Jauh sebelum adanya fast fashion,
busana identik dengan sesuatu yang mewah dengan harga mahal. Bagaimana tidak,
dahulu baju harus dibuat secara mendetail dan masih mengandalkan cara manual.
Hingga akhirnya revolusi industri datang apda tahun 80-an, dimana semua
teknologi terus berkembang. Dan muncullah fast fashion yang terus bertahan
hinggga saat ini.
Fast fashion pun menjadi salah satu tipe bisnis fashion yang paling populer di dunia. Alasannya
tak lain adalah karena kecepatan pergerakan arusnya.
Lalu sebenarnya apa itu fast
fashion? Simak ulasan berikut ini ya!
Fast fashion merujuk pada produk-produk garmen dengan biaya produksi murah, tapi kualitasnya tak kalah bagus dari produk handmade. Modelnya pun merupakan hasil menjiplak dari brand busana ternama. Dengan kata lain fast fashion adalah produk kw yang harganya sangat terjangkau.
Istilah fast fashion juga mendeskripsikan
desain pakaian yang diproduksi secara massal agar bisa memanfaatkan tren dengan
tepat. Kadang modelnya terinspirasi dari gaya para selebriti ataupun model dalam
peragaan busana.
Gelombang fast fashion yang
terus menghantam ranah tekstil mendorong hadirnya slow fashion. Apa itu slow
fashion? Lalu apa perbedaan keduanya?
Secara harfiah, slow fashion adalah
sektor industri busana yang lebih mengedepankan kualitas bahan. Mereka juga berkontribusi
terhadap kelestarian lingkungan tetapi pembuatannya butuh waktu lebih lama.
Sebagian besar alur produksinya
dilakukan secara handmade. Sehingga industri slow
fashion tidak terlalu bergantung pada tren, produk pun lebih awet dan bisa
digunakan lebih lama. Desain slow fashion juga dibuat dalam edisi terbatas.
Sebenarnya slow fashion merupakan
sebuah filosofi yang digagas oleh Kate Fletcher pada tahun 2007. Kemunculan konsep
ini menjadi bentuk protes dari maraknya peredaran fast fashion.
Fast fashion adalah sebuah konsep yang pertama kali muncul pada tahun 1980-an ketika dunia memasuki revolusi industri. Sebelum itu, tren berpakaian disesuaikan dengan empat musim yaitu musim panas, gugur, dingin, dan semi. Desainer pun menghabiskan waktu sampai berbulan-bulan untuk merancang pakaian setiap musimnya.
Disisi lain, fashion jaman
dulu juga tergolong produk mewah yang hanya bisa dipakai oleh orang-orang
kalangan atas sebab harganya sangat mahal. Minimnya pengetahuan tentang mesin
jahit, membuat desainer memilih menjahit kain-kain tersebut secara manual.
Alhasil, mereka butuh waktu sangat lama hanya untuk menyelesaikan satu proyek
pakaian.
Penggunaan mesin jahit secara
besar-besaran memungkinkan pembuatan busana dengan jumlah besar dalam waktu
singkat. Akhirnya, produsen hanya berfokus terhadap kuantitas (jumlah) agar mampu
menjual produk sebanyak-banyaknya dan meraup keuntungan setinggi-tingginya.
Dengan begitu, fashion tak
hanya sebatas kelas atas tapi seluruh kalangan dapat memakainya. Apalagi beberapa
produsen turut menghadirkan fesyen tiruan dari merek-merek ternama tentu dengan
harga yang lebih terjangkau. Konsumen tak lagi mementingkan kualitas bahan baku
sehingga dampak buruk fast fashion tak terhindarkan.
Dari uraian di atas, bisa ditarik
kesimpulan bahwa fast fashion memiliki beberapa ciri yang membedakannya
dengan konsep fesyen lain. Beberapa diantaranya yaitu:
1. Up
to Date
Fast fashion dituntut untuk bisa menciptakan
tren dengan cepat. Artinya mereka juga harus punya banyak model baju dan
trennya harus cepat berubah.
2. Harga
Murah
Bahan baku fast
fashion adalah kain-kain yang memang berkualitas buruk dengan biaya
produksi rendah. Sangat wajar bila harga produk jadinya terbilang murah tapi
cenderung tidak awet dan hanya dapat dipakai dalam waktu singkat. Entah
jahitannya yang rusak, warna yang memudar atau sudah tidak tren lagi.
3. Cabangnya
Banyak
Sesuai konsepnya,
bisnis fast fashion berusaha memasukkan produk ke pasaran dan menghabiskannya
dengan segera. Itulah kenapa sektor ini memiliki banyak cabang yang tersebar di
berbagai daerah bahkan hingga ke mancanegara. Tujuannya tak lain adalah menjangkau
pasar seluas-luasnya.
4. Diproduksi
di Negara Berkembang
Demi menekan
harga produksi, biasanya pebisnis fast fashion mendirikan pabrik di
negara berkembang. Seperti halnya negara-negara Asia mengingat upah karyawannya
yang jauh lebih rendah dibandingkan Amerika ataupun Eropa.
Siklus percepatan mode fast
fashion tumbuh begitu pesat daripada industri fashion lainnya. Hal itu mendorong
disposibilitas yang lebih besar sehingga memunculkan berbagai dampak negatif. Mulai
dari lingkungan, kesehatan sampai kesejahteraan karyawan.