Berbagai upaya dilakukan guna
menangani dampak negatif lingkungan dari industri fashion. Salah satunya
melalui adopsi teknologi daur ulang tekstil pasca-konsumen untuk mencapai masa
depan fashion yang lebih berkelanjutan.
Perusahaan dituntut untuk mencari
inovasi teknologi berkelanjutan khususnya di sektor tekstil karena besarnya
dampak yang ditimbulkan. Sehingga memuncukan perusahaan-perusahaan baru
merancang metodologi daur ulang bahan kimia dari pengolahan serat sinteti polyester,
nilon, dan serat-serat primer seperti selulosa pada kapas.
Beberapa merk tekstil dunia telah
mempertahankan eksklusivitas produk mereka selama bertahun-tahun dengan
membakar stok produk yang tidak terjual. Dimana prosedur ini tidak hanya
merugikan secara finansial tetapi juga lingkungan. Melihat dampak tersebut, pemerintah
Uni Eropa mulai bergerak dengan membuat peraturan limbah yang lebih ketat. Masyarakat
pun mulai menyadari pentingnya daur ulang dan keberlanjutan.
Undang-undang tersebut menghimbau
para produsen agar segera beralih ke proses daur ulang dengan cara-cara yang
lebih ramah lingkungan serta mencakup kewajiban penggunaan kemasan recycle. menghibau produsen dengan cara
yang lebih ramah lingkungan, yang mencerminkan kewajiban daur ulang yang
ditetapkan untuk bahan kemasan.
Diperkirakan 92 juta ton limbah
tekstil dihasilkan setiap tahun dalam skala global. Dalam produksi 80 hingga
100 miliar pakaian baru, 87 persen serat dan bahan yang digunakan dalam
pembuatan pakaian jadi dibuang ke tempat pembuangan sampah atau insinerator
(TPA). Dimana hanya 20% sampah tekstil yang didaur ulang dan 1% digunakan
kembali untuk membuat pakaian baru.
Hambatan utama dalam promosi
ekonomi sirkular dan daur ulang limbah tekstil pasca-konsumen adalah kualitas
bahan yang di bawah standar. Para profesional keberlanjutan seringkali
mengidentifikasi konten Daur Ulang Pasca Konsumen (PCR) sebagai area penting
yang perlu ditingkatkan guna mengurangi volume limbah. Teknologi pengolahan dan
daur ulang serat pun menjadi komponen penting dalam upaya peningkataan kualitas
produk.
Pada prinsipnya, limbah tekstil
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu sampah pra-konsumen dan pasca-konsumen. Sampah
pra-konsumen terdiri dari sisa material yang dihasilkan selama fase produksi.
Sedangkan limbah pasca-konsumen meliputi pakaian-pakaian bekas yang dibuang
oleh konsumen karena sudah rusak, usang, atau memang keinginan.
Cepatnya pergerakan pola fesyen
dan tuntutan konsumen jadi faktor utama peningkatan jumlah limbah tekstil yang mengancam
kesejahteraan generasi mendatang. Tempat pembuangan sampah dibanjiri tumpukan
pakaian bekas kian memperkuat pentingnya pengembangan teknologi daur ulang di
sektor tekstil.
Limbah tekstil pasca-konsumen
menghadirkan kendala tersendiri karena desainnya seringkali populer sesaat setelah
diperkenalkan ke pasar. Kontributor utama produksi limbah tekstil adalah
Tiongkok (20 juta ton) dan Amerika Serikat (17 juta ton) dimana hanya sekitar
20 persennya bisa didaur ulang atau digunakan lagi. Meski jumlahnya terbilang besar,
pasar pakaian bekas sangat banyak dan hanya sebagian kecil yang terjual.
Sisanya dibakar, didaur ulang, atau dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Berkat kemajuan teknologi,
perusahaan kini dapat memproduksi serat alami yang didaur ulang secara mekanis
dengan kualitas tak kalah bagus dari material asli. Seperti halnya, Resilk4 yaitu
serat baru yang dibuat secara eksklusif menggunakan sutra recycled. Resilk berupaya memberi apresiasi pada nilai kain sutra
dan tenaga kerja dalam seluruh alur produksi.
Proses daur ulang bahan kimia
mencakup proses depolimerisasi untuk menguraikan serat sehingga memungkinkan
produksi filamen baru dan diubah menjadi kain. Kualitasnya tetap terjaga bahkan
setelah menjalani beberapa siklus daur ulang, sebanding dengan serat murni.
Teknik daur ulang bahan kimia
untuk bahan sintetis telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Depolimerisasi mampu mereduksi polimer plastik jadi unit monomer untuk
pembuatan produk baru. Teknologi seperti pirolisis dan gasifikasi juga semakin
populer. Proses hidrolisis, alkoholisis dan aminolisis digunakan untuk mendaur
ulang tekstil PET secara kimiawi.
Teknologi saat ini memungkinkan
daur ulang kimiawi serat alami di luar tahap percobaan laboratorium. Seperti
halnya pengolahan viscose menggunakan metode serupa guna memecah kain katun
murni menjadi pulp kertas yang dapat direformasi.
Mendaur ulang produk-produk
berbahan dasar serat sintetis menghadirkan tantangan cukup besar. Sebab
material, konstruksi dan pewarna akan mempersulit proses daur ulang pasca
produksi. Perubahan gaya, desain serta penambahan aksesoris kian mempersulit
daur ulang otomatisnya.
Berikut beberapa teknologi yang
memfasilitasi Daur Ulang Pasca Konsumen untuk tekstil:
1.
Cutting, carding
Metode
Cutting, memecah kain menjadi serat yang dapat digunakan kembali untuk membuat
produk baru. Serat yang dihasilkan dapat dipintal menjadi benang yang cocok
untuk pakaian rajut, kain bukan tenunan, dan tekstil tenunan. Pendekatan ini
terutama diterapkan dalam daur ulang isolasi rumah dan bantalan karpet.
2.
Pengelompokan
Pengelompokan
melibatkan penerapan banyak partikel serat kecil, yang dikenal sebagai kawanan,
ke suatu permukaan. Istilah ini juga merujuk pada bahan yang terutama digunakan
untuk permukaan berkelompok, atau tekstur yang dihasilkan oleh proses
berkelompok. Suatu benda mungkin dikumpulkan untuk meningkatkan nilainya atau
untuk memberikan kualitas sentuhan tertentu.
3.
Daur ulang mekanis
Teknologi memungkinkan
pabrik memproduksi tekstil dari serat daur ulang dengan kualitas hampir tidak
dapat dibedakan dari bahan asli dengan cara mekanis, tanpa menggunakan bahan
asli. Daur ulang mekanis mengubah sampah menjadi bahan mentah sekunder tanpa
mengubah struktur kimianya. Teknik daur ulang mekanis meliputi pemotongan kain,
peleburan serta ekstrusi serat sintetis.
4.
Penyortiran serat
Mesin sortir
mempercepat pemilahan kain berdasarkan komposisi agar tekstil bekasnya dapat
diproses lagi menjadi bahan mentah. Fibersort mengkategorikan pakaian yang tidak
dapat digunakan kembali serta dibuang berdasarkan bahan dan warna. Sistem ini
mengklasifikasikan barang tekstil yang tidak dapat digunakan ke kelas bahan
yang siap didaur ulang.
Proses daur
ulang bernilai tinggi berperan penting dalam ekonomi sirkular, mengubah limbah
bernilai rendah menjadi tekstil baru yang bernilai tinggi. Fibersort memungkinkan
sumber daya tekstil dimasukkan lagi ke rantai pasokan secara siklis.
Perlu dicatat bahwa tidak semua
tekstil dapat didaur ulang melalui hidrolisis enzimatik, namun hasil yang
signifikan dapat dicapai pada suhu rendah. Penggabungan teknologi terkini,
seperti Internet of Things (IoT dalam pemilahan dan identifikasi limbah tekstil
secara efektif semakin menonjol. Sudah saatnya mengambil langkah yang berarti
untuk mencapai keberlanjutan serta mendekati ekonomi sirkular.