Keberadaan Sirkuit Mandalika di
lepas Pantai Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat membuat wilayah ini makin
terkenal di kancah Intenasional. Selain keindahan bentang alamnya, Pulau Lombok
juga dikenal sebagai salah satu penghasil kain tenun tradisional.
Pesona kain tenun khas Lombok atau
kain tenun Sasak menjadikannya sebuah cenderamata yang wajib dibawa pulang saat
berkunjung ke sana. Lebih dari sekedar bahan pakaian, kain tenun Lombok dikenal
sebagai benda yang sarat akan makna dan filosofi mendalam.
Dalam bahasa Sasak, memenun
disebut sebagai ‘tesesek’ yakni memasukkan
benang satu per satu atau ‘sak sak’. Kemudian,
benang dirapatkan dengan cara memukul-mukulkan alat tenun agar menjadi selembar
kain yang utuh.
Konon, masyarakat Sasak khususnya
kaum Perempuan harus bisa menenun agar bisa menikah. Benarkah demikian? Simak
faktanya, yuk!
Keahlian menenun masyarakat Lombok didapatkan secara turun-temurun sejak zaman nenek moyang Suku Sasak. Dan tiap generasi ‘wajib’ mempelajari dan meneruskan keahlian menenun pada semua keturunannya. Karena ini adalah bagian dari adat istiadat etnis di Lombok, yaitu suku Sasak.
Masyarakta Sasak, terutama perempuan
diwajibkan mempelajari serta menguasai teknik menenun sejak usia dini. Bahkan, keahlian
menenuan menjadi syarat layak menikah bagi perempuan. Dalam peraturan adat suku
Sasak disebutkan bahwa seorang wanita Sasak setidaknya harus bisa membuat 3
kain tenun agar bisa menikah. Jika belum berhasil, maka perempuan tersebut
dianggap belum mampu membina rumah tangga.
Meskipun saat ini aturan tersebut
sudah tidak terlalu mengikat, namun perempuan Lombok masih terbiasa belajar
menenun. Lebih dari sekedar melestarikan budaya, aktivitas menenun mempunyai
banyak manfaat.
Terlepas dari makna spiritualnya,
kain tenun Lombok juga berperan penting dalam memajukan perekonomian masyarakat
setempat. Terbukti dimana kain tenun menjadi salah satu produk ekonomi kreatif
yang selalu diburu wisatawan ketika berkunjung ke Lombok.
Lombok mempunyai dua jenis kain
tradisional, yaitu tenun songket dan tenun ikat. Keduanya bisa dibedakan
bersadarkan warna, motif serta fungsinya. Kain tenun Songket khas Lombok umumnya
lebih kaya warna (colourfull) serta aksen-aksen berwarna perak atau emas.
Sedangkan tenun ikat khas Lombok biasanya
mempunyai motif yang sederhana, berupa garis horizontal atau vertikal saja. Bentuknya
juga tidak neko-neko sehingga lebih
fungsional. Hal itu disesuaikan dengan kegunaan kain tenun untuk keperluan
sehari-hari suku Sasak. Seperti halnya membedong bayi, selimut, penutup
jenazah, serta perlengkapan ibadah.
Keragaman motif kain tenun Lombok
sebagian besar dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat suku Sasak. Sebelum
masuknya pengaruh Islam, kain tenun Lombok didominasi corak makhluk hidup
seperti manusia, fauna, dan flora. Dimana mereka masih berpegang teguh pada kepercayaan
animisme, dinamisme, dan ajaran Hindu
Namun setelah masuknya ajaran
Islam, ragam hiasnya didominasi motif sulur, pohon hayati, bunga bersusun
delapan dan bentuk-bentuk tumbuhan lain. Budaya Islam juga berakulturasi dengan
kebudayaan setempat menghasilkan corak bunga lotus dalam motif subhanale.
Seolah menentang kemajuan zaman, para pengrajin tenun di Lombok masih mempertahankan kekhasan tenunannya hingga saat ini. Para pengrajin juga masih mempertahankan peralatan dan bahan yang tradisional dan alami. Tak heran jika kain tenun khas Lombok disebut sustainable juga menjaga kelestarian lingkungan.