Selama berabad-abad, manusia
sudah mendominasi pengembangan serat dan tekstil untuk membuat pakaian yang
terbuat dari elemen alami maupun sintetis. Namun, industri tekstil tak
berkelanjutan membatasi penggunaan sumber daya alam. Sehingga bahan turunan
petrokimia secara bertahap mulai digantikan oleh bahan alternatif yang mudah
terbiodegradasi.
Besarnya daya cipta manusia
memungkinkan untuk mengganti bahan busana dengan meniru, mereproduksi dan
meningkatkan mesin bioteknologi mutakhir. Sehingga memungkinkan produksi
biotekstil dengan mempertimbangkan dua syarat, yaitu:
1.
Penampilan dan kinerja pakaian harus
dipertahankan agar sesuai dengan permintaan pasar tekstil saat ini, dan pada
saat yang sama
2.
Fungsi-fungsi baru harus dimasukkan ke dalam
pakaian kita agar dapat diterima
Biofabrikasi pun menjadi pilihan
paling berkelanjutan dalam memproduksi benang serta bahan busana tanpa
eksploitase tanaman maupun kekejaman terhadap hewan. Pendekatan bioteknologi
dan biologi sintetik menghasilkan serat yang bisa diproduksi sendiri. Dimana
material tersebut dapat diubah lebih lanjut menjadi benang, kain woven maupun non-woven
menggunakan kemajuan baru seperti tenun, perancah, pemintalan listrik,
bioprinting 3D, atau strategi manufaktur aditif lain.
Biofiber dapat dihasilkan dari
beberapa cara:
1.
Kultur mikroorganisme hidup seperti bakteri dan
ragi sebagai biofaktori, misalnya protein rekombinan.
2.
Bakteri tunggal atau hubungan simbiosis
mutualisme antara bakteri dan ragi (ex: selulosa bakteri)
3.
Perancah miselium jamur
4.
Ekstraksi bahan mentah dari limbah pertanian (biomassa
sayuran)
Biofiber adalah biopolimer yang terdiri dari polisakarida dan protein, namun dapat diekstraksi dari biomassa, disintesis menggunakan monomer turunan hayati, atau diproduksi oleh mikroorganisme. Biotekstil lainnya terdiri dari kompleks β-glukan/kitin yang baru-baru ini direkayasa dari miselium jamur menjadi bahan mirip kulit biofabrikasi.
Sektor biotekstil sendiri
mencakup beberapa cabang ilmu lain seperti bioteknologi, nanoteknologi, biologi
sintetik, polimer, dan ilmu material, teknologi tekstil, desain, manufaktur
berbantuan dan robotika, kecerdasan buatan, rekayasa biomedis, dan rekayasa
genetika.
Terlepas dari itu, berikut beberapa
perbedaan antara biofiber dengan serat alami konvensional:
1.
Biobased mengacu pada produk yang sebagian atau
seluruhnya berasal dari biomassa, seperti tanaman, pohon, atau hewan (biomassa
dapat mengalami pengolahan secara fisik, kimia, atau biologis).
2.
Biosintetik yaitu bahan polimer sintetik,
seluruhnya atau sebagian, terdiri dari senyawa turunan hayati. Senyawa ini
dapat dibuat dengan masukan yang berasal dari biologi (biomassa) dan/atau
dimana prosesnya dilakukan oleh mikroorganisme hidup.
3.
Biofabrikasi, seluruhnya diproduksi oleh sel
hidup mamalia atau mikroorganisme, seperti bakteri, ragi, dan jamur.
Selain berasal dari kata “hijau”,
istilah ini juga merujuk pada tekstil terbarukan, dapat dibuat kompos, dan
dapat terurai secara hayati.
Biopolimer utama dapat
menghasilkan serat menurut komposisi kimia berbasis protein atau polisakarida diantaranya
yaitu:
1.
Berbasis protein
Meliputi kolagen, fibroin, gelatin, kasein, dan aktin
secara alami berasal dari hewani, sedangkan protein lain seperti kedelai, whey,
dan zein dapat diperoleh dari sumber nabati.
Serat berbasis protein menjadikan kolagen dan sutra sebagai
biopolimer paling menarik untuk pengembangan biotekstil. Urutan asam amino
kolagen yang berulang memungkinkan pembentukan struktur protein sekunder yang
stabil berupa triple heliks. Dimana heliks berkumpul membentuk susunan
kuaterner dan memungkinkan kolagen berkumpul jadi protein fibrilar yang
ditemukan di seluruh tubuh.
Serat kolagen diproduksi
dari sumber daya alam terbarukan, meliputi peptide kolagen laut atau sisik ikan
daur ulang. Hasilnya berupa tekstil berkarakter lembut yang sangat cocok untuk
kulit sensitif. Beberapa dimodifikasi melalui penumbuhkan ragi direkayasa
sebagai pabrik sel yang menghasilkan protein. Bahan penyusun protein heterolog bisa
melakukan biofabrikasi bahan yang tahan abrasi, tahan air, dapat bernapas,
ringan, dan tahan lama dengan karakteristik mirip kulit.
Upaya
signifikan telah dilakukan untuk memperoleh serat sutera rekombinan, terutama
dari laba-laba, dragline, atau ulat sutera. Kemajuan terkini dalam biologi
sintetik dan proses fermentasi memungkinkan ekspresi tingkat tinggi dari
protein rekombinan ini, menggunakan bakteri, ragi, sel hewan, dan tumbuhan
sebagai biofaktori. Protein tersebut kemudian diisolasi dan diubah menjadi
benang dengan mekanisme pemintalan. Teknologi ini juga dapat menghasilkan
produk lain, seperti resin dan bahan sejenis kulit.
Protein
berserat terstruktur β-sheet, baru-baru ini dieksplorasi karena sifatnya yang
menarik. Aawalnya diisolasi dari gigi cincin cumi-cumi yang mensintesis serat
dan dapat menyembuhkan diri sendiri. Pengembangan tekstil tahan lama dengan
panas dan tekanan, kencang dan elastis seperti spandeks dan responsif terhadap panas.
Baru-baru ini, serat wol bisa diwarnai melalui rekayasa protein rekombinan yang
awalnya diisolasi dari karang, ubur-ubur, atau tiram.
2.
Berbasis polisakarida
Secara alami, polisakarida berasal dari nabati. Contoh
paling umum berupa selulosa, pati, kitin/kitosan, pektin, alginat, dan
karagenan. Kompleks β-glukan/kitin yang berasal dari jamur tumbuh sebagai serat
yang mampu menghasilkan biotekstil.
Serat berbasis
polisakarida, selulosa, kitin, dan alginat mampu menghasilkan biopolimer yang
paling menjanjikan. Selulosa bakteri diekstrusi oleh spesies Gram-negatif dari
genera Komagataeibacter, Acetobacter, Rhizobium, Agrobacterium, Pseudomonas,
Salmonella, Alcaligenes, dan Sarcina (bakteri Gram-positif).
Media
fermentasi spesifik dan strain mutan diperlukan untuk produksi skala industri
dalam bioreaktor agitasi dan pengangkat udara, reaktor membran, atau bioreaktor
horizontal. Selulosa bakteri difermentasi selama beberapa hari hingga minggu
menggunakan elemen untuk memberi kekuatan mekanik atau fitur lain.Polisakarida
alami juga ditemukan di beberapa sumber, termasuk cangkang kepiting, udang,
kerangka luar arthropoda, cangkang cumi-cumi moluska, dan jamur.
·
Kitin adalah komponen utama pada dinding sel
jamur pembentuk β-glukan kompleks dengan kekakuan struktural pada miselium.
·
Miselium ialah jaringan makroskopis biomassa sel
tubular yang saling berhubungan dengan jamur berfilamen selama pertumbuhannya.
Pembudidayaan
miselium pada substrat tertentu dapat ditanam dengan kemampuan cerna dan pengubahan
selulosa menjadi komposit alami. Pengumpulan ke dalam perancah yang tepat guna
menciptakan lembaran berkarakter menarik. Setelah perlakuan fisik dan kimia,
lembaran biomassa jamur secara visual menyerupai kulit dengan sifat material
dan sentuhan yang sebanding.
Sumber polisakarida lainnya yaitu alginate yang diproduksi oleh bakteri dan rumput laut. Keduanya berbeda dalam komposisi, modifikasi, massa molekul, viskoelastisitas, dan polidispersitas. Mengarah pada berbagai aplikasi termasuk penggunaan alginat dalam nanopartikel, tabung nano, mikrosfer, mikrokapsul, spons, hidrogel, busa, elastomer, dan serat.
Salah satunya dihasilkan
oleh biomassa salah satu organisme yang tumbuh paling cepat di bumi yaitu
rumput laut, ganggang coklat besar atau oarweed. Produk paling populer biomassa
nabati adalah produk hasil ekstraksi kulit buah dengan campuran polimer dengan
proporsi berbeda. PU yang ditularkan melalui air seperti apel, anggur, nanas,
dan kaktus.