Sejak akhir tahun 2019, Sustainable Fashion dan Sustainable Fabric mulai diangkat menjadi satu topik yang hangat untuk diperbincangkan. Issue penting tersebut banyak disuarakan oleh kalangan mahasiswa Fashion Design dari berbagai universitas yang ada di Indonesia. Saking banyaknya tema dari pembahasan topik ini hingga mampu dirangkum menjadi sebuah buku.
Namun, kondisi pasca pandemi di awal tahun 2022 ditambah lagi dengan adanya konflik berujung perang antara Rusia-Ukraina yang membawa sebuah perubahan besar di berbagai bidang. Sekalipun Pandemi dan perang ini bersifat temporer, namun dampaknya akan sangat terlihat bertahun-tahun setelahnya. Peristiwa ini sekaligus menjadi penanda lembaran baru di pasar produksi dan konsumsi, tak terkecuali dalam pemilihan bahan baku dalam industri fashion.
Sumber: https://superapp.id/
Serat tekstil adalah bahan yang paling mendasar dalam dunia fashion. Ketika gerakan Sustainable Fashion merebak sepuluh tahun yang lalu, sebagian pasar mulai berpihak pada pilihan bahan-bahan tekstil yang bersifat biodegradable atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sustainable Fabric. Bahkan kebanyakan produsen mulai memilih jenis serat kapas organik yang dalam budidayanya tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia serta air dalam jumlah banyak. Perubahan trend ini membuat angka penjualan kapas komersil yang banyak mengkonsumsi pupuk dan pestisida kimia serta membutuhkan lebih banyak air perlahan mulai menurun.
Dalam rantai pasok, jenis material tekstil yang memungkinkan untuk lebih dikembangkan adalah sektor artificial fiber, yaitu serat buatan yang bahan bakunya berasal dari serat alam. Salah satu pengembangan serat buatan dari bahan baku serat selulose yang menghasilkan Viscose rayon fiber hingga generasi ketiga.
Serat viscose rayon terbuat dari bahan baku selulose atau semacam Tencel Lyocel buatan Lanzing Belgia yaitu serat Cupro Rayon dengan merk ‘Bemberg’. Sedangkan dari sisi serat protein buatan, setelah dikenal serat tekstil berbahan susu skim dengan nama Casein, Lanital, Fibrolen dan lain sebagainya, kini ada lagi serat kedelai Soy Protein Fiber (SFP). Kabar terbarunya, kini ada lagi serat buatan berbahan baku jagung, PLA (Polylactic Acid) atau yang lebih dikenal sebagai Polimer biodegradable.
Jenis serat ini sudah mulai diproduksi dalam bentuk filamen. Nama serat yang diaplikasikan sebagai bahan tekstil adalah Polylactic Acid (PLA). Serat yang diproduksi dari bahan dasar jagung ini kemudian dapat ditenun, baik dalam komposisi 100% maupun dikombinasikan dengan serat lain, seperti serat katun, jenis-jenis rayon serta viscose bambu.
Sebenarnya Polylactic acid (PLA) dikembangkan sejak lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Temuan ini pun dianggap sebagai jenis serat berkelanjutan dan biodegradable yang paling menjanjikan sebagai pengganti serat polyester dari bahan baku Polyetilen Tereftalat (PET) konvensional. Sebagaimana kita tahu, polyester merupakan salah satu produk tekstil yang sangat tidak Biodegradable menjadi biang dari pencemaran lingkungan karena sampah polyester tekstil maupun plastik yang tidak dapat terurai oleh bakteri tanah.
Berikut ini gambaran proses produksi dari serat Polylactic acid (PLA) yang berbahan baku jagung.
Di Indonesia PT. Asia Pasific Fiber yang beralamatkan di Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah sedang melakukan sosialisasi kehadiran jenis serat baru yang membawa harapan baik. PLA masih disebut sebagai jenis ‘Polimer khusus’ yang diharapkan mampu menggantikan serat sintetis yang memiliki sifat undegradable alias sulit terurai di tanah. Serat ini memiliki kehalusan dan sifat menyerap air yang sangat baik serta mengandung zat anti bakteri alami. Ada pula kandungan asam lemah yang mampu menenangkan kulit, daya tahan panas yang baik, dan tahan terhadap sinar UV.
Dengan sifat dan karakteristik yang dimilikinya, sangat besar peluang serat ini untuk menjadi salah satu jenis serat yang digemari oleh banyak orang. Keberadaan PLA sebagai jenis baru membuat kain-kain berbahan PLA yang diperjual belikan di pasaran masih didominasi produk-produk buatan China. Sementara pabrik dalam negeri lainnya mungkin masih dalam tahap mensosialisasikan serat ini kepada calon konsumennya.
Perusahaan tekstil China yang membuat kain dari serat ini pun masih belum terang-terangan membuka harga untuk produknya. Sikap ini bukanlah tanpa alasan, namun serat buatan dari bahan baku jagung ini masih dalam tahap penjajagan pasar. Selain itu, kuantitas produk yang akan dipesan juga masih menjadi bahan pertimbangan di harga berapa serat ini akan dijual.
Jenis-jenis serat Tekstil
Berikut ini beberapa jenis dan nama serat tekstil.
Konsumsi serat sintetis melonjak dalam kurun waktu 20 tahun yang terhitung sejak tahun 1990 hingga 2010. Fenomena ini diiringi dengan melimpahnya sampah tekstil yang memenuhi permukaan bumi hingga mencapai angka 92 Milyard Ton per tahun. Jika sampah-sampah ini terus menerus dibiarkan maka kesehatan dan kelestarian lingkungan bumi serta makhluk hidup akan semakin terancam. Hal inilah yang kemudian menuntut produsen serat untuk terus berinovasi dalam menciptakan serat yang lebih biodegradable dan ramah lingkungan.
Kondisi Pasca Pandemi dan terjadinya perang Rusia – Ukraina membuat perdagangan tekstil antar negara menjadi semakin mahal. Oleh sebab itu, banyak iklan yang menyuarakan penggunaan produk-prduk domestik sebagai alternatif yang paling membantu. Dengan langkah tersebut, ketergantungan impor kapas dapat di substitusi dari bahan Rayon maupun PLA yang sudah di produksi di dalam negeri.
Sumber Berita: https://buletintekstil.com/