Corak dan struktur anyaman kain tenun
Minangkabau sangat beragam. Tak mudah mengenali dari daerah mana kain itu berasal
karena pada awalnya kain-kain tersebut hanya dibuat untuk keperluan sendiri. Entah
satu keluarga ataupun satu desa.
Biasanya kain tenun
ini dibuat untuk sebuah hajat sehingga menjadi harta pribadi atau milik bersama.
Setelah upacara selesai, kain akan disimpan di rumah gadang, diperlihara dan
diawasi oleh bundo kanduang. Ada pula yang disimpan oleh keluarga seketurunan (saparuit,
sajurai atau samande) tergantung tingkat kesejahteraan mereka.
Keluarga yang berkecukupan bisa membuat kain tenun untuk masing-masing anak gadisnya. Jika tidak memungkinkan, maka satu kain dibuat untuk keperluan bersama.
Jenis dan Penggunaan Kain Tradisional Minangkabau
Meski motifnya
tak mudah dikenali, tapi secara garis besar kain tradisional Minangkabau
terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Kain
Selendang
Selain digunakan sebagai selendang yang
disampirkan di pundak lelaki, kain tenun Minangkabau juga dijadikan penutup
kepala bagi kaum perempuan.
2. Kain
Sarung
Sarung Minang disebut Kodek. Bentuknya
sebagaimana sarung-sarung pada umumnya yang dijahit membentuk tabung dengan
ukuran 100 x 75 cm.
3. Sisamping
Ukuran sisamping lebih pendek dari
sarung yaitu sekitar 50 x 150 cm. Penggunaannya dengan cara melipat jadi dua bagian
lalu dililitkan di pinggang. Wanita juga biasa memakainya sebagai penutup
kepala seperti selendang.
4. Kain
Kaciak
Kain kaciak berukuran 50 x 50 cm. Bisa
berbentuk kain tenun songket maupun jenis lain berupa batik dan chitz india
dengan corak tertentu. Pemakaian kain ini melambangkan kesejahteraan (strata sosial
yang lebih tinggi).
5. Cawek
Cawek adalah ikat pinggang yang umum
dipakai seorang penghulu dalam budaya Minang. Kain cawek berukuran 25 x 300 cm dibuat
dengan teknik songket dan memiliki jumbai di kedua ujungnya. Cawek Solok berbahan
dasar songket, pemakaiannya dengan cara dilipat tiga menyerupai sabuk atau stagen.
Corak pada tenunan songket Minangkabau
dibagi menjadi tiga kelompok
1.
Motif berdasarkan nama flora, seperti Pucuak
Rabuang (pucuk rebung), Basisiak Batang Pinang (sisik
batang pinang), Batang Padi (tangkai padi), Bungo
Tanjung (bunga tanjung), Pinang Baaka Cino (pinang
berakar cina), Tumpuak manggih (corak buah
manggis), Balah kacang (kacang dibelah) dll.
2.
Dari nama Fauna, antara lain Tali
Buruang (jejak burung), Itiak Pulang Petang (Itik
pulang etang), Talua Buruang (telur burung), Bada
Mudiak (iring-iringan teri ke hulu sungai), Cintadu
Bapatah (serangga).
3. Terinspirasi dari benda-benda lainnya, misalnya Biku-biku (mata gergaji), Sajamba Makan (tampan upacara), Salapah Ketek (dompet tempat tembakau), Sicantik Manih (si cantik manis), Mariak Jarang (permata jarang).
Kain Songket Minangkabau umumnya dibuat menggunakan alat tenun khas daerah ini yang disebut Panta. Bentuknya seperti alat tenun injak dan hanya dipergunakan untuk keperluan-keperluan adat.
Kain yang
dibuat dengan kain panta, diantaranya yaitu:
1. Kain
sarung (kodek atau lambak) seperti:
·
Kodek Balapak, ukurannya kurang lebih 70 cm dan
disambungkan dengan kain biasa agar sesuai ukuran tubuh pemakai.
·
Kodek Batapua yaitu sarung yang dihias dengan
corak bertaburan (spot design). Tapi, motifnya tidak sepadat Kodek Balapak.
·
Lambak Duo (sarung berlapis dua), ukurannya
lebih kecil yaitu antara 25 sampai 35 cm.
·
Lambak Ampek (berlapis empat). Biasanya dipakai
oleh wanita dewasa yang sudah matang.
·
Lambak Babingkai, kain sarung dengan alur bercorak
yang dibuat dengan teknik songket.
·
Lambak Babintang, dipakai oleh kaum wanita yang sudah
memiliki menantu.
·
Lambak Basirian adalah jenis kain sarung bergaris
dengan warna dasar hitam. Dengan corak bunga kuning, merah, hijau dan putih
yang bersilangan pada sudut kain. Kain ini dipakai oleh wanita-wanita berumur
yang sudah mempunyai cucu maupun cicit.
2. Tutup
kepala (Tangkuluak)
Tangkuluak khas Minangkabau tampil dalam
bentuk tanduk atau gaya lain, sesuai asal pembuatannya. Seperti tengkuluak
Payakumbuh, tengkuluak Sungayang, Padang Magek dan tengkuluak Agam.
Seperti halnya kain-kain
tradisional dari wilayah lain, kain tenun minang yang semula hanya milik keluarga
atau kalangan terbatas perlahan berkembang dan bisa dimiliki masyarakat luas.