Pemilihan bahan dan material sangatlah penting untuk menciptakan busana yang berpenampilan menarik serta nyaman dikenakan. Salah satunya menentukan bahan interfacing (kain pelapis dalam) yang punya beragam jenis dan karakteristik masing-masing.
Interfacing menjadi hal wajib, khususnya dalam pembuatan baju-baju formal dan busana tailoring. Seperti halnya kemeja, jas, dan blazer.
Lalu, bagaimanakah cara memilihnya? Simak ulasan berikut ini ya!
Interfacing merupakan kain pelapis yang berfungsi memperindah bentuk atau siluet pakaian. Biasanya kain ini dipasangkan antara bahan dasar pakaian dan furing atau bagian-bagian yang perlu kekakuan (bentuk stabil).
Tujuan utama pembahana interfacing pada busana yaitu:
1. Memperindah bentuk pakaian agar terlihat rata dan lebih rapi
2. Menambah ketebalan dan stabilitas bentuk bagian pakaian
3. Memperkuat bahan
4. Mencegah bahan menjadi longgar
Secara garis besar interfacing dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu woven, non-woven dan knitting. Masing-masing memiliki fungsi dan perannya berbeda. Berikut pembahasannya!
1. Woven (tenun)
Penggunaan interfacing woven harus memperhatikan garis seratnya. Idealnya kain pelapis ini digunakan untuk proyek yang memerlukan kain berbobot sedang, berat atau bahan busana yang berkarakter halus seperti sutra.
2. Non-Woven (tidak ditenun)
Interfacing non-woven terbuat dari serat yang diikat atau dikempa menjadi satu. Tak ada garis tenunan, teksturnya lebih mirip kertas berserat ketimbang kain. Kain pelapis non-woven bisa dipotongan ke segala arah, tetapi ketahanannya tidak sebaik bahan woven, terutama dalam hal pencucian.
Meski penggunaannya bisa dibilang paling mudah namun ia lebih direkomendasikan untuk pengerjaan kriya kreatif. Seperti halnya tas, aksesori, home decor, atau muslin cepat pada busana yang jarang dipakai.
3. Knitting (rajut)
Antarmuka rajutan memiliki regangan melintang dan regangan memanjang minimal, sehingga dapat bergerak dengan kain Anda karena mencegahnya meregang terlalu banyak. Ini ideal untuk rajutan, tetapi juga bagus untuk kain tenun ringan dengan sedikit regangan dan tirai, seperti rayon.
Saat memotong antarmuka ini, pertimbangkan arah regangan terbesar untuk potongan pola Anda. Misalnya, jika itu adalah ikat pinggang rajutan, Anda ingin antarmuka rajutannya meregang di sekitar tubuh Anda bersama dengan kain Anda.
Berikut beberapa jenis interfacing yang kerap digunakan dalam dunia mode:
1. Trubenais atau staplek
Trubenais lebih dikenal dengan sebutan kain keras atau staplek adalah jenis kain pelapis yang tebal dan kaku. Biasanya digunakan untuk melapisi kerah kemeja dan ban pinggang rok maupun celana. Beberapa trubenais sudah dilengkapi bahan perekat berupa zat plastik sehingga penggunaannya lebih praktis.
Tak perlu menjahit jelujur karena setrika saja sudah bisa membuatnya merekat erat pada bahan kain. Trubenais tanpa lapisan plastik biasanya digunakan sebagai pelapisa ban pinggang. Kain pelapis jenis ini harus dijahitkan dulu pada bahan yang hendak dilapisi.
2. Viselin/vislin
Kain vislin relatif tipis dan satu sisinya mempunyai lapisan perekat termoplastik atau lem yang akan mencair lalu merekat pada kain setelah disetrika. Bentuknya berupa lembaran serabut yang sangat mudah robek. Umumnya tebuat dari material non- woven.
Vislin kerap diaplikasikan pada kerah busana wanita, lapisan belahan, lapisan kancing vasfoal dan masih banyak lagi.
3. Bulu kuda
Sesuai namanya, kain pelapis ini dibuat dari serat bulu kuda yang ditenun. Berupa lembaran kain tipis berwarna agak kecoklatan berlapis lem perekat yang akan mencair ketika disetrika. Lining bulu kuda biasanya dipakai untuk melapisi bagian dada jas, mantel atau blazer.
4. Pelapis pasir
Pelapis pasir atau gula adalah lembaran kain tipis (lebih tipis daripada viselin) berwarna putih dilengkapi lem berpasir. Bahan ini sangat cocok untuk melapisi bagian dada dan punggung kemeja atau busana semi jas. Penggunaannya pun terbilang mudah, cukup tempelkan pada bagian busana lalu disetrika dan otomatis dia akan merekat pada bahan.
Pola menjahit bisa menjadi acuan dalam memilih kebutuhkan interfacing. Namun, tetap saja ada beberapa hal yang harus pertimbangkan seperti:
1. Jenis Kain
Jenis dan karakter kain (bahan busana) sangat memengaruhi pemilihan interfacing. Jika bahannya tahan terhadap panas, interfacing berperekat (fusible interfacing) bisa menjadi solusi praktis. Sebaliknya, apabila kainnya kurang bisa menahan panas, kain pelapis biasa adalah opsi paling aman.
2. Berat atau Ketebalan kain
Kain pelapis juga tersedia dalam ketebalan yang bervariasi. Jadi, coba dan mencocokkan dulu ketebalan pelapis dan kain. Meski hal itu tak berlaku dalam beberapa model pakaian.
· Interfacing berbobot ringan akan sesuai untuk gaun dan rok plisket. Ataupun model busana lain yang menggantung bebas tapi butuh sedikit penguat dan tidak menimbulkan banyak gesekan.
· Bahan pelapis dengan berat sedang, bisa diandalkan untuk memperkuat area pakaian yang lebih banyak digunakan. Seperti pada kerah, lubang kancing, dan elemen struktural garmen lain. Interfacing ini dapat menambah kekuatan kain tanpa menghilangkan kelenturannya. Hasilnya pakaian akan tetap nyaman dikenakan.
· Interfacing berat jauh lebih kaku dan tebal sehingga sangat cocok diaplikasikan pada bagian busana yang butuh stabilitas tinggi. Seperti halnya jaket, mantel, sepatu dan produk fashion yang belum tentu nyaman untuk kebutuhan sehari-hari.