnya.
Sumber: https://www.hops.id/
Pada zaman itu, pakaian dibuat
secara individual, tiap orang harus memesannya pada penjahit. Hal itu
menjadikan penjahit sebagai tempat mewah yang hanya dikunjungi oleh orang kaya.
Proses pembuatan baju pun dinilai eksklusif, setelah melakukan pengukuran,
penjahit akan membuat pola, memotong, dan merangkai tiap pola jadi satu busana
yang utuh.
Memasuki abad pertengahan atau
sekitar tahun 1589, Juan de Alcega, seorang penjahit sekaligus ahli matematika
dari Spanyol menemukan ukuran yang universal. Ide cemerlang itu dituangkannya
pada sebuah karya tulisan yang membahas tentang penjahitan lengkapi dengan
ilustrasi berbentuk pola.
Dalam buku ini, Juan berfokus membahas
tentang jumlah kain yang dibutuhkan dengan lebar bervariasi untuk setiap
pakaian. Memasuki abad ke-19, para penjahit akhirnya mulai membagikan cara
mereka mengukur baju.
Pembuatan standar ukuran pakaian
terjadi ketika Perang Napoleon (1803-1815), Perang Krimea (1853-1856) dan
Perang Saudara Amerika (1861-1865). Prajurit perang membutuhkan seragam
sehingga sistem ukuran tubuh universal jadi satu-satunya cara praktis. Memasuki
akhir abad ke-19 penjahit mulai membuat busana siap pakai bagi semua orang.
Hingga akhirnya mereka menerapkan sistem ukuran standar seluruh tubuh pada
pakaian.
Pengukuran tubuh saat akan menjahitkan baju adalah dasar ukuran yang melatarbelakangi adanya penamaan size baju. Seperti saat ini dimana baju tersedia dalam ukuran kecil hingga besar. Sistem penentuan standar urutan ukurannya pun bermancam-macam.
Sumber: https://fashioninsiders.co/
Mulai dari alpha sizing (ukuran huruf), numeric
sizing (ukuran angka) dan all size
(semua ukuran atau ukuran rata-rata). Lantas apa perbedaan dari ketiganya?
Simak ulasan berikut ini, yuk!
1.
Alpha
Sizing atau Letter Sizing
Alpha Sizing merupakan penamaan ukuran
baju dengan menggunakan huruf sebagai simbol. Sistem letter size ini mulai dikenal pada tahun 1996.
Berikut urutannya dari yang paling kecil:
XS: Extra Small
S: Small
M: Medium
L: Large
XL: Extra Large
XXL: Double
Extra Large
dan seterusnya
Sistem penamaan Alpha
Sizing dibuat berdasarkan rata-rata ukuran tubuh manusia. Ini mencakup
semua ukuran tubuh, tidak begitu spesifik pada satu orang.
Dari segi roduksi pakaian dengan ukuran alpha alias letter Sizing terhitung
lebih menghemat biaya karena setiap jenis pakaian hanya memiliki kurang lebih 6
size dan bisa mencakup beberapa tipe tubuh. Kebutuhan bahan termasuk label
ukurannya juga akan lebih sedikit.
Tapi potongannya mungkin tidak benar-benar pas seperti
halnya numeric sizing. Letter Sizing
atau Alpha Sizing umumnya diterapkan pada pakaian stretchable yang
cukup lentur seperti kaos, sweatshirt, legging, dan hoodie.
2.
Numeric Size
Berikutnya ada numeric
size yaitu penandaan ukuran pakaian menggunakan nomor atau angka. Standar
ini banyak digunakan di negara-negara barat seperti Eropa dan Amerika.
Mayoritas produsen pakaian di Amerika menggunakan
sistem pengukuran nomor yang mulai dari 0, 2, 4, 6, 8, 10, dan seterusnya.
Sedangkan, brand fashion di Eropa memakai ukuran angka yang lebih relevan dengan
ukuran tubuh sebenarnya yaitu 34, 36, 38, 40, dan 42.
Urutan ukuran numeric
umunya digunakan untuk pakaian-pakaian formal atau busana lain yang desainnya
cenderung pas atau fit-In. Dalam
prakteknya, poduksi busana dengan sistem pengukuran ini memakan biaya yang
lebih besar karena rentang ukurannya lebih banyak.
Setidaknya produsen harus membuat 8 hingga 10 ukuran
yang berarti kebutuhan bahan baku dan perlengkapannya makin banyak lagi. Jangkauan
ukuran pakaian dengan Numeric Sizing tidak begitu luas, sebab biasanya satu
ukuran hanya dapat digunakan oleh beberapa tubuh saja. Jadi, besar kemungkinan akan
ada kelebihan atau stok sisa produk dari setiap ukuran.
3.
All size
Selain kedua ukuran tersebut, sejumlah brand pakaian
membuat produk mereka dalam satu ukuran atau yang lebih sering disebut dengan
istilah all size. Sebenarnya ukuran
ini cukup membingungkan mengingat rentang ukuran tubuh manusia sangat luas.
Perlu kamu tahu bahwa all
size adalah ukruan tubuh rata-rata dari keseluruhan orang di suatu negara. Ukuran
tersebut umumnya berada pada rentang antara M dan L, kurang dari M atau lebih
dari L. Atau ukuran rata-rata S dan M atau L dan XL. Bisa dibilang, all size adalah size baju yang panjang maupun lebarnya tidak pasti.