Direktorat Statistik Industri melakukan Survei Industri Besar Dan Sedang (SIBS) dan Survei Industri Mikro Kecil (SIMK). Tujuannya adalah menyediakan statistik, profil,dan indikator industri manufaktur skala menengah besar dan mikro kecil di Indonesia. Survei tersebut merupakan salah satu tugas yang diemban oleh Direktorat Statistik Industri berdasarkan Peraturan Badan Pusat Statistik No. 7 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pusat Statistik.
Yang dinamakan batik adalah
kerajinan yangan sebagai hasil pewarnaan secara perintangan menggunakan malam
atau lilin batik panas sebagai bahan perintang warna. Peralatan pelekat lilin
berupa canting tulis dan atau canting cap untuk membuat corak tertentu yang
bermakna. Proses pembuatan batik terbagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Batik
tulis (batik tradisional) yang dibuat dengan menerapkan lilin batik langsung diatas
kain dengan canting
2. Batik
cap dibuat masih menggunakan lilin tapi memakai canting berupa cap untuk
membentuk polanya.
3. Batik
printing hasil produksi mesin khusus menggunakan lilin dingin
Seiring waktu, usaha batik telah
menjelma jadi cabang industri yang dikategorikan berdasar skala, kriteria
beserta syarat-syarat tertentu. Dilihat dari besarannya skala industri mikro,
kecil, menengah dan besar batik meliputi skala mikro, kecil, menengah dan besar.
Konsep skala industri manufaktur sendiri
tertuang pada peraturan pemerintah Republik Indonesia no. 7 tahun 2021 tentang
kemudahan, perlindungan, pemberdayaan koperasi serta usaha mikro, kecil dan
menengah. Pengelompokkan usaha mikro kecil dan menengah didasarkan pada
kriteria modal usaha untuk pendirian pendaftaran kegiatan usaha tau hasil
penjualan tahunan.
Kriteria modal usaha untuk
pendirian atau pendaftaran kegiatan usaha terdiri dari:
1.
Modal usaha mikro sampai dengan paling banyak
Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
2.
Usaha kecil memiliki modal lebih dari Rp. 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) sampai paling banyak Rp. 5. 000.000.000,00 (lima miliar
rupiah), terlepas dari tanan serta bangunan.
3.
Sedangkan modal usaha menengah tak kurang dari
Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) tapi juga tak lebih dari Rp. 10. 000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
Namun jika didasarkan pada hasil
penjualan, berikut pembagian jenis usaha:
1.
Usaha dikategorikan mikro jika hasil penjualan
tahunannya paling banyak sampai dengan Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)
2.
Hasil penjualan tahunan usaha kecil lebih dari
Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) tapi juga tidak melebihi Rp. 15. 000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
3.
Sebuah usaha dikategorikan menengah jika hasil
penjualannya melebihi Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) dan
angka paling banyak adalah Rp. 50. 000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Survei IBS dan IMK menunjukkan
bahwa industri batik didominasi usaha skala mikro dan kecil berupa pengrajin
batik. Jumlahnya mengalami penurunan tajam pada kuartal 2021 imbas pandemi Covid-19,
dari 32.495 menjadi 15.388.
BSP (Bidang Statistik Produksi) tahun 2022 mencatat Jawa Tengah sebagai wilayah dengan persebaran IKM batik terbanyak yaitu sejumlah 12.184. Beberapa kota dikenal menghasilkan kain batik seperti Rembang (batik lasem), Pekalongan, Jepara (batik ukir), Karanganyar, Sragen serta Solo yang terkenal dengan batik sidoluhur dan sidomukti.
Disusul oleh Jawa Timur sejumlah
11.688 usaha seperti halnya Batik Jetis Sidoarjo, Batik putat jaya (Surabaya),
Batik Malang (batik tulis celeket, batik banteng agung batu, batik belimbing,
batik soendari), Batik Mojokerto. Serta Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 968 usaha
seperti Kampung Batik Giriloyo, Kampung Batik Ngasem, dan Sentra Batik Lendah.
Diantara IMK batik yang terdaftar,
sebanyak 83,17% diantaranya dihadapkan dengan berbagai hambatan dalam menjalankan
usaha mereka. Permasalahan terbesar adalah bahan baku, ldiikuti masalah
permodalan dan pemasaran.