Sahabat bahankain, dunia fashion itu tidak melulu soal desain atau tren. Semua dimulai dari satu hal sederhana tapi sangat penting: bahan. Bahan yang kita pilih bukan hanya menentukan kenyamanan atau penampilan, tapi juga menyampaikan nilai brand, harga produksi, hingga dampak terhadap lingkungan.
Nah, sebelum kita bahas detailnya satu
per satu, bagi para pelaku fashion dan konveksi yang ingin memilih bahan secara
bijak, sebelumnya mari kita kenali dulu, pelajari perbedaan, kelebihan, dan
tantangan dari 5 jenis bahan utama yang sering digunakan dalam industri
fashion: cotton, wool, synthetic, leather, dan fur.
Cotton: Favorit
Sepanjang Masa
Bahan katun atau cotton barangkali adalah bahan paling akrab di hidup kita. Dipakai
untuk kaus, kemeja, hingga baju anak, katun digemari karena adem, menyerap keringat,
dan nyaman. Namun, tidak semua katun itu sama. Ada katun biasa, ada juga long staple seperti Supima atau Egyptian
Cotton yang kualitasnya jauh lebih tinggi. Tantangan katun ada pada konsumsi
air yang sangat besar dan penggunaan pestisida dalam budidayanya.
Wool: Hangat, Tangguh, dan Bernilai Tinggi
Kalau katun populer di negara tropis
seperti Indonesia, maka wool adalah rajanya fashion musim dingin. Berasal dari
bulu domba, wool dikenal bisa tahan lama, mudah menyerap warna, dan sangat hangat.
Jenis wool juga beragam—dari Merino yang super lembut, hingga crossbred wool untuk kebutuhan massal. Meski
Indonesia tak memproduksi wool, kita tetap mengimpor untuk jaket outdoor, baju
hiking, hingga produk ekspor ke Eropa.
Synthetic: Inovasi
Modern yang Serba Guna
Bahan sintetis seperti polyester,
nylon, dan spandex menjadi solusi modern untuk produksi fashion massal. Ringan,
cepat kering, dan murah. Cocok untuk pakaian olahraga, jersey komunitas, hingga
seragam industri. Tapi synthetic fabrics
punya sisi lain—yakni berasal dari minyak bumi dan sulit terurai di alam. Akan
tetapi, teknologi masa kini mulai menghadirkan versi lebih ramah lingkungan,
seperti Dri-Fit, Heatteach, dan recycled
polyester.
Leather: Elegan,
Tangguh, tapi Perlu Tanggung Jawab
Kulit selalu menjadi simbol kekuatan
dan kemewahan. Biasa dipakai untuk sepatu, tas, jaket, hingga dompet premium. Di
Indonesia, Garut dan Manding Yogyakarta menjadi sentra kerajinan kulit yang
mendunia. Namun, proses penyamakan kulit bisa mencemari lingkungan, terutama
jika menggunakan bahan kimia seperti krom. Dan ada pula kulit sintetis yang muncul
sebagai alternatif, tapi masih punya tantangan sendiri dari sisi daya tahan serta
limbah plastik yang dihasilkan.
Fur: Simbol Mewah yang Sarat Kontroversi
Berbeda dari keempat bahan sebelumnya,
fur atau bulu hewan bukan hanya
bahan, tapi juga isu sosial. Bulu dari mink, fox, atau chinchilla memang indah,
hangat, dan eksklusif. Tapi di baliknya ada isu kekejaman terhadap hewan dan
praktik peternakan yang dipertanyakan. Di Indonesia, penggunaan fur sangat terbatas,
lebih sering hadir dalam bentuk faux fur
(bulu palsu) untuk kostum, aksesoris, atau produk ekspor.
Bijak Memilih, Bertanggung Jawab Berkarya
Sahabat bahankain, tak ada bahan yang
sempurna. Setiap jenis punya kelebihan, kekurangan, harga, karakter, dan dampak
lingkungan masing-masing.
Sebagai pelaku usaha di bidang fashion
dan tekstil, kita perlu memahami semuanya—bukan hanya dari sisi teknis, tapi
juga dari nilai dan arah brand yang kita bangun. Karena fashion sejati tidak
hanya membuat orang tampil cantik, tapi juga membawa cerita, kesadaran, dan
kepedulian baik social maupun lingkungan.