Batik Indonesia memang sudah
cukup terkenal di kancah internasional, baik dalam bentuk kain ataupun seni. Selain memiliki pola dan hiasan yang kompleks, jenis pewarna yang
digunakan untuk batik pun beraneka ragam.
Jauh sebelum kemunculan pewarna sintetis, para pengrajin batik maupun tenun tradisional menggunakan berbagai jenis tumbuhan untuk membuat pewarna alami.
Jika dilihat dari segi variasi, kepraktisan dan ketahanan warna, jenis pewarna sintetis memang lebih unggul. Namun, ketika kita mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan efek pewarna buatan dalam jangka panjang, memilih pewarna alami adalah pilihan yang tepat.
Meskipun kenyataannya variasi warna dari bahan-bahan alami masih sangat terbatas, diantaranya yaitu hitam, putih, biru dan cokelat. Warna-warna tersebut diperoleh dari ekstraksi bagian tumbuhan seperti daun, bunga, biji, buah, kulit kayu, batang, akar dan getahnya. Diketahui, agen pewarnaan alami ini sudah digunakan sejak abad 17.
Warna yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan disebut dengan zat warna batik Jawa Tradisional. Setiap warna menyimpan makna khusus yang dikaitkan dengan budaya spiritual dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa.
Seperti halnya warna biru-hitam yang melambangkan keabadian, putih
sebagai lambang cahaya kehidupan dan merah-soga yang memberikan arti
kebahagiaan.
Warna cokelat pekat atau dikenal dengan istilah ‘soga’ atau ‘soga Jawa’, terbuat dari kombinasi beberapa spesies tanaman yaitu kulit kayu tinggi, kulit kayu jambal dan batang tegeran. Ketiga bahan tersebut dicampur dengan komposisi pas sehingga menghasilkan warna coklat yang identik. Warna biru atau warna ‘wedel’ diperoleh dari ekstraksi daun tanaman Indigofera. Sedangkan campuran warna cokelat dan biru dengan perbandingan tertentu akan menghasilkan zat warna hitam.
Penggunaan jenis pewarna alami juga menghasilkan intensitas warna yang berbeda pada setiap jenis kain. Hal tersebut dipengaruhi oleh warna dasar dan daya serap material kain yang juga berbeda.
Nah, berikut beberapa jenis tumbuhan yang kerap dimanfaatkan sebagai bahan pewarna alami batik maupun tenun tradisional Indonesia:
1.
Tanaman Andong (Cardyline fruticosa)
untuk warna coklat alami
Andong merupakan jenis tanaman hias yang sangat mudah untuk kita temukan. Tumbuhan dengan nama latin Cardyline fruticosa dapat digunakan sebagai pewarna coklat alami.
Sumber: https://www.tokopedia.com/
Di Indonesia, tanaman andong memiliki nama daerah yang
berbeda-beda. Mulai dari Hanjuang (Sunda), linjuang (Medan), tumjuang (Palembang),
andong (Jawa), penjuang (Dayak), kayu urip (Madura), ending (Bali) dan lain
sebagainya.
Kandungan bahan kimia pada tanaman andong juga
bermanfaat sebagai antiswelling (menghilangkan bengkak karena memar), pereda
nyeri lambung, ulu hati, gangguan menstruasi, batuk berdarah, TBC dan masih
banyak lagi.
2.
Pohon Avokad (Persea americana mill) untuk
warna coklat muda
Tak hanya terkenal karena daging buahnya yang lembut, pohon alpukat atau avokad terutama bagian daunnya juga dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami coklat muda yang lebih pekat dibandingkan pohon andong.
Sumber: https://borneo24.com/
Dalam ilmu kesehatan, daun alpukat bisa dijadikan obat
darah tinggi dan obat diuretic (peluruh kencing). Daun dan kulit ranting Persea
americana mill memiliki efek farmakologis diantaranya sebagai obat batuk,
pelancar haid, dan anti bakteri.
3.
Pohon cengkeh (Eugenia aromatika O.K.) untuk
warna coklat pekat
Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian Indonesia yang memiliki banyak manfaat. Mulai dari bumbu dapur, penambah aroma untuk nastar, campuran rokok hingga bahan minyak cengkeh yang berwarna merah dan bersifat panas.
Sumber: https://www.cnnindonesia.com/
Dalam dunia pewarnaan alami batik, biji cengkeh sering
digunakan sebagai material untuk mendapatkan warna coklat pekat.
4.
Pohon Jambu biji untuk warna coklat
Pohon jambu biji adalah jenis tanaman perdu yang mampu mencapai tinggi 10-20meter dengan diameter batang 25-30cm. Tumbuhan ini bisa kita temukan hampir di seluruh wilayah Nusantara dengan ketinggian 1500meter diatas permukaan laut. Biasanya batang pohon jambu hanya dimanfaatkan untuk kayu bakar karena bentuknya yang pendek dan bengkok.
Sumber: https://www.muradmaulana.com/
Namun di daerah Palembang, kulit dari batang pohon ini
diolah menjadi zat warna alam penghasil warna coklat untuk mewarnai benang dan
kain.
5. Pohon Jati untuk warna kuning coklat
Berbicara tentang pohon jati, fakta pertama yang
muncul adalah salah satu jenis kayu sekaligus bahan furniture yang berkualitas
dengan nilai jual tinggi. Batang pohonnya lurus dan dapat mencapai tinggi 50-70meter
dengan diameter batang 30-60cm saat dewasa. Nilai ekonomis yang tinggi dari
pohon jati tak lepas dari sifat batangnya yang kuat dan tahan terhadap serangan
hama.
Kulit pohon jati juga bermanfaat untuk obat radang, sedangkan daunnya dapat
digunakan sebagai obat kolera (diare akibat infeksi bakteri).
Sumber: https://www.lazada.co.id/
Dalam dunia pewarnaan kain, daun jati muda yang lebar dan
besar bisa diolah menjadi zat berwarna coklat kemerahan. Di Yogyakarta, daun jati
diaplikasikan sebagai pewarna makanan khas daerahnya, yaitu gudeg. Disamping itu,
kulit dan akar jati juga berperan sebagai pewarna untuk bahan anyaman yang
menghasilkan warna kuning cokelat.
Itulah beberapa jenis tanaman penghasil zat pewarna alami yang sering dipakai dalam pewarnaan batik. Eits, nggak cuma jenis tanaman itu aja lho. Masih banyak sumber pewarna alami yang jumlahnya melimpah ruah dan sangat mudah ditemukan.
Tunggu artikel selanjutnya ya, Sobat!