Kain sari adalah pakaian
tradisional yang melambangkan kehormatan, keanggunan serta keanekaragaman
budaya India. Busana harian wanita India ini berupa helaian kain yang tidak
dijahit dengan lebar dan panjang tertentu. Kain sari terkenal akan coraknya
yang indah serta warna-warna cerah dan cenderung mencolok.
Variasi panjangnya pun cukup beragam
bulai dari 4-9 meter sehingga mudah dikreasikan menjadi aneka ragam gaya. Kain
saree juga kerap digunakan saat perayaan Diwali atau Deepavali, tradisi umat
Hindu. Yuk, mengenal lebih dekat tentang kain sari!
Secara tradisional, kain sari atau saree dapat didefinisikan sebagai satu bagian busana berupa lembaran kain yang tidak dijahit. Seringkali memiliki bagian lebih berat agar bisa menggantung indah di tubuh. Bagian tepinya mirip keliman karena ditenun pada kerapatan lebih berat, seperti halnya 'pallu' (bagian ujung dekoratif).
Sumber: https://depositphotos.com/
Namun definisinya kini kian
meluas hingga mencakup tekstil yang ditenun pada kerapatan konsisten
menggunakan mesin atau tangan. Selain itu, berikut beberapa fakta tentang
kain sari:
1.
Sudah Ada Sebelum Tahun Masehi
Sari (disebut
juga Saree dalam bahasa India) merupakan jenis busana tertua yang konon sudah
berusia lebih dari 5.000 tahun. Kain sari dianggap sebagai pakaian klasik
sekaligus busana khas wanita India. Kain ini memiliki jejak sejarah panjang
dan menjadi simbol karya seni berdetail megah di India.
Keberadaan
kain saree dapat ditelusuri hingga peradaban India Kuno atau sekitar periode
2800-1800 tahun sebelum masehi (SM). Pernyataan tersebut didasarkan pada penemuan
gambar-gambar pahatan dan patung yang menampilkan sosok terbungkus kain mirip tampilan
sari modern.
Namun, kain
sari berevolusi berseiring berjalannya sejarah India pada masa Veda atau
sekitar 1500-500 SM. Dimana gaya berbusana wanita India mengalami perubahan
dengan dikenalnya kain tanpa jahitan.
2.
Asal muasal sebutan kain sari
Istilah sari
diyakini berasal dari bahasa Sansekerta ‘Saree atau shari’ yang berarti ‘selembar
kain’. Penggunaannya dengan cara diselempangkan di sekitar tubuh dan mempunyai
ciri khas desain tanpa jahitan dan dikenal sebagai kain serbaguna.
Peradaban Mughal
mengambil peran sentral dalam membentuk estetika sari. Mughal memperkenalkan
kerajinan sulaman yang rumit, penggunaan kain mewah seperti sutra, serta
penggabungan elemen desain dari Persia dan India. Evolusi tersebut melahirkan sebuah
gaya ikonik yang dikenal sebagai “zari” atau “zardozi”. Pada masa ini, sari tak
hanya menjadi busana fungsional, melainkan kanvas yang berlukiskan ekspresi
artistik.
3.
Ada 100 cara mengenakan sari
Cristin
McKnight Sethi, profesor sejarah seni Universitas George Washington mengungkap
bahwa ada 100 lebih dari seratus cara untuk mengenakan sari. Kesemuanya itu tergantung
pada wilayah, bahan, panjang dan lebar kain serta kegiatan yang hendak dihadiri
oleh si pemakai.
Diantara teknik
mengenakan kain sari ada nivi drape,
yaitu melipit kain lalu melilitkannya di pinggang dengan pallu (ujung pakaian
dengan hiasan gantung di sebelah kiri). Atau Dharampur drape yang bisa mengubah
lembaran kain berbentuk persegi panjang menjadi celana selutut.
Kain sari
biasa dipadukan bersama atasan berpotongan setengah badan atau blus choli dan
kain lilit atau rok berpinggang ramping. Choli
mempunyai lengan pendek dan leher rendah sebagai adaptasi warga Asia Selatan khususnya
India dengan iklim gurun yang panas. Beberapa lipatan sari perlu disematkan
dengan jahitan atau peniti seperti membuat detail lipit atau plisket.
4.
Warna sari memiliki arti tersendiri
Tradisi budaya
India memposisikan kain sari sebagai bagian penting dalam kehidupan mereka. Seperti
halnya kain-kain tradisional lain, adat India menjadikan warna sari sebagai
penanda sekaligus simbol pengharapan tertentu. Budaya tersebut melekat pada
penggunaan kain sari jaman dulu, dimana tiap warna mewakili golongan ataupun
simbol.
Berikut makna
dari setiap warna kain sari:
·
Putih diperuntukkan bagi janda Hindu dan lambang
berkabung.
·
Merah dipakai saat upacara pernikahan, sering dikaitkan
dengan kesuburan.
·
Kuning kerap mewakilkan kepercayaan seseorang
dan digunakan untuk menjalankan ibadah pertapaan pada masa-masa setelah
melahirkan. Terutama tujuh hari pertama.
·
Hitam bersifat multifungsi, bisa menjadi simbol
kesedihan dan suasana berkabung. Namun terkadang kain sari warna hitam juga
merepresentasikan keanggunan.
·
Awalnya sari hijau kerap dikaitkan dengan
masyarakat kelas pedagang. Lalu berubah menjadi busana pengantin seiring waktu.
·
Biru adalah warna untuk para pekerja seni,
petani atau penenun, sehingga masyarakat kelas atas biasanya menghindari warna
ini.
5.
Motif kain sari yang penuh arti
Bukan hanya warna, motif kain sari secara tradisional juga mewakili sesuatu di keseharian masyarakat India. Sebut saja corak gajah pada sari yang menggambarkan air dan kerajaan, siluet burung beo sebagai lambang gairah. Ada juga pola ikan yang melambangkan kecerdasan serta kesuburan.
Itu dia jejak sejarah kain sari dan beberapa fakta yang tak boleh kamu abaikan. Berkat keunikan dan gaya khasnya, kini kain sari sudah menjadi busana universal yang bisa dipakai oleh siapapun.
Gimana nih, Sobat Bahankain tertarik memakainya? Bisa nih masuk list baju tradisional yang wajib kamu coba. Semoga bermanfaat ya!