Dalam beberapa tahun terakhir,
industri tekstil Indonesia menghadapi tantangan serius dari praktik perdagangan
global yang tak selalu adil. Salah satu ancaman paling nyata adalah praktek
dumping yang membuat harga jual produk impor jauh di bawah harga normal pasar.
Sekilas, harga murah ini tampak
menguntungkan konsumen, tetapi ia menjadi ancaman besar bagi pelaku usaha
lokal. Apa itu dumping? Dan bagaimana
pengaruhnya terhadap industri tekstil? Berikut ulasannya!
Dumping adalah praktik perdagangan internasional di mana suatu
negara atau perusahaan mengekspor barang ke negara lain dengan harga lebih rendah dari harga normal di pasar
domestiknya atau bahkan di bawah biaya
produksi. Tujuan utamanya biasanya untuk menguasai pasar, menghancurkan
pesaing lokal, atau menghabiskan
stok berlebih di dalam negeri.
Dalam konteks industri tekstil dalam negeri, praktik
dumping menjadi ancaman serius
karena dapat menyebabkan:
1.
Harga produk lokal sulit bersaing
Produk impor yang dijual sangat murah membuat produk
tekstil dalam negeri tampak mahal di mata konsumen. Akibatnya, penjualan produk
lokal menurun drastis.
2.
Pabrik dan pelaku usaha tekstil dalam negeri
merugi
Ketika pasar dikuasai oleh barang impor murah,
produsen lokal kehilangan pangsa pasar, menurunkan kapasitas produksi, bahkan
bisa berujung pada PHK massal.
3.
Distorsi pasar dan ketergantungan impor
Dalam jangka panjang, dumping menciptakan pasar yang
tidak sehat. Setelah pesaing lokal melemah atau bangkrut, eksportir asing bisa
menaikkan harga sesuka hati karena sudah menguasai pasar.
4.
Ketimpangan perdagangan dan potensi defisit
Masuknya barang impor murah tanpa pengendalian bisa
memperburuk neraca perdagangan
dan mengganggu kestabilan industri nasional.
Untuk melindungi industri dalam
negeri, pemerintah biasanya menerapkan bea
masuk anti-dumping (BMAD), yaitu pungutan tambahan terhadap produk impor
yang terbukti dijual dengan harga dumping. Tujuannya agar harga produk impor menjadi lebih adil
dan daya saing produk lokal tetap
terjaga.
Praktik dumping ini sering terjadi di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) karena tingginya permintaan, cepatnya perubahan tren mode, dan perbedaan biaya produksi antarnegara. Oleh karena itu, pengawasan perdagangan dan kebijakan proteksi industri lokal menjadi penting untuk memastikan industri tekstil Indonesia tetap tumbuh dan tidak tergilas arus barang murah dari luar negeri.
Dalam upaya penyelamatan,
pemerintah kini dihadapkan pada urgensi untuk mengaktifkan instrumen perlindungan
dagang yang sah di mata WTO, Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD).
BMAD adalah 'tarif hukuman' yang
dirancang untuk menaikkan harga produk dumping setara dengan nilai wajarnya,
sehingga menciptakan level playing field yang lebih adil.
Industri tekstil nasional mendesak koordinasi yang kuat antara semua pemangku kepentingan untuk menjadikan BMAD sebagai tameng terakhir guna menghentikan 'pembantaian harga' ini, sebelum seluruh rantai pasok TPT nasional benar-benar lumpuh.