BahanKain.com – Kain ulos Harungguan Raih Penghargaan World Crafts Council (WCC) 2018 yang dipamerkan di Andaliman Hall, Kota Medan pada 7 November sampai dengan 11 November 2018.
Ulos Harangguan merupakan produk budaya Indonesia yang kembali mengangkat nama Indonesia di kancah Internasional. Produk ini dibuat oleh Komunitas Adat Siregar Aek Nalas. Ulos yang mempunyai jabatan sebagai rajanya ulos ini berhasil meraih Penghargaan dari LSM World Craft Council (WCC) yang berafiliasi dengan UNESCO. Sebelumnya, Ulos Harungguan mempunyai prestasi sebagi souvenir dalam pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Washington DC dan Bali, menurut Perancang Busana Internasional dan Kolektor Ulos Torang Sitorus.
Bukan hal yang kebetulan ulos ini meraih penghargaan yang bergensi tingkat dunia. Segala motif tertuang dalam Ulos Harungguan, dan inilah yang membuat Ulos Harungguan menyandang gelar Rajanya ulos. Ulos Harungguan hanya dibuat oleh para penenun di Muara, jadi jika ditemukan Ulos Harungguan didaerah lain, dipastikan ulos dari Muara. Ulos Harungguan dibentuk dari ribuan benang, dan jenis benang yang digunakan yakni benang 100. Setiap motif dalam ulos mempunyai hitungan benang berbeda-beda. Proses pembentukan pola motif, pengikatan hingga pencelupan membutuhkan waktu sekitar 2 bulan. Sedangkan proses penenunan sekitar 3 – 7 hari. Jadi waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan 1 lembar Ulos Harungguan mulai dari proses awal hingga akhir sekitar 2 – 3 bulan.
Untuk motif yang dituangkan masih dikerjakan secara tradisional, mengikuti pakem, diikat dan tidak pengulangan, Untuk pewarnaannya sendiri, masih menggunakan bahan-bahan lokal yang terdapat didaerah Toba dari indigo, akar mengkudu, dan mahoni yang difermentasi akhirnya jadi bahan pewarna. Inilah yang membuat harga 1 lembar Ulos Harungguan menjadi tinggi. Namun saat ini, banyak beredar Ulos Harungguan dengan harga yang lebih rendah, dikarenakan dibuat secara asal, mengulang motif dan menggunakan pewarna kimia.
Dikutip dari VOA Indonesia, Torang Sitorus mengatakan bahwa “Membuat Ulos ini jadi cerita (Adat) atau mengalihkan dia ke Industri fashion. Karena kita harus memisahkan dua ini. Adat bicara adat, tapi dapur harus mengepul setiap hari. Jsdi ada waktunya ini membuat kain adat. Tapi ada waktunya juga mereka butuh kreativitas yang bertumbuh. Jadi harus lebih realistis.”
Inilah yang akan membantu mendongkrak perekonomian para penenun di Toba.