Menurut pemerhati dan praktisi
tekstil tradisional Indonesia, potensi tekstil Indonesia bukan hanya ada dalam
sentra industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan klasifikasi industri
besar modern. Ataupun sentra industri tekstil yang padat modal, padat karya dan
padat teknologi serta mengarah pada perkembangan dunia mode. Namun, peluang
tersebut juga terdapat pada jenis tekstil/ kain yang melambangkan seni dan budaya
dari masyarakat Indonesia itu sendiri.
Sejarah membuktikan bahwa seni tekstil/ kain Indonesia sudah melekat dalam tradisi leluhur bangsa yang hingga kini tetap dilestarikan secara turun temurun. Pernyataan tersebut diperkuat dengan penemuan benda-benda arkeologis, prasasti, dan cerita rakyat yang berasal dari peninggalan purbakala. Bahkan, penemuan-penemuan itu tersebar di seluruh kepulauan Indonesia dan setelah ditelusuri ternyata budaya tiap daerah di Indonesia ini memiliki sebuah kesamaan.
Bisa dibayangkan, bangsa Indonesia
yang terdiri dari 17.504 kepulauan, 300 kelompok etnik, 1.340 suku bangsa dan
514 daerah semua memiliki budaya khas daerahnya yang penuh dengan keanekaragaman.
Setiap budaya dan adat istiadat daerah itu pun mengandung nilai-nilai, makna
dan filosofi yang mendalam.
Ditambah lagi dengan hadirnya pengaruh
budaya asing pada kain tenun Indonesia yang semakin memperkaya khasanah budaya
Indonesia. Terletak di sekitar garis khatulistiwa dan diantara benua-benua yang
menjadikan Indonesia sebagai tempat persinggahan bangsa-bangsa lain dalam
perjalanan mereka dari satu benua ke benua lainnya. Oleh sebab itu, kekayaan
budaya nusantara adalah satu aset penting bangsa Indonesia yang menjadi
instrumen penting dalam pertahanan budaya nasional.
Kain tenun tradisional Indonesia
bukan lagi ‘Craft’ tetapi ‘Art’
Tekstil tradisional atau kain yang berlatar belakang budaya ini memiliki nilai seni yang tinggi. Ajaibnya, budaya masa lalu ini mampu mengikuti pekembangan budaya modern kontemporer dan dunia global saat ini. Sehingga terciptalah istilah “New Culture” tanpa batasan waktu, ras, ataupun agama yang disebut juga sebagai “Trend Fashion” dan menjadi sumber inspirasi dalam dunia mode.
Mulai dari kain batik, lurik, jumputan, kain songket, tenun ikat, kain tapis, sulaman/bordir, kain mote/ manik-manik dan masih banyak lagi kain tradisional Indonesia yang dikenal dan dikagumi dunia. Kepopuleran kain khas Indonesia ini tentunya tak lepas dari dengan segala keunikan dalam teknik pembuatan, desain motif, filosofi, nilai-nilai fungsional dan sakral.
Langkah pembuatannya pun sangat
bernilai seni yang impresif, yaitu mengagumkan, menggiurkan, penuh dengan
keindahan. Sehingga kain ini bukan hanya sebuah kerajinan tangan atau handicraft,
tetapi dia adalah sebuah seni yang adi luhung (high art).
Bahkan dalam Pustaka perujuk yang
dipaparkan oleh Collier’s Encyclopedia yang 24 jilid, terdapat sebuah kutipan,
‘Many of Indonesian’s minority
societies produce impressive artwork, especially for woven cloth with complex
design’
Artinya ‘Banyak masyarakat
minoritas Indonesia menghasilkan karya seni yang mengesankan, terutama untuk
kain tenun dengan desain yang rumit’.
Dari kutipan ini, kita dapat
menyimpulkan bahwa tenun rakyat tradisional Indonesia memang bernilai seni
tinggi atau high art. Selain itu, para juru tenun kita juga termasuk seorang
seniman-seniwati ulung yang sangat istimewa dan sempurna dalam membuat sebuah
karya seni.
Jadi, tenun tradisional Nusantra tidak disebut sebagai ‘craft’ atau kerajinan tapi lebih tepatnya yaitu ‘art’ atau seni. Artinya, para pembaca dari seluruh dunia mengenalnya sebagai art dan bukan art biasa melainkan seni yang bersifat “impressive’’ mengagumkan, menggiurkan, dan mengharukan.
Indonesia, Juru Tenun Dunia
Mulai dari mengolah serat menjadi kapas, kapas dipilin menjadi benang, kemudian benang tersebut diwarnai dengan zat warna alami. Benang yang sudah berwarna tersebut akhirnya ditenun menjadi kain dengan beragam motif dan warna. Hasilnya yaitu selembar kain yang sarat akan makna dan filosofi sebagai piranti dalam upacara adat sakral.
Hal ini menunjukan bahwa Indonesia
tidak hanya bangsa yang bahari, tetapi juga bangsa juru tenun. Jadi, sangat
pantas kalau kepulauan Indonesia pun disebut kepulauan adi busana. Dan inti
dari pembahasan ini yaitu “Tekstil Tradisional Indonesia Merupakan Instrumen
Pertahanan Budaya Nasional.”
Namun sayang, perkembangan perhatian
terhadap perlakuan tekstil tradisional hanya dilakukan dalam sebagai wujud
sebuah kebanggaan dan kekaguman saja. Pelestariannya pun tidak dilakukan secara
sistemik. Aspek-aspek ini menjadi permasalahan mendasar yang mendorong tekstil
tradisional menuju jurang kepunahan.
Untuk menyelamatkan tekstil
tradisional Indonesia dari hal tersebut, maka ada dua hal yang harus dilakukan,
yaitu:
1.
Pelestarian dan perlindungan yang bersifat
subsidi kepada para pelaku tekstil tradisional yang masih mempertahankan
originalitas proses pembuatannya. Langkah ini akan memunculkan semangat penenun
tradisional untuk terus berkarya dan berinovasi.
2.
Pertumbuhan tekstil tradisional yang mengarah
kepada sentra produksi industri dan mengacu pada perkembangan dalam dunia
fashion perlu dirumuskan secara komprehensif. Dengan begitu, keberlanjutan kain
tradisional dapat mengikuti perkembangan jaman, tanpa harus mematikan kelompok
tenun konvensional yang masih mempertahankan keaslian dan kemurnian proses
produksi serta berpedoman pada tradisi ataupun aturan-aturan adat.
Kalimat yang cocok untuk menggambarkan
pelestarian kain tradisional melalui sentra produksi industri yaitu, “Merangkul
perubahan sembari melestarikan, melindungi, dan menghidupkan kembali kebiasaan
dan tradisi masa lampau. “
Kutipan di atas merupakan
pemikiran para pemerhati dan paraktisi tekstil tradisional Indonesia yang disampaikan
dalam acara “7th ASEAN Traditional Textile Symposium di
Yogyakarta”. Kegiatan ini diadakan pada akhir tahun 2019 lalu.
Sumber berita: Buletin Tekstil - Edisi
16.