Saat berkunjung ke Thailand dan
Nepal kamu akan menemukan sebuah pemandangan unik dimana banyak kaum laki-laki
memakai helaian kain berwarna coklat, kuning kunyit atau oranye. Nah, buat kamu
yang penasaran, sebenarnya nama busana itu adalah kasaya. Pakaian ini sangat
lazim dikenakan oleh mayoritas agama budha khususnya seorang bikkhu atau biksu.
Lantas apa itu kasaya? Kenapa
dinamakan demikian? Simak ulasan berikut ini ya!
Kasaya adalah pakaian seremonial yang dikenakan oleh biksu dan biksuni dalam agama Buddha. Istilah ‘kasaya’ berasal dari bahasa Sansekerta dan Pali yang kerap muncul di literature Buddha. Artinya "warna kusam" atau "warna tanah liat”, warna-warna tersebut dipilih karena netral, tidak mencolok, dan mencerminkan penolakan terhadap kesenangan duniawi.
Sumber: https://kaltim.tribunnews.com/
Kasaya terdiri dari selembar kain
besar yang dililitkan di tubuh dengan cara tertentu. Pakaian ini memiliki makna
religius dan simbolis yang mendalam dan sering kali mencerminkan prinsip-prinsip
dasar ajaran Buddha. Seperti halnya kesederhanaan, ketidakmelekatan, dan
pengabdian spiritual.
Seorang biksu setidaknya mempunyai
minimal dua set Kasaya. Setelan pertama berupa set Kasaya sedang yang digunakan
untuk pakaian sehari-hari. Sedangkan set kedua meruakan cadangan yang bisa
berguna sebagai pengganti saat set pertama sedang dicuci atau diperbaiki.
Sejarah mencatat bahwa kasaya
Buddha berasal dari budaya India Kuno, berupa seperangkat jubah untuk biksu
yang mengikuti ajaran Buddha Gautama. Kāṣāya asli dibuat menggunakan kain bekas
yang dijahit menjadi satu membentuk tiga potong kain persegi panjang dan
dipakai dengan cara tertentu.
Setidaknya ada tiga potong kain
utama yaitu antarvāsa, uttarāsaṅga, dan saṃghāti.
Ketiganya digabung menjadi “jubah rangkap tiga,” yang kemudian dikenal sebagai ticīvara.
·
Uttarāsaṅga
Uttarasangta
adalah jubah yang menutupi tubuh bagian atas, satu sisi lengan serta pakaian
dalam atau antarvāsa. Bagian depannya terdapat potongan kain yang dilipat ke
dalam untuk menutupi dada dan bahu.
·
Antarvāsa (Antaravāsaka)
Berikutnya ada Antarvāsa,
yaitu helaian kain yang berfungsi menutupi tubuh bagian bawah. Lebih tepatnya,
mulai dari batas pusar hingga bawah lutut. Tingginya bisa diatur agar tidak
menggantung serendah mata kaki.
Bentuk bagian
ini berupa kain panjang yang dililitkan di sekitar pinggang lalu diikat
pinggang menggunakan tali. Ukuran lebar antarvasa cukup besar untuk memberi
ruang gerak yang nyaman saat berjalan atau duduk saat bermeditasi. Pada
dasarnya Pakaian ini mirip rok pada rangkauan busana pria kuno.
·
Saṃghāti
Terakhir ada samghati yang berupa jubah dua lapis yang digunakan sebagai jubah luar para Bhikkhu. Digunakan untuk menutupi busana atas (uttarāsaṅga) serta pakaian dalam (antarvāsa) saat menghadiri upacara keagamaan atau bepergian. Biasanya merupakan pakaian yang paling terlihat meski uttarāsaṅga menonjol di bagian bawah. Bentuknya sangat mirip himation karena bentuk serta lipatannya dibuat dalam gaya Yunani menurut seni Gandhāra Buddha-Yunani.
Berikut adalah beberapa aspek
penting dari kasaya:
1.
Warna
Variasi warna kasaya tergantung
tradisi dan wilayah asalnya. Dalam tradisi Theravāda (aliran buddhisme tertua),
jubah biasanya berwarna kuning kunyit atau oranye. Sedangkan kasaya pada budaya
Mahayana (aliran agama Buddha yang dianut orang di negara Asia Timur)
menggunakan jubah warna merah atau cokelat.
2. Simbolisme
Kesederhanaan
desain kasaya melambangkan ketidakmelekan para Bikkhu terhadap kenikmatan dunia
dan komitmen terhadap kehidupan spiritual. Pakaian ini juga berfungsi sebagai
simbol identitas bagi mereka yang telah menempuh jalan monastik.
3. Proses Pembuatan
Kasaya
seringkali dibuat dari kain bekas atau bahan kain yang disumbangkan. Hal itu
melambangkan pengorbanan dan kesederhanaan. Pembuatan kasaya juga melibatkan
berbagai ritual dan doa sehingga menambahkan dimensi spiritual pada pakaian
tersebut.
4. Penggunaan
Busana
kasaya digunakan dalam beragam aktivitas keagamaan, seperti meditasi, upacara, maupun
kegiatan sehari-hari para biksu dan biksuni. Pakaian tersebut menjadi penanda status
mereka sebagai anggota komunitas monastik Buddha.
5. Variasi Regional
Di
beberapa wilayah, kasaya memiliki variasi dalam hal warna dan cara pemakaian.
Misalnya, di negara-negara Theravāda seperti Thailand, desain kasaya lebih
sederhana dan berwarna cerah. Lain
halnya dengan negara yang mendapat pengaruh Buddhisme Vajrayana (India, Tibet),
model kasaya bisa lebih rumit dengan tone warna lebih gelap.
Pada intinya, kasaya berkaitan dengan praktik kehidupan monastik sekaligus penanda sebuah komitmen akan mengikuti ajaran Buddha. Penggunaanya pun tidak boleh sembarangan.
Itu dia beberapa hal yang perlu kamu tahu mengenai kasaya, baju para biksu penganut agama Buddha. Semoga bermanfaat ya!