Pasti kamu pernah mendengar
istilah ini, kan? Secara harfiah, label ready
to wear dapat diartikan sebagai jenis busana yang siap pakai. Para desainer
menggunakan istilah ini untuk menyebut busna yang bisa langsung dibeli dan
dipakai. Atau dengan kata lain, pembeli tak perlu melakukan pengukuran badan
dan memesan desain terlebih dahulu.
Lantas, apa maksud sebenarnya
dari istilah ‘ready to wear’? Simak
ulasan berikut ini, yuk!
Busana ready to wear dalam industri mode merupakan istilah dalam bahasa Perancis “prêt-à-porter” yang berarti “siap pakai.” Dalam kamus fashion, kata ready to wear merujuk pada jenis pakaian maupun aksesoris yang dirancang dan diproduksi secara massal untuk diperjualbelikan secara langsung.
Sumber: https://www.jawapos.com/
Konsep ini berbanding terbalik
dengan haute couture yang tiap detail pakaiannya dibuat secara personal dan rancangan
eksklusif. Dimana tiap detail ukuran, warna serta aksen hiasnya bisa dipilih
dan disesuaikan dengan selera atau karakter konsumen. Proses pembuatan busana
ini juga tidak membutuhkan fitting berkali-kali seperti halnya haute couture.
Para desainer menggunakan istilah
ready to wear untuk menyebut busana
yang bisa langsung dibeli dan dipakai. Ukurannya dibuat berdasarkan standar
yang ada karena diperuntukkan bagi semua orang. Bukan dirancang dan dijahit
secara custom.
Nah, berikut beberapa fakta mengenai busana ready to wear dan perbedaannya dengan haute couture:
1.
Baru mulai eksis di tahun 1800-an
Meski sebagian besar pakaian yang tersedia di toko
online maupun online saat ini adalah jenis busana ready to wear. Tapi sebenarnya, konsep ini baru mulai eksis pada
tahun 1800-an, lho.
Dikutip dari laman Byrdie bahwa faktanya sebelum tahun
tersebut, hampir semua pakaian dibuat secara custom alias haute couture. Orang-orang biasa atau dari kalangan
bawah membuat bajunya sendiri di rumah. Sementara kaum bangsawan dan orang kaya
biasanya menggunakan jasa penjahit untuk merancang baju-baju mereka.
2.
YSL pelopor butik pakaian ready to wear
Seiring perkembangan teknologi serta keinginan untuk
hidup lebih efisien, akhirnya pakaian ready
to wear diproduksi secara massal. Beberapa department store di Amerika,
seperti Marshall Field’s dan Lord & Taylor pun mulai menyediakan busana
bagi masyarakat kelas bawah. Pakaian ini makin diminati setelah brand-brand
mewah turut serta menghadirkan koleksi busana pret a porter.
Yves Saint Laurent atau yang lebih dikenal sebagai
YSL, menjadi salah satu pelopor merk mode yang membuka butik khusus pakaian ready to wear. Tepat tahun 1966, brand
asal Paris ini memproduksi sekaligus menjual koleksi siap pakai.
3.
Popularitas busana ready to wear
Perubahan sudut pandang sosial dan nilai-nilai busana menjelang
akhir abad ke-19, membawa pakaian jadi sebagai busana kelas menengah. Awalnya,
pakaian ini lebih populer di kalangan pria terutama dimulai dari Amerika
Serikat.
Hingga akhirnya, pada akhir tahun 1860-an, tak kurang
dari 25% pakaian yang diproduksi di AS adalah ready to wear. Persentasenya terus meningkat sampai menyentuh angka
60% di tahun 1890 dan 90% pada tahun 1951. Di saat bersamaan, dua pertiga
pakaian yang dijual di Prancis adalah ‘prêt-à-porter’
4.
Ciri khas ready
to wear
Meski proses pembuatannya tergolong mudah tapi busana
siap pakai tidak terbatas pada busana sederhana dan praktis seperti kemeja,
kaos, cardigan atau t-shirt. Tapi busana cocktail dan evening dress hingga gaun
pengantin berpayet juga bisa dikategorikan sebagai ready to wear.
Selain itu, berikut beberapa ciri khas busana ready to wear:
·
Diproduksi dalam jumlah besar dengan ukuran
standar
·
Harga jauh lebih terjangkau daripada haute
couture
·
Desain dan warnanya mengikuti tren terkini dan
musim.
·
Mudah ditemukan karena dijual secara luas di
toko, department store, maupun pasar online.
5.
Perbedaan ready
to wear dan haute couture
Hampir semua brand pakaian berkelas seperti Gucci,
Prada, dan Dior memproduksi serta memamerkan koleksi ready to wear mereka di panggung fashion show. Namun, secara bersamaan mereka juga mempunyai lini
pakaian mewah alias haute couture.
Setidaknya ada tiga aspek utama yang membedakan antara
pakaian ready to wear dan haute
couture, yaitu:
·
Jumlah Produksi
Karena
diproduksi secara massal, sebagian besar proses pembuatan pakaian ready to wear menggunakan bantuan mesin
otomatis. Beda dengan haute couture yang lebih banyak memanfaatkan keterampilan
tangan manusia. Mulai dari perancangan (desain), penjahitan (sewing), hingga siap
didistribusikan dan dipakai oleh konsumen.
·
Ukuran
Pakaian ready to wear tersedia dalam "ukuran
standar". Umumnya mulai dari size XXS hingga XXL, XXXL sampai oversize
agar bisa menjangkau banyak konsumen. Di sisi lain, busana haute couture hanya dibuat
secara custom, sesuai ukuran tubuh pemakainya.
·
Biaya
Dilihar dari
segi biaya, produksi pakaian ready to
wear jauh lebih rendah karena hanya membutuhkan sedikit tenaga manusia, serta
mampu menghasilkan banyak produk dalam waktu singkat. Alhasil, harga pakaian
ini lebih ekonomis dan terjangkau.
Sementara harga
pakaian haute couture sangat variatif karena didasarkan pada eksklusivitas
tampilan, bahan, serta tenaga kerja desainer maupun penjahit.
Itu dia beberapa hal yang perlu
kamu tahu mengenai istilah ‘ready to wear’.
Udah nggak penasaran lagi, kan? Semoga bermanfaat, ya!