Hari Batik Nasional yang
diperingati tiap tanggal 2 Oktober merupakan sebuah perayaan penting untuk mengenang
perjalanan panjang batik sebagai warisan budaya dan kontribusinya dalam
memajukan perekonomian Indonesia.
Eksistensi kain batik di dunia
mode membuktikan bahwa batik bukan sekedar lambang tradisi, tetapi juga bagian dari
siklus kehidupan, peradaban, serta motor penggerak ekonomi. Terutama di pusat
produksi dan inovasi batik seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Solo dan
Pekalongan.
Berawal ketika World Craft
Council (WCC) mengakui dan mengesahkan batik sebagai kerajinan tangan bernilai
tinggi. Hingga akhirnya batik memperolah gelar Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity dari UNESCO pada 2 Oktober 2009. Hingga akhirnya,
disahkanlah tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional.
Sebagai salah satu pusat kebudayaan, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki peran krusial dalam pelestarian serta pengembangan batik. Hal tersebut berdasarkan data Kementerian Perindustrian, dimana Yogyakarta menyumbang sekitar 15% dari total produksi batik nasional dengan ratusan unit usaha yang tersebar di berbagai wilayah.
Batik Yogyakarta terkenal klasik
seperti batik kraton dan batik ceplok, yang memiliki nilai filosofis mendalam. Kontribusi
DIY begitu signifikan, dengan lebih dari 15.000 perajin batik serta pusat
produksi yang sebagian besar berada di Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan
Sleman.
Keberadaan sentra industri dan
kampung-kampung batik juga menjadikan Yogyakarta sebagai pusatnya pendidikan
batik. Ada banyak sekolah dan workshop yang memberikan ruang bagi para generasi
muda untuk belajar sekaligus mengembangkan seni membatik.
Selain itu, berikut beberapa kontribusi
batik dalam perekonomian nasional:
Dalam kehidupan masyarakat Jawa, batik memegang
nilai-nilai penting dan selalu ada di setiap fase kehidupan. Mulai dari
kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Seperti halnya motif parang melambangkan
kekuatan dan kesinambungan, atau motif kawung mencerminkan keseimbangan hidup
dan spiritualitas. Penggunaan batik di berbagai momen tersebut menunjukkan
bahwa batik bukan sekedar pakaian, tetapi juga cerminan perjalanan hidup
manusia yang terikat dalam sebuah tradisi.
Sedangkan
dalam skala nasional, industri batik menjadi salah satu sektor pendukung ekonomi
kreatif Indonesia. Kementerian Perindustrian mencatat bahwa industri batik
mempekerjakan lebih dari 200.000 orang dengan lebih dari 47.000 unit usaha.
Batik menjadi komoditas unggulan di sektor mode dan menyumbang 1,2% dari total
produk domestik bruto (PDB) industri kreatif.
Tahun 2024, sektor
industri batik menunjukkan pertumbuhan signifikan dengan menarik minat pasar
internasional. Dimana batik Indonesia berhasil masuk ke pasar ekspor di negara
Jepang, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa.
Yogyakarta,
Solo, dan Pekalongan memegang peranan penting dalam pengembangkan industri
batik nasional, baik dari sudut pandang ekonomi maupun budaya. Ketiga kota
tersebut memainkan peran strategis dalam menjaga kelangsungan warisan batik
Indonesia.
Yogyakarta terkenal
akan batik yang kaya nilai-nilai filosofi. Solo yang identik dengan batik
klasik dan produksi lebih masif, serta Pekalongan dengan batik yang lebih
dinamis dan inovatif. Ketiganya juga berkontribusi aktif terhadap pertumbuhan
ekonomi kreatif Indonesia, terutama di sektor ekspor batik dan penciptaan lapangan
kerja.
Yogyakarta
memiliki lebih dari 15.000 perajin batik yang tersebar di beberapa daerah
seperti Bantul, Sleman, dan Kota Yogyakarta. Dengan sekitar 1.500 usaha yang
berfokus pada produksi batik tulis dan cap.
DIY
berkontribusi sekitar 15% dari total produksi batik nasional. Penghasilan dari
sektor ini turut meningkatkan pendapatan domestik regional bruto (PDRB) sektor
industri kreatif. Batik Yogyakarta juga menembus pasar internasional, terutama
di Jepang dan Eropa.
Dua kali lebih
banyak dari Jogja, Kota Solo ternyata mempunyai sekitar 35.000 perajin batik
tulis, cap, atau kombinasi. Solo menjadi pusat bagi lebih dari 2.100 usaha
kecil dan menengah (UKM) batik yang sebagian besar terletak di Laweyan dan
Kauman.
Dikenal
sebagai kota yang selalu melestarikan tradisi membatik. Dengan pertumbuhan
ekonomi mencapai 20-25% per tahun, batik menjadi penggerak utama sektor
industri kreatif di kota ini. Batik Solo sudah menyentuh pasar Asia dan Eropa,
terutama jenis batik-batik klasik seperti motif parang dan sidomukti.
Sedangkan Kota
Batik Indonesia, Pekalongan memiliki sekitar 40.000 perajin batik yang mayoritas
bekerja di pusat produksi Tirto dan Wiradesa. Terdapat lebih dari 5.000 unit
usaha batik dengan produk berupa batik tulis, cap, dan printing. Batik
Pekalongan identik dengan corak yang lebih dinamis dan beraneka warna.
Industri batik
di Pekalongan turut berkontribusi dalam PDRB. Sekitar 30-40% pendapatan
masyarakat di kota ini berasal dari industri batik. Pekalongan banyak
mengekspor batik ke negara-negara di Eropa, Timur Tengah, dan Amerika Serikat,
dengan total nilai ekspor tahunan mencapai USD 54 juta.
Di era digitalisasi,
batik Indonesia mampu beradaptasi dengan kebutuhan fashion modern tanpa mengurangi
esensi tradisionalnya. Para perancang busana memadukan kain batik dalam koleksi
mereka. Menjadikan batik sebagai komoditas budaya dalam mode global dan tidak
hanya dipakai dalam upacara adat. Inovasi desain dan pewarnaan batik mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah.
Tahun 2024,
DIY diakui sebagai pusat kreativitas batik, dimana para desainer muda menciptakan
corak-corak baru yang lebih menarik. Peningkatan permintaan batik dari kalangan
anak muda serta dukungan pemerintah dalam mempromosikan batik di pasar
internasional membuat sektor ini terus tumbuh.
Peringatan Hari Batik Nasional ke
15 ini bukan hanya untuk mengingat keberhasilan masyarakat Indonesia menjaga
warisan budaya. Tetapi juga merayakan peran batik dalam rantai ekonomi serta
kemajuan industri mode tanah air.
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan
kekayaan tradisi membatik menjadi pusat pelestarian sekaligus inovasi yang
memajukan industri batik. Batik telah menjadi cermin dari dinamika sosial dan
budaya, serta pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia.
Sumber: Kompasiana (Timotius
Apriyanto)