Mengawali tahun 2022, kain Eco Printing/ecoprint masih menjadi trend pilihan bahan busana kaum wanita yang kian populer dan banyak penggemarnya. Motifnya yang cocok untuk diaplikasikan dalam berbagai model busana baik sebagai outer, dress, scarf maupun asesories lainnya. Kehadiran kain ecoprint selalu menarik perhatian dimanapun tempatnya.
Teknik pewarnaan kain alami yang menghasilkan motif aneka dedaunan dan bunga yang ditata sedemikian rupa sehingga memberikan kesan eksotis nan menawan. Sangat wajar jika Ecoprint makin memikat hati banyak orang, terutama bagi penyuka bahan-bahan yang ramah lingkungan.
Penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan ini juga sejalan dengan gerakan Sustainable Living yaitu sebuah gerakan pelestarian lingkungan dengan yang mengembangkan pola hidup berkelanjutan. Memakai busana yang terbuat dari kain ecoprint sudah menjadi salah satu bentuk kepedulian dan partisipasi dalam gerakan tersebut.
Ecoprint atau Eco Printing adalah teknik pewarnaan alami pada kain dengan memanfaatkan jejak warna dan bentuk daun atau bunga yang ditata sedemikian rupa. Dalam perkembangannya, kain jenis EcoPrint kini mulai memasuki pasar tekstil sebagai bahan busana dengan popularitas yang semakin merajalela. Pengaplikasiannya pun sudah sangat kompleks, mulai dari kebutuhan fashion, asesories hingga home decor.
Baca Juga: |
Jika sebelumnya motif-motif yang ditawarkan dipasaran masih sangat terbatas dan kurang menarik sehingga belum mampu merebut hati konsumen bahan busana. Tapi belakangan ini motif yang tercipta pada kain EcoPrint semakin beragam dan menghadirkan nuansa yang sangat berbeda.
Harga karya yang sudah tergolong bagus ini pun kini mulai “masuk akal”. Disinilah titik temu antara nilai barang dan nilai ekonomi suatu produk serta kemampuan dan daya beli konsumen.
Kemunculan produk-produk kriya Ecoprint yang semakin menguasai pasaran tentunya tak lepas dari peran para pengrajin kriya batik yang mulai tertarik untuk membuat produk-produk EcoPrint.
Sebuah fakta “mengejutkan” bagi para perajin batik, bahwa waktu pengerjaan Ecoprint ini jauh lebih singkat. Setelah dipelajari secara otodidak, para pengrajin juga menyadari bahwa pembuatan ecoprint ini ternyata jauh lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan pengerjaan kriya batik tulis.
Meskipun harga jual rata-rata kain Ecoprint ini lebih rendah dibanding karya batik tulis, namun jumlah produk yang dihasilkan dalam kurun waktu sebulan jauh lebih banyak. Jika kemampuan pasar dalam menyerap produk baru ini sudah memadai, maka bukan tidak mungkin para perajin akan beralih serta memanfaatkan waktu dan kapasitas produksinya untuk menggarap EcoPrint.
Baca Juga: |
Fenomena ini secara tidak langsung memunculkan kekhawatiran bagi sebagian pihak yang mengamati dan mendukung pelestarian kain batik. Akankah Ecoprint menjadi ancaman bagi pelestarian batik?
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan, batik baru saja bangkit dari “hibernasi” yang cukup panjang. Kebangkitannya baru dimulai ketika UNESCO mengakui batik sebagai warisan budaya tak benda milik bangsa Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009.
Sejak saat itu, minat konsumen Indonesia terhadap busana batik mulai menanjak dengan triggered berupa euforia kebanggan warga Indonesia sebagai pemilik batik. Ini sekaligus menjadi sebuah pelajaran berharga, karena “ancaman” pihak luar yang ingin merebut dan mengakui batik sebagai milik mereka.
Nah, jika triggerednya Ecoprint, yang notabene sekalipun ide pembuatannya dari seniman luar tetapi di sini dibuat oleh perajin lokal. Lalu mampukah Ecoprint menggeser kehadiran batik yang mendominasi pangsa pasar?
Ecoprint Bukan Ancaman Bagi Batik
Statemen bahwa Ecoprint bukan ancaman bagi Batik diungkapkan oleh pengamat Wastra Nusantara, Adi Kusrianto. Adi Kusrianto bersama teman-temannya, menggelar acara zoominar dengan judul “Ecoprint Bukan Batik Lho”. Kegiatan ini dilakukan melalui grup Zoominar Batik Surabaya pada tanggal 21 November 2021.
Baca Juga: |
Karena banyaknya pertanyaan dan hangatnya diskusi tentang Ecoprint, selang seminggu kemudian Adi Kusrianto kembali menggelar saresehan melalui zoom dengan topik, “Ecoprint bukan ancaman bagi Batik”.
Menurut Mardiana Ika, seorang desainer Indonesia yang bermukim di Hongkong, tidak mungkin Ecoprint berhasil menggantikan batik, karena batik sudah memiliki akar yang kuat pada bangsa Indonesia, selain itu batik juga memiliki kekuatan di sisi nilai budaya yang jauh lebih tinggi. Sementara Ecoprint adalah sebuah seni yang lebih bersifat spontanitas, tidak dapat diulang dan begitu kontemporer.
Memang tidak menutup kemungkinan dalam suatu periode Ecoprint sempat menggeser sedikit pasar Batik. Tetapi setelah kondisi stabil, dalam beberapa tahun Ecoprint akan menempati slot tertentu dipasar tekstil.
Sri Kholifah seorang pembatik yang juga sempat masuk ke ranah Ecoprint dan menerima komentar miring dari rekan-rekannya. Tapi untungnya Ifa, panggilan akrab Sri Kholifah ini mampu meyakinkan rekan-rekannya, kalau Ecoprint hanya merupakan gejala musiman saja.
Berbeda dengan Bagas Nirwana, seorang pembatik sekaligus guru batik dari Laweyan yang bereaksi keras ketika melihat ada seorang member membuat karya yang disebut Eco-Tik yaitu kombinasi antara batik parang dengan jejak daun yang dibuat dengan teknik Ecoprint. Bagas Nirwana menganggap ini adalah tindakan melecehkan batik, karena kekuatan Ecoprint tidak mampu mengalahkan kekuatan batik. Saat gambar daun yang dihasilkan Ecoprint sudah memudar, motif batik parang masih tetap cerah dan kuat.
Sementara itu, para perajin menganggap hal tersebut hanya sekedar ekspresi euforia kemunculan Ecoprint untuk menuruti pesanan konsumen saja. Mereka tetap yakin bahwa Ecoprint tidak akan menjadi ancaman bagi keberadaan batik.
Sumber berita: Buletin Tekstil Edisi 14
Jika dilihat lagi, memang sejauh ini belum ada pabrik tekstil yang memproduksi kain printing bermotif Ecoprint. Tapi entah bagaimana reaksi konsumen, karena setahu saya suatu motif dan komposisi warna pada sehelai kain Ecoprint tidak dapat diulang pada lembar berikutnya sekalipun menggunakan bahan kain material daun dan bunga yang sama.
Semoga kehadiran Ecoprint ini mampu memperkaya kreatifitas para crafter Indonesia, khususnya ketika mereka menghadapi periode “di rumah saja” karena Pandemi yang kian mengganas.
Nah, jika Sahabat Bahankain sedang membutuhkan bahan kain untuk media ecoprint atau batik, Bahankain punya koleksi kain primis terbaru lho. Brand kali ini yaitu Mori Primis Cap Bedhaya dan Mori Primis Cap Saron. Kedua jenis kain ini sama-sama terbuat dari material cotton combed dengan Ne50 dan konstruksi yang rapat sehingga sangat cocok untuk manghasilkan kain batik atau ecoprint yang berkualitas premium.
Untuk detail produk dan pemesanan Sahabat bisa menghubungi Customer Service kami via whatsapp ya. Cek juga koleksi bahan mori lainnya Disini.
Belanja lebih mudah dan praktis di online store Mekar Jaya Tekstil via aplikasi Shopee dan Tokopedia. Untuk akses lebih cepat silahkan klik link berikut ini.