Siapa sih yang nggak kenal sandal
kodok? Sandal tertutup berbahan dasar karet dengan ciri khas lubang-lubang di
bagian atas ini, dulu sering dipandang sebelah mata bahkan dicap ‘kampungan’. Tapi
apa yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Kini, pemandangan sandal “kodok” telah
bertengger di kaki para influencer, selebgram bahkan selebriti papan atas.
Hadir dalam nuansa chic yang lebih modern, sandal kodok erplatform tinggi mulai menjajaki tangga popularitas dan menguasai tren mode. Look-nya santai namun tetap stylish. Seperti apa revolusinya? Simak ulasan berikut ini, yuk!
Sandal kodok, atau lebih dikenal
dengan nama sebuah merk sandal asal Amerika, Crocs, adalah jenis alas
kaki yang terbuat dari bahan resin Croslite yang ringan dan empuk. Dinamakan
sandal "kodok" karena bentuk bagian depannya yang membentuk sebuah
selop tertutup berukuran lebar dan besar, mirip punggung kodok.
Desainnya sangat khas dengan permukaan berlubang dan tali di bagian belakang yang bisa diputar ke depan membuatnya mudah dikenakan dan dilepas. Menjadikan sandal ini sebagai pilihan praktis untuk rutinitas harian.
Sandal ini pertama kali
diperkenalkan pada tahun 2002 oleh tiga sekawan, Scott Seamans, Lyndon Hanson,
dan George Boedecker Jr. Awalnya, mereka merancang sandal ini sebagai alas kaki
untuk kegiatan berperahu karena bahannya yang antiselip dan tahan air. Namun,
siapa sangka, sandal yang awalnya hanya diperuntukkan bagi para pelaut ini
justru menarik perhatian publik.
Pada awal kemunculannya, Crocs
menuai banyak kritik. Bentuknya yang dianggap "jelek" dan tidak modis
membuat sandal ini sering menjadi bahan ejekan. Bahkan, beberapa desainer
fashion terang-terangan menyebutnya sebagai "bencana fashion." Namun,
di balik semua cemoohan itu, sandal kodok berhasil membangun basis penggemar
setia yang menghargai kenyamanan dan kepraktisannya.
Di balik penampilannya yang
kontroversial, sandal kodok memiliki banyak keistimewaan yang membuatnya
dicintai. Kenyamanan adalah alasan utamanya. Bahan Croslite yang
digunakan sangat ringan, empuk, dan ergonomis, membuat penggunanya seolah
berjalan di atas awan. Selain itu, sandal ini juga mudah dibersihkan dan
tahan air, menjadikannya pilihan sempurna untuk cuaca apa pun.
Keunikan lain yang menjadi daya
tarik utama adalah kemampuan kustomisasi. Lubang-lubang di permukaan
sandal bisa dihias dengan berbagai aksesori lucu bernama Jibbitz. Mulai
dari karakter kartun, huruf, hingga hiasan unik lainnya, Jibbitz memungkinkan
setiap orang untuk mengekspresikan kepribadian mereka melalui sandal. Fitur
inilah yang mengubah sandal kodok dari sekadar alas kaki menjadi kanvas
kreativitas.
Jadi, mengapa sandal ini bisa
kembali menguasai tren? Jawabannya terletak pada perpaduan beberapa faktor:
1.
Hal pertama yang memainkan peran besar dalam
tren sepatu kodok adalah Pandemi COVID-19. Berbekal kebiasaan selama
masa karantina, dimana orang-orang lebih memprioritaskan kenyamanan daripada
gaya. Sandal kodok dengan kenyamanan luar biasanya, menjadi pilihan logis untuk
dikenakan di rumah maupun saat berbelanja.
Kultur ini terbawa hingga pascapandemi, ketika banyak
orang mulai mencari pakaian dan alas kaki fungsional namun tetap stylish.
2.
Kedua, kolaborasi strategis dengan para
desainer dan selebriti ternama sukses mengubah citra sandal ini. Crocs
berkolaborasi dengan nama-nama besar seperti Balenciaga, Justin Bieber, Post
Malone, hingga Bad Bunny. Kolaborasi ini tidak hanya menciptakan desain-desain
yang unik dan edisi terbatas, tetapi juga membawa sandal kodok ke panggung mode
kelas atas, menjadikannya barang mewah yang patut dikoleksi.
3.
Terakhir, media sosial berperan sebagai
katalisator. Tren "aesthetic" dan "gorpcore" yang
mengutamakan fungsi dan gaya utilitarian menjadi sangat populer di TikTok dan
Instagram. Sandal kodok, dengan desainnya yang fungsional dan kustomisasi tanpa
batas, sangat cocok dengan estetika ini. Para influencer dan pengguna media
sosial memamerkan OOTD (Outfit of the Day) mereka dengan sandal kodok, memicu
orang lain untuk ikut mencoba.
Bangkitnya popularitas sandal
clog alias sandal kodok membuktikan bahwa fashion tidak melulu tentang
keindahan melainkan tentang inovasi, kenyamanan, serta ekspresi diri. Alih-alih
menjadi catatan kaki dalam sejarah mode, sandal kodok berhasil kembali ke
panggung utama, membuktikan bahwa modifikasi bisa mengubah apa yang dulu
dianggap biasa saja atau bahkan ‘jelek’ menjadi sebuah item unik dan
berkarakter.