Setelah perjalanan yang begitu
panjang dan melalui berbagai tahapan penelitian, Saxion mengumpulkan data untuk
produksi pulp SaXcell dan berkonsultasi dengan para ahli tekstil. Data tersebut
diinventarisasi per 100 kg pulp SaXcell untuk LCA pulp yang diregenerasi dari
limbah kapas. Baik percobaan berskala laboratorium maupun pengujian di pabrik
percontohan Saxion.
Hasilnya dikonfersikan
ke ranah produksi industrial yang didasarkan pada data literatur dan perkiraan pakar
tekstil. Data dimodifikasi dalam perangkat lunak LCA Simapro dengan
memanfaatkan bahan latarbelakang lingkungan dari statistik Ecoinvent.
Pulp SaXcell adalah bahan baku untuk produksi serat melalui proses Lyocell. Karena tidak tersedianya data produksi serat industri melalui proses Lyocell, produksi serat dikeluarkan dalam penelitian ini (langkah 6 – pemintalan serat).
Baca Juga: |
Metode ReCiPe (tingkat titik
tengah) dipilih sebagai sistem penilaian dampak siklus hidup. Pada teknik ini,
delapan belas efek dan indikator lingkungan berbeda dihitung. Kemudian hasil ditampilkan
dalam laporan sebagai nilai representative dan skala perubahan iklim dalam kg
CO2-eq.
Metode penilaian ReCipe akan
menampilkan perbandingan antara pulp SaXcell dari 100% limbah kapas putih dan
pulp sulfat. Beberapa penilaian lingkungan lainnya telah diterapkan untuk
memastikan komparabilitas yang optimal dengan penelitian lain.
Berikut hasil penerapan eksperimen
skala laboratorium dan percontohan yang diterjemahkan ke produksi pada berskala
industri:
1.
Energi
Konsumsi
listrik dalam proses pulping digunakan untuk penguraian limbah tekstil,
penggilingan, pengeringan dan pengadukan selama proses kimiawi. Gas alam juga diperlukan
untuk proses pemanasan air. Rangkaian proses ini diperkirakan mengkonsumsi
energi 30% lebih sedikit dibandingkan produksi skala laboratorium. Hal ini berdasarkan
efek optimasi proses, integrasi, dan peningkatan skala.
Penilaian
ketidakpastian dilakukan sebagai langkah penyesuaian derajat polimerisasi menggunakan
biokatalis untuk mengganti asam pada proses katalis. Dalam hal ini hanya
diperlukan 58 MJ bukan 169 MJ untuk pemanasan.
2.
Pengangkutan
Transmisi bahan limbah didasarkan pada jarak rata-rata
antara tempat pengumpulan tekstil dengan fasilitas pemilahan di Belanda.
3.
Bahan
Bahan kimia yang digunakan selama proses pulping
diberikan. Konsumsi air adalah ringkasan dari proses dan siklus pencucian diasumsikan
bahwa sistem daur ulang air mengurangi konsumsi air sebesar 70%.
Tabel 2 Kebutuhan bahan kimia dan air dalam skala
industri (per 100 kg pulp SaXcell)
4.
Air limbah
Produksi pulp menghasilkan air limbah, dalam jumlah
yang sama dengan air yang digunakan. Air limbah ini mengandung zat seperti
natrium sulfat dan senyawa organik seperti glukosa dan etilen glikol. Air
limbah dibuang melalui saluran pembuangan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL)
Tabel 3 Produksi air limbah skala industri (per 100 kg pulp
SaXcell)
1.
Dampak pada perubahan iklim.
Studi LCA yang dalam proses pembuatan pulp menunjukkan
nilai perubahan iklim 0,54 – 1,34 kg CO2-eq untuk pulp yang berbeda. Tergantung
kualitas dan bahan baku (sebagaian besar adalah kayu).
Sedangkan proses pulping SaXcell™ berdasarkan 100%
limbah kapas putih berdampak pada perubahan iklim sebesar 0,48 kg CO2-eq. Penggunaan
biokatalis bisa mengurangi dampak menjadi 0,39 kg CO2-eq. Meski dampak dari
proses biokatalitik umumnya tidak baik tetapi juga karena kondisi proses yang
lebih ringan.
Penilaian lainnya dilakukan pada penerapan penggunaan
listrik berkelanjutan untuk produksi pulp dengan skala industrial. Analisis
dasar menunjukkan listrik yang digunakan merupakan campuran listrik rata-rata
Belanda. Jika hanya menggunakan sumber energi hijau maka dampak iklim berkurang
dari 0,48 kg CO2-eq menjadi 0,27 kg CO2-eq.
Melarutkan limbah tekstil bentuk pulp dengan kandungan
PET memiliki dampak yang lebih tinggi terhadap perubahan iklim (0,86 kg
CO2-eq.) daripada pulp berbasis 100% limbah kapas (0,63 kg CO2-eq dengan energi
hijau). Hal ini disebabkan penggunaan bahan kimia yang lebih banyak pada setiap
proses dan diperlukan proses tambahan untuk pemisahan PET dari selulosa. Imbas perubahan
iklim untuk 1 ton pulp melarutkan SaXcell™ pada parameter produksi yang berbeda.
P Pemanfaatan
biokatalis sebagai pengganti asam guna menurunkan angka derajat polimerisasi.
P Penggunaan
listrik yang berkelanjutan sebagai pengganti energi UE untuk perhitungan.
P Berdasarkan
data lingkungan dari jenis pulp yang tersedia di Basis Data Ecoinvent
2.
Perbandingan antara pulp SaXcell dan pulp sulfat
dari sumber yang berbeda
Tabel 5 menunjukkan pulp SaXcell punya nilai dampak
jauh lebih rendah daripada pulp sulfat yang berguna sebagai toksisitas manusia
dan penggunaan air.
Perbedaan paling mencolok ditemukan pada lahan pertanian. Pulp
sulfat tradisional membuktikan dampak tertinggi 4,8 m2a dan pulp sulfat dari
hutan lestari masih memberikan nilai dampak 0,83 m2a. Tetapi efek dari pulp
SaXcell hampir dapat diabaikan (0,01 m2a) karena proses daur ulang tidak
memerlukan penanaman pohon atau tanaman.
Data dan hasil penelitian membuktikan
bahwa pelarutan pulp dari limbah tekstil katun putih 100% umum berdampak rendah
terhadap perubahan iklim. Dampak ini juga bisa dikurangi dengan penggunaan
biokatalis dan atau sumber energi hijau dalam proses produksi. Jika limbah
tekstil mengandung PET, pemakaian bahan kimia meningkat dan berpengaruh
terhadap perubahan iklim.
Pulp SaXcell dari kapas putih
100% memberikan keuntungan lebih besar dari pulp sulfat dalam kategori dampak
toksisitas manusia, pendudukan lahan perkotaan, penggunaan air dan lahan
pertanian.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa
penggunaan limbah kapas sebagai bahan baku pulp untuk serat selulosa regenerasi
jauh lebih unggul dibandingkan sebagian besar kualitas pulp dalam hal kategori
dampak yang diteliti pada studi ini.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 20