Pembangunan Bandara Baru di Kediri
menggugah semangat calon pengusaha IKM batik untuk mempersiapkan diri. Belum
lama ini, beberapa pengrajin batik dari Desa Wonoasri dan Desa Cerme Kecamatan
Grogol, Kabupaten Kediri telah menyelesaikan rentetan kegiatan pelatihan serta uji
kompetensi. Sehingga mereka bisa memperoleh sertifikasi guna menghasilkan
produk terstandar yang siap bersaing dipasaran. Keberadaan IKM batik tersebut akan
memunculkan sentra industri batik baru terutama di wilayah Grogol, Kabupaten Kediri,
Jawa Timur.
Ani Muryantini, S.Pd. selaku Kepala Desa Wono Asri merupakan salah satu tokoh yang begitu antusias dalam upaya merealisasikan sentra industri batik di kawasan tersebut. Bandara baru diyakini mampu mengubah Kediri menjadi kawasan ekonomi modern karena letak kawasannya sangat strategis.
Sumber: www.agtvnews.com
Jika ditinjau kembali, Kecamatan
Grogol memang berada persis di jalur provinsi penghubung Kabupaten Kediri dan
Kabupaten Nganjuk. Disisi lain, wilayah ini juga termasuk jalur utama menuju
Bandara baru. Fakta-fakta tersebut kian memperkuat potensi pertumbuhan ekonomi
yang pesat. Dengan adanya bandara, nantinya banyak orang akan mencari buah
tangan dan produk khas Kediri.
Kini pemerintahan Desa Wonoasri semakin
giat memberikan pelatihan dan skill tambahan bagi masyarakat, khususnya di
bidang membatik. Harapannya seiring pembangunan bandara, Desa Wonoasri dan
sekitarnya sudah memiliki produk unggulan batik.
“Supaya terwujud, saya
memberanikan diri mengajukan ke Disnaker untuk bersedia memberikan pelatihan
membatik bagi warga kami,” kata Ani.
Alasannya sangat simpel dan realistis
karena Ani Muryati sendiri sudah merasakan betapa manisnya rejeki dari usaha
batik yang sudah didirikannya sejak pandemi. Dengan branding Batik Panji, Ani berhasil
mempekerjakan beberapa warganya untuk memproduksi batik.
Ia menuturkan bahwa usaha batiknya
disebabkan oleh pandemi yang memaksa banyak orang untuk melakukan segala
aktivitasnya di rumah. Agar tetap berkegiatan dan mendapatkan hasil yang bisa
dirasakan, Ani mengajak warganya membuat batik.
“Mereka yang membuat dan saya
yang menjual,” ungkap Ani. Dan diluar dugannya, ternyata kain batik benar-benar
berhasil dipasarkan. Sampai saat ini pesanan terus saja mengalir dan tak jarang
membuat kuwalahan mengingat jumlah karyawannya masih sangat terbatas.
Oleh sebab itu, Ani berharap
warga-warga lain juga memiliki ketrampilan membatik dan atau membuka usaha
batik sendiri berdampingan dengan usaha batiknya.
“Saya berharap nantinya di
sepanjang jalan Desa Wonoasri dan Cerme, ada banyak toko batik. Misal batik
Sekar Asri lalu disebelahnya ada batik Sri, batik Yuli dan sebagainya,” kata bu
Kades yang super enerjik itu.
Kades Cerme, Syaiful Anam juga menyimpan
harapan besar terhadap perkembangan IKM batik di wilayahnya.
“Harapan saya, dengan mengikuti
pelatihan membatik ini akan menjadikan peserta memiliki kerampilan yang
bermanfaat dan bisa digunakan untuk menambah penghasilan,” kata Syaiful Anam pada
warganya di tengah pembukaan acara.
Dalam pelatihan singkat yang berlangsung
selama 10 hari di Balai Desa Cerme, peserta memperoleh pelatihan batik tulis
dan uji kompetensi di bawah naungan Badan Nasional Standarisasi Produk (BNSP). Selain
itu, peserta juga mendapat tambahan wawasan kewirausahaan dan pendampingan guna
mendapatkan NIB (Nomor Induk Berusaha).
Dua minggu sebelumnya, sekitar 40
warga Wono Asri mendapatkan pelatihan membatik Cap. Pelatihan dilaksanakan di
Balai Desa Wono Asri. Selesai mengikuti pelatihan, mereka juga dibantu
memperoleh NIB bagi yang memerlukan.
Dengan demikian, bila harapan ini terwujud keberadaan sentra batik itu nantinya akan makin menambah branding sebagai kawasan fashion. Mengingat sebelumnya, Wonoasri juga dikenal sebagai pusat penjualan pakaian bekas dari merk-merk terkenal keluaran Paris, Italia dan negara mode lainnya.
Sumber: Buletin Tekstil Edisi 24