Kementerian Perindustrian
berencana untuk menggeser pintu masuk produk impor ke Indonesia bagian timur
untuk 7 jenis barang. Barang-barang tersebut meliputi tekstil dan produk
tekstil (TPT), elektronik, alas kaki, pakaian, keramik,
dan produk kosmetik atau kecantikan.
Rencana itu bahkan sudah
disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita.
Tujuannya meningkatkan kekompetitifan barang-barang produksi industri dalam
negeri.
Dengan kebijakan ini, diharapkan
produk dalam negeri akan mampu bersaing dengan barang impor, terutama dari sisi
harga karena ongkos kirim dari Indonesia Timur jauh lebih tinggi. Namun, dia
menekankan bukan memperketat atau melarang barang impor masuk, tetapi
memindahkan pintu masuknya ke dalam negeri. Setidaknya, ini berlaku untuk 7
komoditas impor.
Lantas, seberapa efektifkah pengaruhnya?
Berkaitan dengan hal tersebut, Ernoiz
Antriyandartu Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta
mengungkap bahwa rencana kebijakan itu masuk kategori non-tariff barrier. Menurutnya,
jika dilakukan secara paralel dengan penguatan sektor industri dalam negeri
terutama di tujuh sektor tersebut, maka rencana kebijakan ini bisa membantu menjaga
kekompetitifan dari segi harga dan dengan sendirinya membantu industri dalam
negeri.
"Langkah ini bisa menjadi
trade barrier masuknya 7 jenis barang impor tersebut ke Indonesia. Akan tetapi,
tetap saja barang impor tersebut akhirnya beredar di pasar domestik dan menjadi
pesaing industri dalam negeri. Dalam konteks itu diperlukan juga penguatan sisi
produksi dan utilitas industri domestik," terang ekonom yang akrab disapa
Riris itu dikutip, Minggu (1/9/2024).
Memang disayangkan pemerintah
akhirnya tak bisa sepenuhnya menutup keran impor terhadap terhadap tujuh sektor
tersebut. Akan tetapi angkah tersebut diharapkan membuat industri makin
kompetitif.
Dalam rencana tersebut pelabuhan
yang direncanakan akan menjadi titik masuk adalah Sorong, Bitung atau Kupang.
Riris juga sependapat bahwa rencana penetapan pintu impor khusus di Indonesia
timur ini akan membuat produk impor lebih mahal karena ongkos kirim dari
Indonesia Timur jauh lebih tinggi. Sehingga barang dalam negeri bisa lebih
bersaing.
Menurutnya langkah tersebut juga
akan memberikan keuntungan dari sisi pertumbuhan ekonomi juga dari Indonesia
Timur karena arus logistik yang lebih ramai dari Indonesia Timur ke Tengah dan
Barat.
"Di lain sisi, langkah ini
memang akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia Timur, terutama Sorong, Bitung
Kupang, dan sekitarnya. Karena akan menggerakkan pembangunan infrastuktur
pendukung distribusi," jelas Riris.
Riris mengingatkan dengan lanskap perdagangan internasional yang sangat kompetitif, pemerintah harus kreatif mencari instrumen-intrumen kebijakan terobosan terutama dari sisi non-tariff barrier serta penguatan industri dalam negeri.
"Menjaga lapangan kerja dan menahan badai PHK dengan meningkat pengeluaran pemerintah (government expenditure), dalam pembangunan industri 7 komoditas tersebut akan memiliki multiplier effect yang lebih nyata terhadap pertumbuhan industri dan pengembangan daya saing," tutup Riris.